_”Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesama kamu dengan jalan yang bathil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu…”_
(QS. An Nissā’: 29)
Dari sini kita lihat bahwasanya Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengatakan, “Perdagangan yang dibangun di atas keridhaan.”
Kemudian sabda Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
إِنَّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ
_”Sesungguhnya jual beli itu dibangun di atas keridhaan (suka sama suka).”_
(Hadīts shahīh riwayat Ibnu Mājah nomor 2185)
Kemudian sabda Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
أَلَا وَلَا يَحِلُّ لِامْرِئٍ مِنْ مَالِ أَخِيهِ شَيْءٌ إِلَّا بِطِيبِ نَفْسٍ مِنْهُ
_”Ketahuilah tidak halal bagi seseorang, harta saudaranya sedikit pun (tidak boleh diambil sedikit pun) kecuali dengan keridhaannya.”_
(Hadīts riwayat Ahmad nomor 21082)
Kalau dia relakan baru itu dibolehkan.
Tidak boleh berpindah kepemilikan kecuali dengan keridhaan orang yang memiliki barang tersebut. Itu kaidah yang keempat.
لا ينعقد البيع إلا على مال
_︎ Kaidah Kelima | Akad jual beli dibolehkan pada harta_
Akad jual beli hanya dibolehkan kalau objek transaksinya adalah harta.
Penjelasannya adalah:
Jual beli tidak boleh dilakukan kecuali objek transaksinya adalah harta dan maksud dari harta yang dikatakan para ulama adalah: Segala sesuatu yang dibolehkan manfaatnya secara mutlak sesuai dengan ‘urf masyarakat.
Jadi kaidah tersebut ada tiga objek jual beli yang tidak dibolehkan, diantaranya:
⑴ Benda tersebut haram
Karena kita katakan tadi, jual beli hanya boleh pada harta dan harta adalah segala sesuatu yang dibolehkan manfaatnya. Berarti ketika benda tersebut tidak boleh dimanfaatkan (diharamkan manfaatnya) maka tidak boleh diperjual belikan.
Dan ini telah kita singgung juga di kaidah yang pertama.
Contohnya:
Alat musik, alat musik tidak boleh dimanfaatkan (haram untuk dimanfaatkan).
Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:
)
سيكون مِن أُمَّتي من يَسْتَحِلُّونَ الحِرَ والحَرِيرَ، والخَمْرَ والمَعازِفَ
_”Akan datang diantara umatku orang yang menghalalkan sutra, menghalalkan zina, menghalalkan khamr, dan menghalalkan alat musik.”_
Menunjukkan bahwasanya alat musik ini diharamkan sehingga datang nanti orang yang menghalalkan, maka tidak boleh dimanfaatkan, sehingga apapun yang tidak boleh dimanfaatkan, tidak boleh dijual belikan.
⑵ Benda yang boleh dimanfaatkan dalam keadaan tertentu (tidak mutlak) hanya boleh digunakan dalam keadaan tertentu.
Seperti: Anjing pemburu.
Anjing boleh dimanfaatkan dalam keadaan berburu namun tidak dibolehkan secara mutlak. Tidak boleh seorang memelihara anjing kecuali dalam keadaan tertentu. Maka yang seperti ini juga tidak boleh diperjual belikan.
⑶ Benda yang sama sekali tidak memiliki manfaat.
Seperti: nyamuk, kecoa.
Maka kita ketahui zaman sekarang tidak ada orang yang menganggap nyamuk itu memiliki manfaat sehingga diperjual jual belikan atau kecoa (misal). Maka benda-benda seperti ini tidak boleh diperjual belikan.
Dan ini dikembalikan kepada ‘urf masyarakat.
Apakah benda itu bermanfaat atau tidak?
Seandainya dia tidak memiliki manfaat maka dia tidak boleh diperjual belikan. Namun seandainya sepuluh tahun lagi dia menjadi bermanfaat, maka bisa jadi di sepuluh tahun kemudian itu boleh diperjual belikan, ini dikembalikan kepada ‘urf masyarakat.
Kecuali hal-hal yang diharamkan secara syari’at maka ini tidak berubah (tidak boleh diperjual belikan)
Apa dalīl dari kaidah ini?
Sabda Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
إنَّ اللهَ إذا حرَّمَ شَيئًا حرَّمَ ثَمَنَه
_”Sesungguh Allāh Subhānahu wa Ta’āla apabila mengharamkan sesuatu maka Allāh akan mengharamkan harganya.”_
(Hadīts riwayat Ibnu Hiburan nomor 4938)
Begitu pula dengan hadīts yang kita bahas di pertemuan yang pertama:
إنَّ الله إذا حرَّم اكل شيء حرَّم ثمنه
Leave a Reply