Dijawab oleh : Ustadz Abu Uwais Muhammad
Yasin bin Sutan Muslim bin
Amir bin Syamsuddin.
Diperiksa oleh : Ustadz Nur Rosyid, M. Ag.

═══════ ° ೋ• ═══════

*Revisi dan Tambahan dari Ustadz Nur Rosyid, M. Ag.*

Disebutkan dalam jawaban:
“Kecuali pampersnya sudah tidak menampung air kencing anak Ukhti karena air kencingnya sudah terlampau banyak sehingga najisnya sampai keluar dari pampersnya lalu mengenai tempat shalat Ukhti, maka kondisi seperti ini pun tidak membatalkan shalat Ukhti”

Yang lebih tepat dan detail adalah,

Kecuali pampersnya sudah tidak menampung air kencing anak Ukhti karena air kencingnya sudah terlampau banyak sehingga najisnya sampai keluar dari pampersnya lalu mengenai tempat shalat Ukhti, maka kondisi seperti ini *DAPAT MEMBUAT SHALAT TIDAK SAH JIKA UKHTI MENGETAHUINYA SEBELUM SHALAT, TIDAK DIBERSIHKAN, DAN TETAP SHALAT DI TEMPAT ITU.*

Kenapa? Karena kesucian badan, pakaian, dan tempat shalat adalah syarat sahnya shalat.

Dalil yang menunjukkan perintah untuk bersuci dari najis badan, pakaian, dan tempat shalat adalah:

Hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tentang suci badan,

إِذَا أقْبَلَتِ الحَيْضَةُ، فَدَعِي الصَّلَاةَ، وإذَا أدْبَرَتْ، فَاغْسِلِي عَنْكِ الدَّمَ وصَلِّي.

“Jika datang haidh, maka tinggalkanlah shalat. Namun jika sudah selesai, mandilah dengan membersihkan bekas darah lalu shalat”.
[HR Bukhari 226 dan Muslim 333].

Firman Allah Ta’ala tentang suci pakaian,

وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ

“Dan pakaianmu bersihkanlah”.
(QS Al-Mudatstsir 4).

Kisah Arab Badui yang mengencingi tempat shalat, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam memerintahkan Shahabat menyiram air pada bekas kencingnya, Beliau bersabda,

صبُّوا عليْهِ ذنوبًا من ماءٍ

“Siramkanlah sewadah air pada bekas kencingnya”.
[HR Bukhari 221 dan Muslim 284].

Adapun jika ukhti *MENGETAHUINYA SETELAH SHALAT ALIAS KELUPAAN MAKA YANG DEMIKIAN TIDAK MENGAPA DAN TIDAK PERLU DIULANG.*

Syaikh ‘Utsaimin mengatakan dalam hal ini,

والرَّاجح في هذه المسائل كلِّها : أنه لا إعادة عليه سواء نسيها ، أم نسي أن يغسلها ، أم جهل أنها أصابته ، أم جهل أنها من النَّجاسات ، أم جهل حكمها ، أم جهل أنها قبل الصَّلاة، أم بعد الصلاة .
والدَّليل على ذلك : القاعدة العظيمة العامة التي وضعها الله لعباده ، وهي قوله : ( لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْساً إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا) ، وهذا الرَّجُل الفاعل لهذا المحرَّم كان جاهلاً أو ناسياً ، وقد رفع الله المؤاخذة به ، ولم يبقَ شيء يُطالب به .
وهناك دليل خاصٌّ في المسألة ، وهو أنَّ رسول الله صلى الله عليه وسلم حين صَلَّى في نعلين وفيهما قَذَرٌ ، وأعلمه بذلك جبريل لم يستأنف الصَّلاة ، وإذا لم يُبْطِل هذا أولَ الصَّلاة ، فإنه لا يُبْطِلُ بقيَّة الصَّلاة ” انتهى من “الشرح الممتع” (2/232).

“Yang kuat dalam masalah ini adalah bahwa dia tidak perlu mengulangi shalatnya secara umum, baik karena lupa (ada najisnya), lupa membasuhnya, tidak tahu kalau terkena najis, tidak tahu kalau itu adalah najis karena tidak tahu hukumnya, atau tidak tahu apakah najis tersebut ada sebelum atau sesudah shalat.

Dalil tentang masalah itu adalah kaidah umum yang agung dan Allah berikan kepada para hamba-Nya yaitu firman Allah:

لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْساً إِلا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami salah”.
(QS Al-Baqarah 286).

Orang ini melakukan (sesuatu) yang haram, karena tidak tahu atau lupa. Allah telah menghilangkan hukuman baginya dan tidak tuntutan kepadanya.

Ada pula dalil khusus dalam masalah ini, yaitu

View Source


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Discover more from Al-Qur'an Application

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading