Kota yang paling memperhatikan Al-Qur’an, baik dalam hal tilawah (pembacaan), hafalan, pembelajaran, maupun pengajaran adalah Madinah. Madinah juga merupakan kota Rasulullah ﷺ, tempat hijrah beliau, tempat tinggal para Muhajirin dan Ansar. Dari kota inilah, terlahir para imam qari dan ulama yang terkemuka. Di sekitar sudut-sudut Masjid Nabawi dan di lorong-lorongnya tersebar halaqah Al-Qur’an, tempat duduk para syekh untuk mengajarkan orang banyak dan memberikan mereka ijazah dalam bacaan Al-Qur’an, dengan sanad yang terhubung langsung kepada Rasulullah ﷺ.
Dan ketika kata “qari” untuk kota Rasulullah disebutkan, yang pertama kali terlintas di benak kita, setelah Rasulullah ﷺ dan sahabat-sahabatnya yang mulia, adalah Imam Nafi’ bin Abi Nu’aim rahimahulllah, salah satu dari tujuh qari. [1]
Berikut ini biografi singkat tentang beliau, yang merupakan bagian dari silsilah biografi al-qurra al-’asyarah (para pemilik qiraah yang sepuluh).
Nama lengkap
Nama beliau adalah Nafi’ bin Abdur Rahman bin Abi Nu’aim Al-Laitsi (maulahum), Al-Muqri Al-Madaniy.
نَافِعُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي نُعَيْمٍ الليثي مولاهم المقرئ المدني
Al-Madaniy, bukan berarti beliau penduduk asli kota Madinah. Beliau berasal dari Asbahan, kemudian tinggal dan terkenal di Madinah Al-Munawwarah.
Kunyah beliau adalah Abu Ruwaim ( أبو رويم ).
Ada yang menyebutkan bahwa kunyahnya adalah Abu Abdullah, dan ada yang menyebutkan lainnya. [2]
Sifat-sifat secara umum
Nafi’ bin Abi Nu’aim adalah salah satu dari Qurra’ Sab’ah.
Dia juga merupakan ahli fikih dan seorang yang banyak beribadah.
Al-Asma’i rahimahullah berkata,
كنت أجالس نافع بن أبي نعيم وكان من القراء الفقهاء العباد
“Saya sering duduk bersama Nafi’ bin Abi Nu’aim. Dan dia termasuk di antara qari yang juga ahli fikih dan ahli ibadah.” [3]
Syekh Abdul Fattah Al-Qadhi rahimahullah mengatakan, “Imam Nafi’ rahimahullah adalah seorang yang zuhud, dermawan, telah salat di Masjid Rasulullah ﷺ selama enam puluh tahun. Dia berkulit hitam, sangat hitam, asalnya dari Asbahan, berakhlak baik, berwajah tampan, dan memiliki selera humor.” [4]
Diriwayatkan bahwasanya ketika dia berbicara, aroma misk tercium dari mulutnya. Seseorang bertanya kepadanya, “Apakah kamu menggunakan minyak wangi setiap kali kamu duduk membacakan Al Qur’an kepada orang-orang?” Dia menjawab,
إِنِّي لَا أَقْرَبُ الطَّيبَ وَلَا أَمَسُّهُ، وَلِكُن رَّأَيْتُ فِيمَا يَرَى النَّائِمُ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ يَقْرَأُ فِي فِيَّ، فَمِن ذَلِكَ الوَقْتِ يُشَمُّ مِن فَمِي هَذِهِ الرَّائِحَةُ
“Saya tidak pernah menggunakan minyak wangi atau menyentuhnya. Suatu saat aku bermimpi bertemu dengan Rasulullah dan beliau membaca Al-Qur’an persis di depan lisanku. Sejak saat itu aroma ini tercium dari mulut saya.” [5]
Keadaannya bersama Al-Qur’an
Nafi’ bin Abi Nu’aim rahimahullah adalah imam dalam hal qiraah di Madinah. Kepemimpinan dalam mengajarkan qiraah berakhir padanya. Dan orang-orang sepakat atas qiraahnya dan memilihnya setelah generasi tabiin. Dia telah mencurahkan kemampuannya untuk membacakan dan mengajar Al-Qur’an selama lebih dari tujuh puluh tahun. Dia juga merupakan seorang yang berilmu tentang berbagai cara qiraah, dan mengikuti jejak para imam terdahulu di negerinya.
