Maka tidak boleh ketika kita memberikan bantuan kepada saudara kita berupa syafa’at lalu kita menerima hadiah.
Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini, sebagian ulama mengatakan ini berlaku pada syafa’at yang wajib, misalkan kita ada orang yang terzhalimi lalu orang tersebut datang kepada kita agar kita bisa membantunya untuk berbicara kepada orang yang menzhaliminya, yang mana dia tahu kita adalah orang yang disegani oleh orang yang zhalim tersebut.
Lalu kita datang kepada orang yang zhalim tadi lalu kita katakan, “Ya akhi, jangan menzhalimi dia”, sebagian ulama mengatakan orang inilah yang tidak boleh menerima hadiah.
Kenapa? Karena kewajibannya untuk menghentikan kezhaliman saudara muslim. Kewajiban seorang muslim ketika melihat atau mendengar kezhaliman adalah menghentikan sebisanya. Maka seandainya orang tersebut tertolong lalu dia memberikan hadiah maka wajib untuk ditolak. Sebagian ulama mengatakan seperti itu.
Namun sebagian lagi mengatakan ini berlaku secara umum tidak boleh dalam semua syafa’at baik syafa’at yang wajib maupun syafa’at yang mubah.
Apa contoh syafa’at yang mubah?
Misalkan contohnya: Kita ingin bekerja pada sebuah perusahaan lalu kita tahu dengan orang yang disegani oleh pemilik perusahaan.
Kita ingin melamar dan kita tahu si pemilik perusahaan segan dengan pak Ahmad (misalkan) lalu kita datangi pak Ahmad dan mengatakan”, pak Ahmad tolong saya dibantu”, Pak Ahmad ini bukan orang yang bekerja di perusahaan.
Kalau seandainya pak Ahmad orang yang bekerja di perusahaan bisa masuk pada bab rishwah (sogok) tapi pak Ahmad ini bukan orang perusahaan tapi orang yang memiliki kedudukan tidak ada hubungan dengan perusahaan.dengan Namun dia memiliki kedudukan dan disegani oleh pemilik perusahaan.
Lalu dia hubungi pemilik perusahaan lalu berkata, “Tolong saya ada kenalan namanya si Mahmud tolong dimasukkan ke dalam perusahaan Anda” misalkan. Maka ini adalah syafa’at yang mubah.
Sebagian ulama mengatakan ini umum, larangan hadīts tadi masuk kepada syafa’at mubah yang kita bahas ini. Tidak boleh dia menerima hadiah.
Para ulama mengatakan, mengapa tidak boleh dia menerima hadiah. Karena syafa’at itu adalah suatu yang remeh yang tidak perlu ada timbal balik di situ. Jadi dia tinggal menelepon lalu berbicara selesai.
Adapun syafa’at-syafa’at yang membutuhkan tenaga, perlu mengeluarkan uang yang dia ketika kita meminta bantuan kepada seseorang lalu seorang itu sampai dia pergi ke kantor-kantor, dia mengeluarkan dana untuk membantu kita misalkan.
Misalkan dia harus safar ke tempat lain agar mengusahakan membantu kita dan sebagainya maka para ulama mengatakan yang ini baru boleh dia menerima hadiah sesuai dengan pekerjaannya, sesuai dengan capai yang dia keluarkan tidak boleh dia meminta lebih juga.
Misalkan urfnya kalau dia bantu kayak seperti ini urfnya gajinya upahnya dua juta maka dia terima dua juta adapun kalau seandainya dia hanya menggunakan kedudukannya di masyarakat untuk membantu seseorang dengan berbicara pada orang yang berkepentingan maka yang seperti ini tidak boleh dia menerima hadiah. Dia akan jatuh kepada riba.
Dari mana sisi ribanya? Para ulama mengatakan sisi riba adalah karena pada asalnya riba itu adalah penambahan harta tanpa adanya timbal balik yang diizinkan oleh syariat. Ketika seorang meminjam kepada kita uang satu juta.
Saya pinjamkan Anda uang satu juta namun kembalikan dua juta maka satu juta lagi ini tidak ada timbal baliknya untuk apa. Ini timbal balik yang tidak diizinkan syariat begitu juga dengan syafaat ketika kita memberikan syafaat lalu orang itu memberikan hadiah maka ini tidak ada timbal balik yang diizinkan oleh syariat sehingga kita tidak boleh menerima hadiah dari orang tersebut.
Wallāhu Ta’āla A’lam
Semoga apa yang disampaikan ini bisa dipahami.
Leave a Reply