Sebagaimana firman Allāh _Subhānahu wa Ta’āla,_
فَمَن يُرِدِ ٱللَّهُ أَن يَهْدِيَهُۥ يَشْرَحْ صَدْرَهُۥ لِلْإِسْلَـٰمِ ۖ وَمَن يُرِدْ أَن يُضِلَّهُۥ يَجْعَلْ صَدْرَهُۥ ضَيِّقًا حَرَجًۭا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِى ٱلسَّمَآءِ ۚ كَذَٰلِكَ يَجْعَلُ ٱللَّهُ ٱلرِّجْسَ عَلَى ٱلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ {الأنعام:١٢٥}
_”Barangsiapa yang Allāh kehendaki baginya hidayah, maka Allāh akan lapangkan dadanya untuk menerima Islam.”_
Dan kita semua ketahui bahwa -InsyaAllāh- kita semua beragama Islam. Maka itu adalah salah satu tanda bahwa Allāh telah melapangkan dada kita. Tinggal bagaimana kita memanfaatkan hal ini? Apakah dengan rasa lapang dada ini, kita menerima agama Islam ini? Kita menjadi taat menjalankan perintahnya atau kita lalai? Berleha-leha tidak melaksanakan shalat dan lain sebagainya.
Dan Allāh melanjutkan, _”Dan barangsiapa yang Allāh kehendaki kesesatan baginya, Allāh akan jadikan dadanya sempit dan sesak seakan-akan dia sedang mendaki ke langit.”_ (QS. Al-An’ām: 125).
Allāh _Subhānahu wa Ta’āla_ di sini menjelaskan bahwa saat seorang hamba, Allāh beri cobaan, berupa kesempitan hati, itu Allāh ibaratkan sebagaimana saat seorang itu sedang mendaki ke langit. Karena semakin kita ke atas, oksigen itu semakin sedikit, rasanya itu sangat sesak. Dan ketika Allāh memberikan rasa lapang di hati kita, itu sungguh nikmat yang sangat besar.
Walaupun Allāh tidak memberikan rezeki yang besar kepada kita, tetapi ketika kita menerima, kita merasa lapang dada, ikhlas menerima semua yang Allāh berikan, hati kita akan tenang, kita menjadi lega, dan tidak kufur nikmat, tidak mencela takdir, atau segala macamnya. Sungguh lapang dada ini murni karunia dari Allāh _Subhānahu wa Ta’āla_ yang tidak setiap hamba Allāh berikan hal tersebut.
Maka sudah sepantasnya kita meminta hanya kepada Allāh _Subhānahu wa Ta’āla_ dengan cara yang sesuai syari’atnya dan sesuai dengan yang Allāh turunkan di dalam Al-Qur’an maupun yang Allāh jelaskan melalui lisan Rasul-Nya di dalam hadits Nabi Muhammad _shallallāhu ‘alayhi wa sallam._
Dan yang bisa kita lakukan sebagai seorang mukmin adalah dengan terus berdoa kepada Allāh _Subhānahu wa Ta’āla_ serta menyandarkan semua urusan kita sepenuhnya kepada Allāh _Subhānahu wa Ta’āla_ agar Allāh lapangkan dada kita dan mudahkan urusan kita semua, sehingga Allāh _Subhānahu wa Ta’āla_ menuliskan kita menjadi salah satu hamba-Nya yang berbahagia di dunia dan di akhirat.
Kemudian Syaikh melanjutkan di muqaddimahnya dengan menyebutkan salah satu perkataan Imam Ibnul Qayyim _rahimahullāh_ yang mana artinya,
“Keadaan seorang hamba di alam kubur itu sebagaimana keadaan hati di dalam dada, baik itu merasakan kenikmatan ataupun merasakan kesengsaraan, rasa terkekang maupun rasa kebebasan.”
Lalu Ibnul Qayyim _rahimahullāh_ juga berkata disebutkan di dalam sebuah atsar yang terkenal, _”Bila mana cahaya masuk ke dalam hati, maka akan lapang hati tersebut dan menerima”,_ dikatakan kepadanya, _”Apa tandanya?”_ lalu dijawab, _”Mencukupkan diri dari dunia yang penuh tipuan, lalu yang kedua adalah condong kepada kehidupan abadi, dan yang ketiga menyiapkan diri menghadapi kematian sebelum kematian itu mendatanginya”._
Jadi apa? Ada tiga tanda yang akan tampak jelas pada seorang hamba bahwa dadanya itu lapang:
⑴ Mencukupkan diri dari dunia yang penuh tipuan. Sehingga kita tidak berlebih-lebihan di dalam urusan dunia, tidak terlalu mengejar kekayaan, tidak terlalu mengejar reputasi, tidak terlalu mengejar jabatan. Itu adalah tanda pertama jika Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengaruniakan rasa lapang dada kepada kita.
Leave a Reply