Sa’id bin Mansur rahimahullah mengatakan bahwasanya dia mendengar Malik bin Anas berkata,
قِرَاءَةُ أَهْلِ المَدِينَةِ سُنَّةٌ – أَي : مُخْتَارَةٌ
‘Qiraah orang-orang Madinah adalah sunah’ – yaitu, pilihan.
Ketika ditanya, “Qiraah Nafi’?” Dia menjawab, “Ya.”
Ketika Al-Laith bin Sa’d rahimahullah datang ke Madinah pada tahun seratus sepuluh Hijriyah, dia menemukan Nafi’ sebagai imam bagi orang-orang dalam qiraah, tidak terbantahkan.
Ibnu Mujahid rahimahullah berkata,
كان الإمام الذي قام بالقراءة بعد التابعين بمدينة رسول الله ﷺ نافع، وكان عالماً بوجوه القراءات، متبعا لآثار الأئمة الماضين ببلده
“Nafi’ merupakan imam yang menjadi panutan atas qiraah setelah generasi tabiin di kota Rasulullah ﷺ. Dia adalah seorang yang berilmu tentang berbagai cara qiraah, mengikuti jejak para imam terdahulu di negerinya.” [6]
Baca juga: Mengenal Ali bin Abi Thalib dan Menjadi Pertengahan dalam Memuliakan Beliau
Gurunya dalam qiraah
Nafi’ bin Abi Nu’aim rahimahullah mengambil bacaan (qiraah) pada sejumlah tabiin di Madinah. Dikisahkan bahwa ia membaca kepada tujuh puluh tabiin.
Dia mengambil bacaan Al-Qur’an dari Abdurrahman bin Hurmuz Al-A’raj, Abu Ja’far Yazid bin Al-Qa’qa’, Syaibah bin Nisah, Yazid bin Ruman, Muslim bin Jundub, Nafi’ Maula (bekas budaknya) Ibnu Umar, Amir bin Abdullah bin Az-Zubair, Abu Al-Zinad, Abdurrahman bin Al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakr, Muhammad bin Shihab Az-Zuhri, Salih bin Khuwat, dan lain-lain rahimahumullah.
Ibn Al-Jazari rahimahullah berkata,
قد تواتر عندنا أنه قرأ على الخمسة الأول
“Telah menjadi mutawatir bagi kami bahwa dia (Nafi’) membaca pada lima orang pertama.”
Ubaid bin Maymun At-Taban rahimahullah berkata bahwa Harun bin Al-Musayyib berkata kepadanya,
قراءة من تقرى؟ قلت: قراءة نافع قال: فعلى من قرأ نافع؟ قال: على الأعرج، وقال الأعرج: قرأت على أبي هريرة رضي الله عنه، وقال أبو هريرة قرأت على أبي بن كعب، وقال أبي: عَرَضَ على رسول الله القرآن وقال : أمرني جبريل أن أعرض عليك القرآن.
“Qiraah siapa yang kamu baca?” Saya menjawab, “Qiraah Nafi’.” Dia bertanya, “Pada siapa Nafi’ membaca?” Saya menjawab, “Pada Al-A’raj.” Dan Al-A’raj berkata, “Saya membaca pada Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.” Dan Abu Hurairah berkata, “Saya membaca pada Ubay bin Ka’b.” Dan Ubay radhiyallahu ‘anhu berkata, “Saya membaca Al-Qur’an kepada Rasulullah ﷺ .” Dan beliau bersabda, “Jibril memerintahkan saya untuk membacakan kepada Anda.”
Ibn Mujahid berkata,
وكان عبد الرحمن (الأعرج) قد قرأ على أبي هريرة وابن عباس رضي الله تعالى عنهما.
“Abdurrahman (Al-A’raj) telah membaca pada Abu Hurairah dan Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhuma.” [7]
Muridnya dalam qiraah
Nafi’ bin Abi Nu’aim telah mengajarkan Al-Qur’an kepada orang-orang dalam waktu yang panjang. Di antara mereka yang membaca kepadanya dari generasi pendahulu adalah Malik bin Anas, Ismail bin Ja’far, Isa bin Wardan Al-Hadha’, Sulaiman bin Muslim bin Jamaz rahimahumullah. Mereka merupakan orang-orang yang sebaya dengan Nafi’.
