“…Dan tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata : “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat. Semuanya itu dari sisi Rabb kami“. [QS. Ali-Imran/3:7]…..

[Dar’u Ta’arudh Al-Aql wa An-Naql, Ibnu Taimiyah, jilid 5/381-383,]

B. Takwil yang dimaksud para ahlil kalam adalah memalingkan makna ayat ke makna yang lainnya tanpa adanya indikator dalil.

Ahlul kalam mereka merubah dari makna yang sebenarnya, seperti mentakwil sifat Tangan Allah dengan kekuasaan, dan kata istawa (bersemayam) dengan kata istaula (menguasai) dan lain sebagainya, maka dia telah melakukan kesalahan pada takwilnya karena tidak sesuai dengan makna yang nampak jelas yang telah diajarkan para salafus sholih.

3. Qiyas

Qiyâs atau analogi ialah suatu praktik penyamaan hukum antara sesuatu yang disebutkan hukumnya secara gamblang dalam agama (yang selanjutnya disebut al-maqis ‘alaih atau masalah utama) dengan suatu yang tidak dijelaskan hukumnya dalam agama (yang selanjutnya disebut al-maqis atau masalah cabang). Penyamaan ini dilakukan karena ada kesamaan dalam penyebab hukum atau yang masyhur disebut dengan ‘illah.

Berikut contoh praktek qiyâs yang dicontohkan Nabi kepada sahabatnya.
Pertama: Pada suatu hari Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu mengadu kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Pada hari ini aku telah melakukan kesalahan besar, yaitu aku mencium (istriku), padahal aku sedang berpuasa. Menanggapi pengaduan sahabatnya ini, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda :

أَرَأَيْتَ لَوْ تَمَضْمَضْتَ بِمَاءٍ وَأَنْتَ صَائِمٌ ؟ فَقُلْتُ: لَا بَأْسَ بِذَلِكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَفِيم
Apa pendapatmu bila engkau berkumur-kumur dengan air, padahal engkau sedang berpuasa ? Sahabat Umar menjawab, “Tentu tidak masalah.“ Mendengar jawaban demikian, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wasallam menimpalinya dengan bersabda, “Lalu mengapa engkau risau?  [Riwayat Ahmad dan lainnya]

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Pada hadits ini, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan bahwa muqadimah (permulaan) suatu hal yang terlarang tidak serta merta terlarang pula. Ciuman yang merupakan permulaan hubungan badan, tidak serta merta haram hanya karena hubungan badan bagi orang yang sedang berpuasa itu haram. Demikian pula dengan memasukkan air ke mulut yang merupakan permulaan dari meminumnya. Permulaan meminum yaitu berkumur-kumur juga tidak haram.”

I’ilâmul Muwaqqi’în, 4/174

Masalah qiyas ini bisa anda dalami di dalam ilmu Ushul Fiqh.

والله تعالى أعلم بالصواب

  Dijawab oleh : Ustadz Wukir Saputro Lc Mpd.

═══════ ° ೋ• ═══════

*Official Account Grup Islam Sunnah (GiS)⁣⁣*

WebsiteGIS:
https://grupislamsunnah.com
Fanpage: web.facebook.com/grupislamsunnah
Instagram: instagram.com/grupislamsunnah
WebsiteGBS: grupbelanjasunnah.com
Telegram: t.me/s/grupislamsunnah
Telegram Soal Jawab: https://t.me/GiS_soaljawab
YouTube: bit.ly/grupislamsunnah

View Source


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *