*SBUM*
*Sobat Bertanya*
*Ustadz Menjawab*
╚══❖•ೋ°° ೋ•❖══╝
*NO : 2⃣0⃣8⃣*
*Dirangkum oleh Grup Islam Sunnah | GiS*
https://grupislamsunnah.com
*Kumpulan Soal Jawab SBUM*
*Silakan Klik :* https://t.me/GiS_soaljawab
═══════ ° ೋ• ═══════
*Judul bahasan*
*HUKUM ISTRI MENJADI*
*TULANG PUNGGUNG KELUARGA*
*Pertanyaan*
Nama : Elis
Angkatan : –
Grup : 040
Domisili : –
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Afwan, Ustadz izin bertanya.
Hampir 4 tahun ini saya menikah dengan duda anak 5 melalui ta’aruf. Ternyata setelah menikah baru ketahuan suami saya pengangguran dan pemalas, padahal waktu ta’aruf dia bilang wiraswasta. Jadi selama ini saya yang menafkahi suami dan anak-anaknya juga biaya sekolah dan lainnya saya yang menanggung.
Sudah beberapa kali saya minta hak saya untuk dinafkahi, suami bilang iya, tapi dia tidak bergerak untuk ikhtiar. Suami hanya meminta maaf.
Pertanyaannya, berdosakah saya karena saya yang jadi tulang punggung? Kadang saya merasa cape dan sedih juga. Tapi kalau saya tidak nafkahi kasian anak-anaknya mau makan dan kebutuhan bagaimana?
Saya dengar istri yang menghandle semua kewajiban suami adalah berdosa, bukan berpahala.
Mohon pencerahannya, Ustadz.
جزاكم الله خيرا وبارك الله فيكم.
*Jawaban*
وعليكم السلام ورحمة اللّه وبركاته
بسم الله
Baarakallahu fiiki.
Ketika seorang suami yang menjadi pemimpin dalam rumah tangga dan mempunyai kewajiban untuk memberikan nafkah kepada yang ditanggungnya sementara dia tidak melakukannya dengan tidak bekerja, maka ia berdosa dan termasuk salah satu dosa besar.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
كفى بالمرء إثما أن يضيع من يقوت
“Cukuplah seseorang itu berdosa bila ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.”
(HR. Ahmad, Abu Dawud. Al Hakim).
Adapun seorang istri tidak diwajibkan untuk mencari nafkah, seorang istri hendaknya berdiam di rumah mengurus rumah tangga.
Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman :
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيراً
“Dan hendaklah kamu tetap tinggal di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlul bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”
(QS. Al Ahzab: 33).
Syaikh Abdurrahman Nashir As Sa’di berkata dalam tafsirnya :
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ
“Menetaplah kalian di rumah kalian sebab hal itu lebih selamat dan lebih memelihara diri kalian”.
وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Janganlah banyak keluar dengan bersolek atau memakai parfum sebagaimana kebiasaan orang-orang jahiliyah sebelum Islam yang tidak memiliki ilmu dan agama”.
Wajib bagi suami untuk memberikan nafkah sesuai dengan kemampuannya.
لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِ وَمَن قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنفِقْ مِمَّآ ءَاتَاهُ اللهُ لاَيُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ مَآءَاتَاهَا
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekadar) apa yang Allah berikan kepadanya.
(QS. Ath-Thalaq 7).
Ketika suami seperti yang dikatakan oleh ukhti, maka boleh menuntut fasakh menurut jumhur ulama.
Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah at Tuwaijiri –hafizhahullah- berkata:
Leave a Reply