Islam adalah agama yang mengajarkan tauhid, yaitu keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya Zat yang layak disembah. Dasar dari agama Islam terletak pada syahadatain, dua kalimat kesaksian yang menjadi pintu gerbang masuknya seseorang ke dalam agama Islam. Syahadatain terdiri dari dua bagian: Lailahaillallah dan Muhammadan Rasulullah.
Dua kalimat syahadat ini merupakan rukun pertama keislaman seseorang. Tatkala seseorang mengucapkan kesaksian syahadat, maka ia telah menerima segala konsekuensinya. Syahadat Lailahaillallah mengandung komitmen seorang yang mengucapkannya untuk menyembah hanya kepada Allah Ta’ala dan tidak membiarkan sedikit pun celah penghambaannya kepada makhluk. Begitu pula, syahadat Muhammadan Rasulullah yang mengandung komitmen seorang yang mengucapkannya untuk ittiba’ secara totalitas kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam khususnya dalam perkara ibadah kepada Allah Ta’ala.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ ، وَ إِقَامِ الصَّلَاةِ ، وَ إِيْتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَ حَجِّ الْبَيْتِ ، وَ صَوْمِ رَمَضَانَ
“Islam dibangun di atas lima: persaksian bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah dengan benar, kecuali Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah; mendirikan salat; menunaikan zakat; naik haji; dan puasa Ramadan.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu ‘Abdirrahman ‘Abdullah bin ‘Umar bin Al-Khaththab)
Tatkala seorang hamba mengucapkan dua kalimat syahadat, ia seakan terlahir kembali dengan sebuah janji suci yang terukir di dalam hatinya. Janji ini bukan sekadar lafaz yang terucap di bibir, melainkan ikrar yang mengikat jiwa untuk menjalani hidup dalam ketundukan total kepada Allah dan ittiba’ yang tulus kepada Rasul-Nya.
Dua kalimat yang tampak sederhana ini menyimpan kekuatan dahsyat yang mampu mengubah hidup seseorang, membimbingnya dari kegelapan menuju cahaya, dari kebingungan menuju kepastian. Dalam setiap kalimatnya, terdapat konsekuensi yang menuntut komitmen penuh, yang bila dipahami dan diamalkan, akan membentuk pribadi yang tangguh dan berakhlak mulia.
Makna syahadat Lailahaillallah
Lailahaillallah berarti “Tiada sesembahan yang berhak disembah, selain Allah.” Dengan mengucapkan kalimat ini, seorang Muslim menyatakan keyakinannya bahwa tidak ada Zat yang layak disembah, kecuali Allah. Konsekuensi dari syahadat ini adalah komitmen untuk mengesakan Allah dalam segala bentuk ibadah, baik itu salat, puasa, zakat, haji, maupun ibadah lainnya. Seorang muslim harus menjauhkan diri dari segala bentuk kesyirikan, yakni mempersekutukan Allah dengan makhluk-Nya.
Perhatikanlah, betapa keistimewaan yang dikaruniakan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang benar-benar komitmen untuk mentauhidkan Allah Ta’ala dengan ampunan sepenuh dosa yang dilakukan hamba. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ اْلأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيْتَنِي لاَ تُشْرِكُ بِي شَيْئاً لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً.
“Wahai bani Adam, seandainya engkau datang kepada-Ku dengan dosa sepenuh bumi, sedangkan engkau ketika mati tidak menyekutukan Aku sedikit pun juga, pasti Aku akan berikan kepadamu ampunan sepenuh bumi pula.” (HR. At-Tirmidzi no. 3540)
Ketika seorang muslim mengucapkan Lailahaillallah, ia berjanji untuk mengabdikan seluruh hidupnya hanya kepada Allah Ta’ala. Ini berarti semua tindakan, pikiran, dan tujuan hidupnya harus selaras dengan kehendak Allah. Seorang muslim harus menghindari semua bentuk penyembahan kepada makhluk, seperti berdoa kepada selain Allah, mempercayai ramalan nasib, atau menggantungkan harapan kepada benda-benda tertentu. Penghambaan total ini menuntut konsistensi dalam menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya.
Namun, perlu diingat bahwa kita wajib menyempurnakan rukun syahadat yang pertama ini. Rukun syahadat Lailahaillallah ada dua, yaitu:
Pertama: Peniadaan (an-nafyu), dalam ucapan “Lailaha”, yaitu membatalkan segala praktik kesyirikan dan mewajibkan kekafiran terhadap segala apa yang disembah selain Allah.
Kedua: Penetapan (al-itsbat), dalam ucapan “illallah”, yaitu menetapkan bahwa tidak ada Zat yang berhak disembah selain Allah dan mewajibkan pengamalan sesuai dengan konsekuensinya.
