APABILA TERDAPAT PERBEDAAN DALAM PENENTUAN AWAL DAN AKHIR RAMADHAN
Untuk mengetahui awal dan akhir bulan Ramadhan dengan dua cara: Pertama, terlihatnya hilal (bulan sabit yang menunjukkan tanggal satu Ramadhan) oleh orang, meskipun yang melihatnya hanya seorang (yakni orang yang adil), jika belum nampak maka dengan menyempurnakan bulan Sya’ban menjadi 30 hari.
Kita dilarang melakukan puasa di hari yang masih meragukan karena khawatir bulan Ramadhan sudah tiba, Ammar bin Yasir radhiyallahu ‘anhu berkata:
مَنْ صَامَ الْيَوْمَ الَّذِي يَشُكُّ فِيهِ النَّاسُ فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Barangsiapa yang berpuasa pada hari yang manusia masih ragu-ragu terhadapnya, maka sungguh ia telah bermaksiat kepada Abul Qaasim (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam).” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah 1645)
Hari yang masih meragukan adalah hari yang masih belum terlihat hilal di malam harinya seperti karena mendung dsb, hari tersebut adalah hari yang berkemungkinan masih bulan Sya’ban dan berkemungkinan sudah masuk awal Ramadhan. Jika ternyata sudah masuk awal Ramadhan, maka hari yang meragukan tersebut diqadha’ setelah bulan Ramadhan.
Hendaknya kita melakukan puasa tidak sendiri tetapi bersama dengan orang-orang, demikian juga jika berbuka (di akhir Ramadhan), maka hendaknya berbuka/berhari raya (baik ‘Idul Fithri maupun ‘Idul Adh-ha) berjama’ah dengan orang-orang. Hal ini untuk menjaga persatuan umat, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Tirmidzi setelah ia menyebutkan hadits “Ash Shaumu yauma tashuumuun…dst.
Lajnah Daa’imah pernah ditanya tentang sikap yang harus dilakukan ketika terjadi khilaf dalam penentuan awal puasa dan berakhirnya, sedangkan masing-masing pihak memiliki dalil, maka dijawabnya bahwa hal tersebut termasuk masalah yang diperselisihkan juga di zaman dahulu, dan bahwa hal itu tidak membawa dampak buruk selama masing-masing pihak memiliki niat baik dan menghormati mujtahid yang lain, akan tetapi sikap yang harus dilakukan adalah menyelesaikan masalah tersebut kepada waliyyul amri, karena hukmul haakim yarfa’ul khilaf (ketetapan hakim dapat menyelesaikan masalah), hal ini untuk menjaga persatuan.
Ustadz Marwan bin Musa حفظه الله تعالى
Leave a Reply