Istihzaa’ termasuk salah satu dari pembatal-pembatal keislaman. Dalam ta’liq (syarah) terhadap kitab Aqidah Ath Thahawiyah, Syaikh Shalih Al Fauzan mengatakan: “Pembatal-pembatal keislaman sangat banyak. Diantaranya adalah juhud (pengingkaran), syirik dan memperolok-olok agama atau sebagian dari syi’ar agama –meskpin ia tidak mengingkarinya-. Pembatal-pembatal keislaman sangat banyak. Para ulama dan ahli fiqh telah menyebutkannya dalam bab-bab riddah (kemurtadan). Diantaranya juga adalah menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.”
Ketika mengomentari surat At Taubah ayat 64-66 di atas, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: “Ayat ini merupakan nash bahwasanya memperolok-olok Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya hukumnya kafir.”[5]
Al Fakhrur Razi dalam tafsirnya mengatakan: “Sesungguhnya, memperolok-olok agama, bagaimanapun bentuknya, hukumnya kafir. Karena olok-olokan itu menunjukkan penghinaan; sementara keimanan dibangun atas pondasi pengagungan terhadap Allah dengan sebenar-benar pengagungan. Dan mustahil keduanya bisa berkumpul.”[6]
Ibnul Arabi menjelaskan ayat tersebut sebagai berikut: “Apa yang dikatakan oleh orang-orang munafik tersebut tidak terlepas dari dua kemungkinan, sungguh-sungguh atau cuma berkelakar saja. Dan apapun kemungkinannya, konsekuensi hukumnya hanya satu, yaitu kufur. Karena berkelakar dengan kata-kata kufur adalah kekufuran. Tidak ada perselisihan diantara umat dalam masalah ini. Karena kesungguhan itu identik dengan ilmu dan kebenaran. Sedangkan senda gurau itu identik dengan kejahilan dan kebatilan.”[7]
Ibnul Jauzi berkata: “Ini menunjukkan bahwa sungguh-sungguh atau bermain-main dalam mengungkapkan kalimat kekufuran hukumnya adalah sama.”[8]
Al Alusi menambahkan perkataan Ibnul Jauzi di atas sebagai berikut: “Tidak ada perselisihan diantara para ulama dalam masalah ini.”
Referensi: https://almanhaj.or.id/5984-hukum-istihza-bid-din-memperolokolok-agama.html
#ilmu #nasihat #manhaj #manhajsalaf #dakwah #dakwahsunnah #sunnah #Istihza #mengolokagama