Terhadap dua rukun ini, Allah Ta’ala berfirman,
فَمَنْ يَّكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْۢ بِاللّٰهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقٰى لَا انْفِصَامَ لَهَا
“Barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat.” (QS. Al-Baqarah: 256)
Pada ayat tersebut, kalimat “فَمَنْ يَّكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ” merupakan makna dari “Lailaha”. Sedangkan kalimat “وَيُؤْمِنْۢ بِاللّٰهِ” merupakan makna dari “illallah”. Hal ini merupakan bagian dari banyaknya dalil yang menguatkan dua rukun syahadat yang harus dipenuhi oleh setiap muslim.
Makna syahadat Muhammadan Rasulullah
Muhammadan Rasulullah berarti “Muhammad adalah utusan Allah.” Dengan mengucapkan kalimat ini, seorang muslim mengakui bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah utusan Allah yang terakhir dan penutup para nabi. Konsekuensi dari syahadat ini adalah mengikuti ajaran dan sunah Rasulullah dalam setiap aspek kehidupan, terutama dalam peribadatan kepada Allah.
Sebagaimana umumnya, diketahui dari banyak dalil-dalil sahih bahwa syarat diterimanya ibadah ada dua, yaitu: ikhlas dan ittiba’. Terkait dengan ittiba’, Allah Ta’ala mewajibkan kita untuk menjadikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai sosok teladan yang diikuti.
Allah Ta’ala berfirman,
مَّن يُطِعِ ٱلرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ ٱللَّهَ ۖ وَمَن تَوَلَّىٰ فَمَآ أَرْسَلْنَٰكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا
“Barangsiapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (QS. An-Nisa: 80)
Ittiba’ berarti mengikuti secara totalitas. Seorang muslim yang mengucapkan Muhammadan Rasulullah harus mengikuti Rasulullah dalam semua aspek kehidupan, termasuk dalam beribadah, berakhlak, dan bermuamalah. Rasulullah adalah teladan yang sempurna bagi umat Islam, sehingga mengikuti beliau berarti meneladani perilaku, perkataan, dan sikap beliau dalam kehidupan sehari-hari. Seorang muslim harus menjadikan sunah Rasulullah sebagai pedoman utama setelah Al-Qur’an. Allah Ta’ala berfirman,
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْءَاخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21)
Terkhusus dalam perkara ibadah, telah sangat jelas dalam nas-nas yang sahih bahwa mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam perkara ibadah adalah prasyarat mutlak setelah ikhlas. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718)
Konsekuensi syahadatain
Mengucapkan syahadatain bukan sekadar pernyataan lisan, tetapi juga komitmen yang harus diwujudkan dalam tindakan nyata. Seorang muslim harus menaati segala perintah Allah dan Rasul-Nya serta menjauhi segala larangan-Nya. Ketaatan ini mencakup seluruh aspek kehidupan, dari cara beribadah hingga bagaimana berinteraksi dengan sesama. Seorang muslim yang taat akan selalu berusaha mengikuti syariat Islam dalam setiap langkahnya.
Menjaga keikhlasan adalah salah satu konsekuensi penting dari syahadatain. Ibadah seorang muslim harus dilakukan dengan ikhlas hanya untuk Allah, tanpa mencampurkannya dengan niat lain. Keikhlasan ini menjamin bahwa setiap amal ibadah yang dilakukan, diterima oleh Allah dan mendapatkan pahala yang sesuai. Oleh karena itu, seorang muslim harus selalu introspeksi diri dan memastikan bahwa niatnya murni dalam setiap perbuatan. Allah Ta’ala berfirman,
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS. Al Kahfi: 110)
Mengikuti sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan konsekuensi logis dari mengucapkan syahadat Muhammadan Rasulullah. Seorang muslim harus berusaha memahami dan mengamalkan sunah Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari. Sunah adalah panduan praktis dari Rasulullah yang mencakup segala aspek kehidupan, mulai dari cara beribadah hingga adab dalam berinteraksi dengan orang lain. Dengan mengikuti sunah, seorang muslim akan mendapatkan petunjuk yang jelas dalam menjalani hidupnya.
Rasulullah shalllallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَي اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ المَهْدِيِّيْنَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Aku berwasiat kepada kalian agar bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat, meskipun kalian dipimpin seorang budak. Sungguh, orang yang hidup di antara kalian sepeninggalku, ia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu, wajib atas kalian berpegang teguh pada sunahku dan sunah khulafaur rasyidin al-mahdiyyin (yang mendapatkan petunjuk dalam ilmu dan amal). Gigitlah sunah tersebut dengan gigi geraham kalian, serta jauhilah setiap perkara yang diada-adakan, karena setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Abu Daud no. 4607 dan Tirmidzi no. 2676. Ia berkata bahwa hadis ini hasan sahih. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih.)
Syahadatain adalah pondasi utama dalam agama Islam. Mengucapkannya berarti menerima segala konsekuensi dan tanggung jawab yang menyertainya. Seorang muslim harus senantiasa memperbarui komitmen ini dengan menjaga keimanan, ketaatan, dan ketulusan dalam beribadah kepada Allah serta mengikuti sunah Rasulullah. Dengan memahami dan mengamalkan syahadatain, seorang muslim akan memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.
***
Penulis: Fauzan Hidayat
Artikel: Muslim.or.id
Leave a Reply