*SBUM*
*Sobat Bertanya*
*Ustadz Menjawab*
╚══❖•ೋ°° ೋ•❖══╝
*NO : 0⃣7⃣7⃣*
*Dirangkum oleh Grup Islam Sunnah | GiS*
https://grupislamsunnah.com
*Kumpulan Soal Jawab SBUM*
*Silakan Klik :* https://t.me/GiS_soaljawab
═══════ ° ೋ• ═══════
*Judul Bahasan*
*APA ARTI QIYAS?*
*Pertanyaan*
Nama: Vini Esti S
Angkatan : 01
Grup : 040
Domisili : –
بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُه
Apa yang dimaksud dengan ‘qiyas’ sehingga Imam Abu Hanifah rahimahullah berfatwa dengan ‘qiyas’?
Apa masih boleh menjalankan fatwa dengan ‘qiyas’ bagi pengikut mazhab Hanafi sekarang ini?
جزاكم الله خيرا وبارك الله فيكم
*Jawaban*
وعليكم السلام ورحمة اللّه وبركاته
بسم الله
Pertanyaan yang sangat bagus sekali dari Ukhti Vivi Esti S hafizhakillah (semoga Allah menjagamu).
Baarakallahu fiikum.
A. *Qiyas* artinya analogi, dalam ‘Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa’, edisi ke-4, Departemen Pendidikan Nasional, halaman 59 dijelaskan:
1. *Analogi* artinya persamaan atau persesuaian antara dua benda atau hal yang berlainan (qiyas)
2. *Menganalogikan* artinya membuat sesuatu yang baru berdasarkan contoh yang sudah ada; mereka-reka bentuk baru dengan mencontoh bentuk yang sudah ada.
B. Tidaklah benar bahwa Imam Abu Hanifah rahimahullah berfatwa dengan qiyas atau dengan kata lain beliau lebih mendahulukan qiyas dari pada Al-Qur’an dan As-Sunnah serta pendapat para Shahabat radhiyallahu ‘anhum. Yang benar dan berdasarkan bukti-bukti sejarah Imam Abu Hanifah rahimahullah bahwa realitasnya beliau akan menggunakan qiyas ketika setelah beliau tidak mendapatkan hukum di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah serta pendapat para Shahabat radhiyallahu ‘anhum.
Sekarang mari kita simak dan pahami bersama penjelasan dari seorang tokoh Islam dan ahli ilmu dari negeri kita tercinta yang bernama KH. Moenawar Chalil rahimahullah di dalam salah satu karya tulis ilmiah beliau yang cukup fenomenal yang menjelaskan dan meluruskan informasi yang tidak benar terhadap beliau, judul buku tersebut adalah *’Biografi 4 Serangkai Imam Madzhab’*, halaman 51-54 KH. Moenawar Chalil rahimahullah menjelaskan:
“Sepanjang riwayat, semasa hidupnya, Imam Hanafi (Abu Hanifah rahimahullah -pen) telah terkenal di berbagai kota: Kufah, Bashrah, Baghdad, dan lain-lainnya. Beliau adalah seorang alim-ulama besar ahli ra’yi (memilik ketegasan akal atau akal yang shahih dan sharih -pen) sebagaimana pernah dinyatakan oleh para ulama di masa itu dengan, *”Abu Hanifah adalah Imam ahli ra’yi”*.
Beliau dikenal pula sebagai Imam ahli qiyas (analogi -pen), ahli nadhar (pandangan yang jernih -pen), dan sebagainya. Oleh karenanya banyak di antara ulama yang iri hati terhadap pribadi beliau. Hal ini karena pengetahuan mereka (ulama) kurang sehingga menuduh Imam Hanafi yang bukan-bukan. Beliau dituduh suka membelakangkan nash, mendahulukan qiyas; membelakangkan keterangan dari Al-Qur’an dan dari Sunnah, mendahulukan pendapat berdasar buah pikiran sendiri. Namun walau begitu, banyak pula ulama yang masih bersih serta jujur untuk mencari bukti nyata kebenaran fitnah-fitnah tersebut: betulkah Imam Abu Hanifah jika memberi keputusan hukum-hukum agama mendahulukan qiyas (perbandingan dari pikiran) dan membelakangkan nash (keterangan yang jelas) dari Al-Qur’an dan dari Sunnah Nabi?
Adapun di antara para imam dan ulama yang mencari bukti kebenaran, benar atau tidaknya berita-berita itu adalah sebagai berikut:
1. Imam Abu Mu’thi berkata, “Pada suatu hari, aku berada di samping Imam Abu Hanifah di dalam masjid Kufah, tiba-tiba datanglah serombongan ‘alim ulama, yang di antaranya ialah Imam Ats-Tsauri, Imam Muhammad bin Salamah, Imam Ja’far Shadiq, Imam Muqatil bin Hayyan, dan lain-lainnya lagi yang belum kukenal nama-namanya.
Leave a Reply