*SBUM*
*Sobat Bertanya*
*Ustadz Menjawab*
╚══❖•ೋ°° ೋ•❖══╝
*1⃣5⃣6⃣5⃣*
*Dirangkum oleh Grup Islam Sunnah | GiS*
https://grupislamsunnah.com
*Kumpulan Soal Jawab SBUM*
*Silakan Klik :* https://t.me/GiS_soaljawab
═══════ ° ೋ• ═══════
*LEPAS DARI HUTANG RIBA*
*Pertanyaan*
Nama: Novita
Angkatan: T05
Grup : 10
Nama Admin : Muliana
Nama Musyrifah : Kiswati
Domisili : Tanjungpinang
بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُه
Izin bertanya Ustadz
Afwan, jika tidak ada saudara yang bisa membatu untuk lepas dari riba itu, bagaimana Ustadz ?
Lalu kalau misalnya kita cuma bayar pokoknya saja tetapi dari ribanya tidak mau, bagaimana ya Ustadz ?
Mohon pencerahannya Ustadz.
جزاكم الله خيرا وبارك الله فيكم.
*Jawaban*
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته.
1. Sebaikanya cari talangan dari orang lain, walaupun bukan dari saudara kandung. Karna hutang riba harus segera lunas dan bebas dari hutang tersebut.
Dalam Liqa’ Al Bab Al Maftuh (194: 12), Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata, “Setiap orang wajib berlepas diri dari riba tersebut sesuai dengan kemampuannya karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaknat pemakan riba (rentenir) dan orang yang menyerahkan riba (nasabah). Boleh jadi dia meminta pinjaman utang dari saudara atau kerabatnya untuk melunasi utang bank tersebut agar gugur darinya riba. Yang terpenting adalah dia harus tetap merencanakan hal ini. Jika tidak mungkin, maka dia berusaha meminta pada bank agar jangan ada lagi tambahan riba. Akan tetapi setahu kami, bank tidak mungkin menyetujui hal ini.”
Tentu saja pinjaman tersebut bisa diperoleh jika kita punya sifat amanat dan bisa mendapatkan kepercayaan dari orang lain.
2. Membayar riba, bukan tanggung jawab orang yang berutang. Bahkan dalam islam itu dilarang, karena jika bunga itu diberikan, berarti orang yang berutang, memberi makan riba.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang yang memberi makan riba.
Sahabat Jabir bin Abdillah mengatakan,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba, yang memberi makan riba, yang mencatat, dan keduaa saksinya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan, mereka semua sama. (HR. Ahmad 14634, Muslim 4177 dan yang lainnya).
Jika adanya bunga dalam pinjaman itu jadi syarat, maka syarat semacam ini tidak berlaku. Karena syarat riba adalah syarat yang batil, bertentangan dengan al-Quran dan sunnah. Sementara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنِ اشْتَرَطَ شَرْطًا لَيْسَ فِى كِتَابِ اللَّهِ فَهْوَ بَاطِلٌ
“Barangsiapa menetapkan syarat yang bertentangan dengan kitabullah, maka syarat itu batil.” (HR. Bukhari 2560).
Ketika transaksi ada syarat yang batil, transaksinya tetap sah, meskipun syarat itu tidak berlaku. Sehingga, untuk kasus hutang yang disyaratkan ada ribanya, kewajiban orang yang berutang hanya mengembalikan pokoknya saja. Sementara kelebihannya, bukan tanggung jawabnya.
Tidak ada yang mendzalimi dan tidak ada yang didzalimi. Antara utang dan pelunasan, dibayar sama.
Ketika Allah menjelaska tentang ancaman riba, Allah berfirman,
وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ
Jika kalian bertaubat, maka kalian hanya mendapatkan pokok pinjaman dari harta kalian. Kalian tidak mendzlimi dan tidak didzalimi. (QS. al-Baqarah: 279).
Hanya Saja, jika hutang riba nya terkait dengan salah satu bank maka nasabah terikat dengan undang-undang dzalim buatan bank. Dan undang-undang ini mengikat di negara kita. Ketika nasabah bertekad tidak mengembalikannya, dikhawatirkan bank bisa menuntutnya. Jika tidak bisa diselesaikan di darat, bank bisa menggunakan jasa pengadilan. Dampak kedzaliman yang ditimbulkan, bisa lebih menakutkan.
Leave a Reply