Selain itu, dia juga mengajarkan kepada Ishaq Al-Musayyibi, Al-Waqidi, Ya’qub bin Ibrahim bin Sa’d, Qalun, Warsh, Ismail bin Abi Uways (yang merupakan orang terakhir yang membaca kepadanya sebelum dia meninggal), Al-Asma’i, Abu Amr bin Al-Ala’, dan banyak lainnya rahimahumullah. [8]
Kedudukannya dalam ilmu hadis
Kedudukan Nafi’ bin Abi Nu’aim rahimahullah dalam ilmu periwayatan tidak seperti kedudukannya dalam mengajarkan dan membaca Al-Qur’an, dari sisi ketepatan dan hafalan. Oleh karena itu, orang-orang berbeda pendapat tentangnya. Ada yang menilainya tsiqah (kuat) dan ada yang menilainya lemah. Namun demikian, ia tetap dinilai maqbul (diterima) dalam periwayatan, meskipun adanya perbedaan pendapat tersebut. Para penulis kitab-kitab hadis tidak meriwayatkan darinya, sebagaimana dikatakan oleh Adz-Dzahabi.
An-Nasa’i rahimahullah berkata,
ليس به بأس
“Tidak ada masalah dengannya.”
Sementara Abu Hatim rahimahullah berkata,
صدوق صالح الحديث.
“Dia jujur, hadisnya baik.” [9]
Wafat
Nafi’ bin Abi Nu’aim rahimahullah dilahirkan sekitar tahun tujuh puluh Hijriyah, dan meninggal pada tahun seratus sembilan puluh enam Hijriyah di Madinah Al-Munawwarah, menurut pendapat yang benar.
Ketika mendekati ajalnya, anak-anaknya berkata kepadanya, “Berikan wasiat kepada kami.” Dia rahimahullah berkata,
فَاتَّقُوا اللهَ وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنِكُمْ وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
“Bertakwalah kepada Allah, perbaikilah hubungan antara kalian, dan taatilah Allah dan Rasul-Nya jika kalian benar-benar beriman.” (QS. Al-Anfal: 1) [10]
Semoga Allah mengampuni dan merahmati beliau.
Demikian, semoga Allah merahmati beliau dengan rahmat yang luas. Selawat dan salam atas Nabi Muhammad, keluarga, dan para sahabat beliau.
Baca juga: Biografi Ashim bin Abi An-Najud
***
23 Sya’ban 1445, Rumdin Ponpes Ibnu Abbas Assalafy Sragen
Penulis: Prasetyo, S.Kom.
Artikel: Muslim.or.id
Referensi:
Ma’rifatul Qurra’ Al-Kibar ‘ala Ath-Thabaqat wal A’shar, Imam Dzahabi, Muassasah Ar-Risalah, cet. ke-2, 1988 M.
Tariikhul Qurra Al-’Asyarah, Abdul Fattah Al-Qadhiy, Darul Ghautsaniy, cet. ke-2, 2022 M.
Tarjamatul Qurra’ ‘Asyr wa Ruwatihim Al-Masyhurin, Dr. Thaha Faris, Muassasah Ar-Rayyan, cet. ke-1, 2014 M.
Halus Salaf ma’al Qur’an, Prof. Dr. Badr bin Nashir Al-Badr, Darul Hadharah, cet. ke-2, 2018 M.
Catatan kaki:
[1] Halus Salaf ma’al Qur’an, hal. 374.
[2] Tarikhul Qurra’ Al-’Asyarah, hal. 25 dan Ma’rifatul Qurra Al-Kibar, hal. 107.
[3] Tarjamatul Qurra’ ‘Asyr, hal. 17.
[4] Tarikhul Qurra’ Al-’Asyarah, hal. 25.
[5] Ma’rifatul Qurra’ Al-Kibar, hal. 108-109.
[6] Tarjamatul Qurra’ ‘Asyr, hal. 17-18.
[7] Tarjamatul Qurra’ ‘Asyr, hal. 18-19.
[8] Ma’rifatul Qurra’ Al-Kibar, hal. 107-108 .
[9] Tarjamatul Qurra’ ‘Asyr, hal. 20-21.
[10] Ma’rifatul Qurra’ Al-Kibar, hal. 111 dan Taarikhul Qurra’ Al-’Asyarah, hal. 25.
Leave a Reply