Penjelasan Kitab Ta’jilun Nada (Bag. 8): Fi’il Mudhari (1)

Penjelasan Kitab Ta’jilun Nada (Bag. 8): Fi’il Mudhari (1)

Definisi Fi’il Mudhari’

Ibnu Hisyam mengatakan,

وَمُضَارِعٌ, وَيُعْرَفُ بِلَمْ, وَفْتِتَاحُهُ بِحَرْفِ مِنْ حُرُوْفِ نَأَيْتُ, نَحْوُ: نَقُوْمُ, وَأَقُوْمُ, وَيَقُوْمُ, وَتَقُوْمُ

Fi’il mudhari’ dikenal adanya huruf لَمْ (tidak). Fi’il mudhari’ tersebut terdapat huruf mudhara’ahنَأَيْتُ pada awal kata dan huruf tersebut berharakat fathah. Contohnya adalah:

نَقُوْمُ, وَأَقُوْمُ, وَيَقُوْمُ, وَتَقُوْمُ

Syekh Muhammad Ibn Shalih Al-Fauzan menjelaskan bahwasanya kata مُضَارِعٌ ma’thuf kepada kata مَاضٍ sebagaimana pembahasan yang telah disampaikan sebelumnya. Fi’il mudhari’ menunjukkan kepada peristiwa yang terjadi saat ini atau akan datang. Contohnya adalah:

يَفْهَمُ المُجِدُّ الدَّرْسَ

Orang yang bersungguh-sungguh tersebut telah memahami pelajaran.

Maka, kata yang bergaris bawah tersebut menunjukkan peristiwa memahami dan menunjukkan waktu (bisa saat ini atau akan datang).

Ciri Fi’il Mudhari’

Fi’il mudhari’ mempunyai satu ciri yang membedakan fi’il mudhari’ dengan fi’il madhi dan fi’il amr, yaitu: bisa didahului oleh huruf لَمْ (telah tidak). Contohnya adalah:

لَمْ أُقَصِّرْ بِوَاجِبِي

Aku tidak melalaikan pekerjaan rumahku.

Kata yang bergaris bawah tersebut adalah fi’il mudhari’.

Adapun perkataan Ibnu Hisyam,

وَفْتِتَاحُهُ بِحَرْفِ مِنْ حُرُوْفِ نَأَيْتُ

“Diawali huruf ن, أ, ي, ت (huruf mudhara’ah).”

Syekh Muhammad Ibn Shalih Al-Fauzan menjelaskan bahwasanya fi’il mudhari’ diawali oleh salah satu huruf mudhara’ah empat tersebut. Adapun penyebutan fi’il mudhari’ diawali oleh satu satu huruf yang empat tersebut bukanlah masuk ciri dari fi’il mudhari’. Kenapa? Karena keempat huruf tersebut juga bisa terdapat pada awal fi’il madhi. Adapun kedudukan kata فْتِتَاحُهُ pada matan yang disampaikan oleh Ibnu Hisyam tersebut berkedudukan sebagai mubtada (yang diterangkan/yang diinformasikan) dan kedudukan kata بِحَرْفِ sebagai khabar (keterangan/informasi). Fi’il mudhari’ selalu diawali salah satu huruf yang empat tersebut, yaitu أَنَيْتُ. Akan tetapi, bukanlah maksudnya kehadiran huruf tersebut pada awal fi’il mudhari’ menjadi tanda kedua fi’il mudhari’. Karena huruf tersebut juga bisa mengawali fi’il madhi.

Pengungkapan penyebutan macam-macam huruf mudhara’ah adalah نَأَيْتُ. Adapun makna dari نَأَيْتُ secara bahasa adalah: بَعُدْتُ (aku jauh). Seandainya Ibnu Hisyam menyebutkan pengungkapan macam-macam huruf mudhara’ah dengan ungkapan أَنَيْتُ yang bermakna أَدْرَكْتُ (Aku mendapatkan), pengungkapan tersebut lebih bagus dari sisi psikologis.

Persyaratan huruf-huruf  yang mengawali fi’il mudhari’

Pertama, huruf hamzah yang mengawali fi’il mudhari’ haruslah huruf hamzah tersebut menjadi mutakallim (orang pertama/yang berbicara). Contohnya adalah:

أَقُوْمُ

“Saya berdiri.”

Kata tersebut berbeda dengan kata:

أَكْرَمَ

“Dia telah memuliakan.”

Kata أَكْرَمَ tersebut adalah fi’il madhi. Huruf hamzah tersebut tidak menunjukkan kepada mutakallim أَنَا, akan tetapi fungsinya adalah muta’addi (menjadikan fi’il butuh objek).

Kedua, huruf nun yang mengawali  fi’il mudhari’ tersebut haruslah menunjukkan mutakallim أَنَا atau نَحْنُ atau untuk membesarkan diri sendiri. Contohnya adalah:

نَقُوْمُ

“Kami telah berdiri.”

Kata tersebut berbeda dengan:

نَرْجَسَ

Menuangkan ramuan obat (berasal dari bunga).

Maka, huruf nun dan kata tersebut bukanlah menunjukkan mutakallim. Contoh kata tersebut dalam kalimat adalah:

نَرْجَسَ خَالِدٌ الدَّوَاءَ

Maksud dari kalimat tersebut adalah:

جَعَلَ فِيهِ نِرْجَسًا

Khalid menuangkan ramuan ke dalam obat itu.”

Kata نَرْجَسَ tersebut adalah bunga yang mempunyai wangi yang semerbak. Kata tersebut adalah fi’il madhi.

Ketiga, huruf ya’ yang mengawali fi’il mudhari’ haruslah menunjukkan orang ketiga. Contohnya adalah:

يَقُوْمُ

“Dia berdiri.”

Huruf ya’ dan kata tersebut berbeda dengan kata berikut:

يَرْنَأَ

“Mewarnai.”

Huruf ya’ tersebut tidaklah menunjukkan orang ketiga. Contohnya adalah:

يَرْنَأْتُ الشَّيْبَ با اليُرَنَّاءِ

Aku mewarnai rambut yang beruban dengan inai.”

Kata tersebut adalah fi’il madhi.

Keempat, huruf ta’ yang mengawali fi’il mudhari’ tersebut haruslah menunjukkan orang kedua. Contohnya adalah:

تَقُوْمُ

“Kamu (laki-laki) berdiri.”

Huruf ta’ dan kata tersebut berbeda dengan kata berikut:

تَعَلَّمَ

Dia belajar.”

Maka, huruf ta’ tersebut adalah huruf tambahan yang menunjukkan muthawa’ah (menunjukkan akibat). Contohnya dalam kalimat adalah:

عَلَّمْتُ عَلِيًّا النَّحْوَ فَتَعَلَّمَهُ

Saya ajarkan Ali ilmu nahwu, sehingga Ali mempelajarinya.

Maka, huruf ta’ yang bergaris bawah tersebut bukanlah huruf mudhara’ah, akan tetapi huruf tersebut adalah huruf ta’ muthawa’ah (menunjukkan akibat). Kata tersebut adalah fi’il madhi.

***

Penulis: Rafi Nugraha

Artikel: Muslim.or.id

Source link


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *