Allah ta’ala berfirman:
إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيلًا
“Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat” (QS. Al Muzammil: 5).
Maka Al Qur’an dan semua yang dikandungnya disebukan oleh Allah sebagai qaulan tsaqilan (perkataan yang berat). Bukan perkara remeh.
Perhatikan! Bagaimana masalah buang air kecil bisa mengakibatkan adzab kubur. Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata:
مَرَّ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِحَائِطٍ مِنْ حِيطَانِ الْمَدِينَةِ أَوْ مَكَّةَ ، فَسَمِعَ صَوْتَ إِنْسَانَيْنِ يُعَذَّبَانِ فِى قُبُورِهِمَا ، فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « يُعَذَّبَانِ ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِى كَبِيرٍ » ، ثُمَّ قَالَ « بَلَى ، كَانَ أَحَدُهُمَا لاَ يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ ، وَكَانَ الآخَرُ يَمْشِى بِالنَّمِيمَةِ
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar dari sebagian pekuburan di Madinah atau Makkah. Lalu beliau mendengar suara dua orang manusia yang sedang diadzab di kuburnya. Beliau bersabda, ‘Keduanya sedang diadzab. Tidaklah keduanya diadzab karena dosa besar (menurut mereka bedua)’, lalu Nabi bersabda: ‘Padahal itu merupakan dosa besar. Salah satu di antara keduanya diadzab karena tidak membersihkankan bekas kencingnya, dan yang lain karena selalu melakukan namiimah (adu domba)” (HR. Bukhari no.6055, Muslim no.703).
Nah, ternyata masalah buang air kecil tidak remeh bukan?!
Oleh karena itu Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam sampai memberikan tuntunan-tuntunan detail kepada kita sampai perkara buang air besar sekalipun. Pernah ditanyakan kepada Salman Al Farisi radhiallahu’anhu:
قِيلَ له: قدْ عَلَّمَكُمْ نَبِيُّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ كُلَّ شيءٍ حتَّى الخِراءَةَ قالَ: فقالَ: أجَلْ لقَدْ نَهانا أنْ نَسْتَقْبِلَ القِبْلَةَ لِغائِطٍ، أوْ بَوْلٍ، أوْ أنْ نَسْتَنْجِيَ باليَمِينِ، أوْ أنْ نَسْتَنْجِيَ بأَقَلَّ مِن ثَلاثَةِ أحْجارٍ، أوْ أنْ نَسْتَنْجِيَ برَجِيعٍ، أوْ بعَظْمٍ
“Apakah Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan segala sesuatu sampai masalah buang air? Salman menjawab: Ya, Beliau melarang kami buang air besar atau buang air kecil menghadap kiblat, beristinja’ dengan tangan kanan, beristinja’ dengan batu yang kurang dari tiga buah dan beristinja’ dengan kotoran binatang atau tulang” (HR. Muslim no. 262).
Ini menunjukkan perkara-perkara di atas tidak remeh.
Maka tidak layak diantara kita meremehkan satu saja bagian dari syariat ini. Semisal dengan mengatakan, “cuma masalah jenggot saja….“, “ah cuma isbal saja….”, “kan cuma masalah jenggot…”, atau semisalnya.
Kita tidak ingkari bahwa memang ada skala prioritas dalam syariat. Ada amalan wajib, ada amalan sunnah dan ada yang mubah. Ada yang rukun Islam dan yang bukan rukun Islam. Ada amalan yang ma’lum fid din bidharuri, ada yang nazhari. Ada ayat yang muhkam ada yang mutasyabih. Dosa pun ada yang dosa besar, ada dosa kecil. Syirik ada yang syirik akbar dan ada syirik asghar. Memang ada tingkatan.
Namun semua itu tidak ada yang remeh, tidak boleh ada yang direndahkan apalagi dilecehkan. Semuanya berat karena semua itu dari Allah dan Rasul-Nya, dan akan dihisab oleh Allah ta’ala. Betapa banyak amalan yang dianggap remeh, namun besar di sisi Allah. Demikian juga betapa banyak amalan yang dianggap besar, namun menjadi kecil di sisi Allah.
Semoga Allah memberi taufik.
Sumber :@fawaid_kangaswad
Barakallahu fiikum ____~~~~~~~~~~~~~~~~
https://t.me/Berbagi_Kebaikan
BerbagiKebaikanBerbagi info peluang amal sholih dan ketaatan… Untuk bekal kita menghadapi Yaumul Mizan…