Melanjutkan dari risalah Fadilatus Syekh Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily hafidzahullah, yang berjudul Fadhlu An-Nushi Lil-Muslimin. Masih pada pembahasan akan buruknya para pemimpin kesesatan. Pada tulisan kali ini, kita akan melihat betapa berbedanya orang-orang yang memberi nasihat di atas kesesatan dan mengikuti hawa nafsu, dengan orang-orang yang memberi nasihat dengan kebenaran, ketulusan hati serta keridaan dari Allah. Amat sangat jauh berbeda ganjaran dari keduanya. Sungguh, pada hal ini terdapat pelajaran yang sangat berharga.
Sifat ulama Bani Israil bahwa mereka adalah tokoh penyeru kesesatan
Allah Ta’ala berfirman menjelaskan tentang tokoh-tokoh dan ahli ilmu Bani Israil,
وَٱتۡلُ عَلَيۡهِمۡ نَبَأَ ٱلَّذِىٓ ءَاتَيۡنَـٰهُ ءَايَـٰتِنَا فَٱنسَلَخَ مِنۡهَا فَأَتۡبَعَهُ ٱلشَّيۡطَـٰنُ فَكَانَ مِنَ ٱلۡغَاوِينَ وَلَوۡ شِئۡنَا لَرَفَعۡنَـٰهُ بِہَا وَلَـٰكِنَّهُ ۥۤ أَخۡلَدَ إِلَى ٱلۡأَرۡضِ وَٱتَّبَعَ هَوَٮٰهُۚ فَمَثَلُهُ ۥ كَمَثَلِ ٱلۡڪَلۡبِ إِن تَحۡمِلۡ عَلَيۡهِ يَلۡهَثۡ أَوۡ تَتۡرُڪۡهُ يَلۡهَثۚ ذَّالِكَ مَثَلُ ٱلۡقَوۡمِ ٱلَّذِينَ كَذَّبُواْ بِـَٔايَـٰتِنَاۚ فَٱقۡصُصِ ٱلۡقَصَصَ لَعَلَّهُمۡ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan bacakanlah kepada mereka berita tentang orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al-Kitab), kemudian dia melepaskan diri daripada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah. Maka, perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya, diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya, dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka, ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.” (QS. Al-‘Araf: 175-176)
Allah Ta’ala mensifati para pemimpin kesesatan bahwa mereka adalah para penyeru ke dalam neraka. Inilah isi dan konteks dari dakwah dan seruan mereka. Yaitu, seruan mereka adalah amalan penduduk neraka berupa syirik, bid’ah, dan kesesatan. Mereka pun akan dihinakan pada hari kiamat dan tidak akan ditolong.
Orang-orang yang hina lagi sengsara dan mereka meninggalkan ayat-ayat Allah. Allah Ta’ala mensifati mereka, semoga Allah jauhkan hal ini dari kita, dengan sifat-sifat berupa hukuman atas mereka. Ancaman yang berupa celaan yang dapat diambil pelajaran oleh orang-orang berakal.
Hikmah ayat 175-176 surah Al-A’raf dari Ibnul Qayyim rahimahullah
Simaklah perkataan berikut ini, yang diucapkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam menafsirkan ayat di atas.
Hikmah dari turunnya ayat-ayat Allah
Perhatikanlah pada ayat ini terdapat suatu hukum dan makna yang tersirat, berawal dari firman Allah Ta’ala,
ءَاتَيۡنَـٰهُ ءَايَـٰتِنَا
“Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al-Kitab).” (QS. Al-‘Araf: 175)
Ibnul Qayyim rahimahullah menuturkan,
“Allah Ta’ala mengabarkan bahwasanya Allahlah yang menurunkan ayat-ayat-Nya. Maka, ini merupakan sebuah nikmat. Allahlah yang memberikan nikmat berupa ayat-ayat-Nya, sehingga dalam ayat ini Allah menyandarkan nikmat berupa turunnya ayat-ayat kepada Allah Ta’ala.”
