Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah mengatakan,
وَالْأَصْلُ أَنَّهَا مَطْلُوبَةٌ فِي وَقْتِهَا مِنَ الْحَيِّ عَنْ نَفْسِهِ وَأَهْلِ بَيْتِهِ وَلَهُ أَنْ يُشْرِكَ فِي ثَوَابِهَا مَنْ شَاءَ مِنَ الْأَحْيَاءِ وَالْأَمْوَاتِ
“Secara asal, ibadah kurban disyariatkan pada waktunya bagi seorang yang masih hidup. Dia (meniatkan) berkurban untuk dirinya sendiri dan keluarganya. Demikian pula seorang (yang berkurban) boleh mengikutkan siapa pun yang dia kehendaki dalam hal pahala, baik (yang diikutsertakan tersebut) masih hidup, maupun telah meninggal.”
Majmuu’ Fataawaa Wa Maqaalaat Mutanawwi’ah 18/40
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah mengatakan,
إِذَا كَانَ الْمُضَحِّي وَاحِدًا بِمَعْنَى أَنَّ رَجُلًا اشْتَرَى أُضْحِيَّةً وَجَعَلَهَا لِنَفْسِهِ وَأَبِيهِ الْمَيِّت، أَوْ أُمِّهِ الْمَيْتَة، أَوْ أَقَارِبِهِ الْمَيِّتيْنِ فَلَا حَرَجَ
“Apabila seorang yang akan berkurban adalah satu orang, dalam arti seorang (yang akan berkurban tersebut) membeli hewan kurban untuk dirinya sendiri, (lalu dia niatkan) untuk ayahnya yang sudah wafat, atau ibunya yang sudah wafat, atau kerabat-kerabatnya yang sudah meninggal; maka yang demikian tidaklah mengapa.”
Majmuu’ Fataawaa Wa Rasaa`il 25/130
WhatsApp Salafy Indonesia
Channel Telegram || http://telegram.me/ForumSalafy
Leave a Reply