Kami membawanya di dalam mobil kami sambil menghubungi rumah sakit agar bersiap-siap menyambut kedatangannya.
Ia masih muda usia dan religius. Hal itu terlihat dari penampilannya. Ketika kami membawanya, kami mendengarnya bergumam. Namun karena kami buru-buru saat membawanya, maka kami tidak bisa membedakan dengan jelas apa yang dia ucapkan.
Akan tetapi, ketika kami meletakkannya di mobil dan berjalan, kami mendengar suaranya dengan jelas; dia membaca Al-Qur’an dengan suara yang merdu.
Subhanallah! Anda jangan mengatakan bahwa pemuda ini berlumuran darah dan tulang-tulangnya patah, tetapi tampaknya dia sudah di ambang kematian, namun dia terus membaca Al-Qur’an dengan suara yang merdu. Selama hidup, saya belum pernah mendengar bacaan semerdu itu. Saya sempat berkata didalam hati bahwa saya akan membimbingnya membaca syahadat seperti yang dilakukan kawan saya dulu. Apalagi saya merasa sudah punya pengalaman sebelumnya. Saya dan kawan saya mendengarkan suara yang merdu itu dengan seksama. Saya merasakan tubuh saya mulai gemetar dan juga tulang-tulang rusuk saya. Tiba-tiba suara itu terdiam. Saya menoleh kebelakang, ternyata dia mengangkat jari telunjuknya sambil membaca tasyahud (Syahadat), kemudian dia menundukan kepalanya.
Saya segera melompat kebelakang. Saya pegang tangannya, dan ternyata dia sudah meninggal dunia. Saya memandanginya cukup lama. Setitik airmata jatuh, tapi saya menyembunyikannya dari kawan saya. Saya menoleh kearahnya dan saya memberitahunya bahwa orang itu sudah meninggal dunia. Kawan saya langsung menangis, sedangkan saya sesenggukan dan airmata saya tidak berhenti mengalir. Pemandangan kami di dalam mobil itu menjadi sangat menyentuh. Saat kami tiba di rumah sakit, kami menceritakan kisah orang itu kepada semua orang yang kami jumpai. Banyak yang tersentuh dengan peristiwa kematiannya dan airmata mereka bercucuran.
Ada salah satu dari mereka, yang setelah
mendengar cerita kami langsung pergi mencium keningnya. Semua orang bersikeras untuk tidak pergi dari tempat itu sehingga mereka mengetahui kapan jenazahnya akan dishalati agar mereka bisa ikut menyalatinya.
Keesokan harinya masjid itu penuh sesak oleh jama’ah yang ingin menyalatinya. Saya menshalatinya bersama orang-orang islam lainnya.
Setelah itu, kami membawanya kemakam. Kami memasukannya kedalam liang kubur yang sempit dan mereka menghadapkan wajahnya kearah kiblat.
Bismillahi wa’ala millati rasulillah. Kami mulai menguruknya dengan tanah.
Doakanlah agar saudaramu diberi keteguhan, karena dia sedang ditanya. Dia menyambut hari-hari akhirat yang pertama, sementara saya seakan-akan menyambut hari-hari dunia yang pertama.
Saya bertaubat dari apa yang pernah saya perbuat.
Mudah-mudahan Allah berkenan memaafkan dosa-dosa saya di masa lalu, meneguhkan hati saya selalu taat kepadanya, menutup hidup saya dalam kebaikan (husnul khatimah) dan menjadikan kuburan saya dan kuburan setiap muslim sebagai bagian dari taman surga.
——————-
kisah nyata ini diambil dari az-Zaman Al-Qadim I,
Abdul Malik Al-Qasim.
(Copas)