Allah mengabarkan bahwa para tokoh Bani Israil melepaskan dan meninggalkan ayat-ayat Allah
Di antara hikmah pada ayat ini, Allah Ta’ala berfirman,
فَٱنسَلَخَ مِنۡهَا
“Kemudian dia melepaskan diri daripada ayat-ayat itu.” (QS. Al-‘Araf: 175)
Maksudnya, mereka meninggalkan ayat-ayat tersebut sebagaimana ular yang melepaskan kulitnya. Mereka melepaskan diri sebagaimana lepasnya kulit dari daging hewan. Pada ayat ini, Allah Ta’ala tidak mengatakan, “Lalu, Kami lepaskan mereka dari ayat-ayat itu.” Karena mereka sendirilah yang sejatinya menjadi sebab lepasnya diri mereka dari ayat-ayat tersebut karena mengikuti hawa nafsu.
Mereka (para tokoh Bani Israil) mengikuti setan
Kemudian di antara hikmahnya juga, Allah Ta’ala berfirman,
فَأَتۡبَعَهُ ٱلشَّيۡطَـٰنُ
“Lalu, dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda).” (QS. Al-‘Araf: 175)
Setan akan senantiasa menyertai dan menemaninya. Sebagaimana Allah berfirman tentang kaumnya Fir’aun,
فَأَتۡبَعُوهُم مُّشۡرِقِينَ
“Maka, Fir’aun dan bala tentaranya dapat menyusuli mereka di waktu matahari terbit.” (QS. Asy-Syu’ara’: 60)
Pada ayat ini, Allah menuturkan tentang para ahli ilmu Bani Israil yang dahulu mereka betul-betul memelihara dan menjaga ayat-ayat Allah. Dari segala sisi, mereka menjaga ayat-ayat tersebut dari setan. Setan tidak dapat mengambil apapun dari dari mereka, kecuali secara tiba-tiba. Tatkala mereka melepaskan diri mereka dari ayat-ayat Allah, setan pun berhasil untuk mengambilnya sebagaimana seekor singa berhasil menerkam mangsanya. Maka, jadilah mereka orang-orang yang sesat, disebabkan mengerjakan sesuatu yang menyelisihi ilmu mereka. Mereka yang mengetahui kebenaran, namun justru mengerjakan hal yang menyelisihi kebenaran tersebut. Sebagaimana halnya para ahli ilmu yang buruk.
Allah Mahamampu untuk meninggikan derajat seseorang yang mengikuti kebenaran
Di antara hikmah pada ayat ini, Allah Ta’ala berfirman,
وَلَوۡ شِئۡنَا لَرَفَعۡنَـٰهُ بِہَا
“Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu.” (QS. Al-‘Araf: 175)
Allah mengabarkan bahwasanya pengangkatan derajat tidak sebatas dengan ilmu saja. Jika yang dimaksud adalah ulama, maka harus mengikuti kebenaran serta mendahuluinya dan mengharap keridaan Allah Ta’ala.[1]
Nasihat merupakan tanggung jawab para ulama
Nasihat adalah tanggung jawab yang sangat agung yang Allah amanahkan kepada para ulama. Nasihat merupakan hak kewajiban para ulama. Lebih ditekankan lagi tatkala ada yang meminta nasihat. Nasihat dapat berbekas pada jiwa. Nasihat dapat mengangkat derajat dan martabat, untuk yang memberikan nasihat dengan tulus dan jujur. Tentu sebaliknya, sebuah kehinaan bagi yang tidak memiliki ketulusan dan kejujuran dalam memberikan nasihat.
Sungguh! Betapa banyak pelajaran yang diambil. Simak dan perhatikanlah dalil-dalil dari Al-Qur’an akan besarnya pengaruh nasihat yang tulus dan jujur, baik untuk yang menasihati juga untuk yang dinasihati. Simaklah dan perhatikan pula dalil-dalil berupa pengaruh yang sangat buruk dari orang-orang menyimpang dan para pengikutnya yang mengklaim sebuah nasihat.
Contoh dari Al-Qur’an akan besarnya pengaruh sebuah nasihat
Lihatlah contoh dari pengaruh nasihat yang tulus dari seseorang yang tidak memiliki kedudukan dan jabatan apapun. Bahkan, ia adalah seorang yang tidak dikenal datang dari pelosok kota untuk menasihati kaumnya.
Al-Baghawiy menuturkan, “Ia bernama Habib An-Najjar.” As-Suddiy berkata, “Ia adalah orang yang pendek.” Wahb berkata, “Ia adalah seorang yang bekerja sebagai penenun sutra. Ia memiliki sakit kusta. Rumahnya terletak di pojok gerbang kota.”[2]
Berdasarkan kisah di atas, Allah Ta’ala berfirman mengisahkan tentangnya di dalam Al-Qur’an,
وَجَآءَ مِنۡ أَقۡصَا ٱلۡمَدِينَةِ رَجُلٌ۬ يَسۡعَىٰ قَالَ يَـٰقَوۡمِ ٱتَّبِعُواْ ٱلۡمُرۡسَلِينَ ٱتَّبِعُواْ مَن لَّا يَسۡـَٔلُكُمۡ أَجۡرً۬ا وَهُم مُّهۡتَدُونَ
“Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki (Habib An-Najjar) dengan bergegas-gegas. Ia berkata, “Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu. Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu. Dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Yasin: 20-21)
Sampai kepada ayat yang Allah menjelaskan hasil yang indah untuknya.
قِيلَ ٱدۡخُلِ ٱلۡجَنَّةَۖ قَالَ يَـٰلَيۡتَ قَوۡمِى يَعۡلَمُونَ بِمَا غَفَرَ لِى رَبِّى وَجَعَلَنِى مِنَ ٱلۡمُكۡرَمِينَ
“Dikatakan (kepadanya), ‘Masuklah ke dalam surga.’ Ia berkata, ‘Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui, apa yang menyebabkan Rabbku memberi ampun kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan.’” (QS. Yasin: 26-27)
Simaklah contoh dari seorang mukmin lain yang gemar memberikan nasihat. Ia berasal dari keluarga Fir’aun. Allah Ta’ala kabarkan dalam firman-Nya,
وَقَالَ رَجُلٌ۬ مُّؤۡمِنٌ۬ مِّنۡ ءَالِ فِرۡعَوۡنَ يَكۡتُمُ إِيمَـٰنَهُ ۥۤ أَتَقۡتُلُونَ رَجُلاً أَن يَقُولَ رَبِّىَ ٱللَّهُ وَقَدۡ جَآءَكُم بِٱلۡبَيِّنَـٰتِ مِن رَّبِّكُمۡۖ وَإِن يَكُ ڪَـٰذِبً۬ا فَعَلَيۡهِ كَذِبُهُ ۥۖ وَإِن يَكُ صَادِقً۬ا يُصِبۡكُم بَعۡضُ ٱلَّذِى يَعِدُكُمۡۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَہۡدِى مَنۡ هُوَ مُسۡرِفٌ۬ كَذَّابٌ۬
“Dan seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir’aun yang menyembunyikan imannya berkata, ‘Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan, ‘Rabbku ialah Allah.’ Padahal, dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Rabbmu. Dan jika ia seorang pendusta, maka dialah yang menanggung (dosa) dustanya itu. Dan jika ia seorang yang benar, niscaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu.’ Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta.” (QS. Ghafir: 28)
Allah Ta’ala juga berfirman,
وَقَالَ ٱلَّذِىٓ ءَامَنَ يَـٰقَوۡمِ ٱتَّبِعُونِ أَهۡدِڪُمۡ سَبِيلَ ٱلرَّشَادِ
“Orang yang beriman itu berkata, ‘Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar.’” (QS. Ghafir: 38)
Sampai pada firman Allah Ta’ala yang mengabarkan bahwasanya Allah menolong dan menjaganya dari kaumnya Fir’aun,
فَوَقَٮٰهُ ٱللَّهُ سَيِّـَٔاتِ مَا مَڪَرُواْۖ وَحَاقَ بِـَٔالِ فِرۡعَوۡنَ سُوٓءُ ٱلۡعَذَابِ
“Maka, Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka. Dan Fir’aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk.” (QS. Ghafir: 45)
Demikianlah, di antara contoh dari Al-Qur’an akan besarnya pengaruh dari nasihat. Lihatlah akan balasan dan ganjaran yang diberikan oleh Allah Ta’ala bagi orang yang gemar memberikan nasihat. Begitu indah ganjaran yang Allah berikan kepada mereka.
Wallahul Muwaffiq
Kembali ke bagian 3: Keutamaan Menasihati Kaum Muslimin (Bag. 3)
Lanjut ke bagian 5: [Bersambung]
—
Depok, 13 Sya’ban 1445/23 Februari 2024
Penulis: Zia Abdurrofi
Artikel: Muslim.or.id
Catatan kaki:
[1] Lihat kitab ‘Ilamul Muwaqqi’in, 1:129 karya Al-Imam Ibnul Qoyyim.
[2] Lihat Tafsir Al-Baghawiy, 4:11.
Leave a Reply