Salaf saleh atau pendahulu yang baik merupakan sebutan bagi tiga generasi terbaik umat ini. Yaitu, para sahabat (Muhajirin dan Anshar), tabi’in (murid para sahabat), dan tabi’ut tabi’in (murid para tabi’in). Allah Ta’ala berfirman,
وَٱلسَّـٰبِقُونَ ٱلْأَوَّلُونَ مِنَ ٱلْمُهَـٰجِرِينَ وَٱلْأَنصَارِ وَٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُم بِإِحْسَـٰنٍۢ رَّضِىَ ٱللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا۟ عَنْهُ
“Dan orang-orang yang terdahulu dan pertama-tama, yaitu kaum Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada-Nya.” (QS. At-Taubah: 100)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
خيرُ الناسِ قرني ثم الذين يلونَهم ثم الذين يلونَهم
“Sebaik-baik manusia adalah di zamanku. Kemudian orang-orang yang mengikuti mereka. Kemudian berikutnya yang mengikutinya sesudahnya.” (HR. Bukhari)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
فإنه من يعش منكم فسيرى اختلافا كثيرا ، فعليكم بسنتي ، وسنة الخلفاء الراشدين المهديين عضوا عليها بالنواجذ ، وإياكم ومحدثات الأمور ، فإن كل بدعة ضلالة
“Barangsiapa yang hidup sepeninggalku, maka dia akan melihat banyak perselisihan. Oleh sebab itu, wajib atas kalian untuk mengikuti sunah/ajaranku dan sunah/ajaran Khulafa’ Ar-Rasyidin yang berpetunjuk. Gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham kalian. Jauhilah perkara-perkara yang diada-adakan. Sesungguhnya setiap bid’ah itu sesat.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi. Tirmidzi berkata, “Hadis hasan sahih.”)
Keutamaan Para Sahabat
Allah Ta’ala berfirman mengenai para sahabat dalam ayat-Nya,
لَّقَدْ رَضِىَ ٱللَّهُ عَنِ ٱلْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ ٱلشَّجَرَةِ
“Sungguh, Allah telah rida kepada orang-orang yang beriman, yaitu ketika mereka bersumpah setia kepadamu (Muhammad) di bawah pohon itu.” (QS. Al-Fath: 18)
Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan di dalam tafsirnya bahwa jumlah para sahabat yang ikut serta dalam sumpah setia/bai’at di bawah pohon itu (yang dikenal dengan Bai’atur Ridhwan) adalah 1400 orang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak akan masuk neraka seorang pun di antara orang-orang (para sahabat) yang ikut berbai’at di bawah pohon itu.” (HR. Muslim) (Lihat Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyah, hal. 469.)
Imam Bukhari membuat sebuah bab dalam Shahih-nya dengan judul, ‘Tanda Keimanan adalah Mencintai Kaum Anshar.’ (Lihat Fath Al-Bari, 1: 79.) Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
آيَةُ الإِيْمَانِ حُبُّ الأَنْصَارِ وَآيَــةُ النِّفَاقِ بُعْضُ الأَنْصَارِ
“Tanda keimanan adalah mencintai Anshar, sedangkan tanda kemunafikan adalah membenci Anshar.” (HR. Bukhari)
Dalam riwayat lain, dikatakan, “Tidaklah membenci Anshar seorang lelaki yang beriman kepada Allah dan hari akhir.” (HR. Muslim). Dalam riwayat lain lagi disebutkan, “Mencintai Anshar adalah keimanan dan membenci mereka adalah kemunafikan.” (HR. Ahmad)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Janganlah kalian mencela para sahabatku. Seandainya ada salah seorang dari kalian yang berinfak emas seberat gunung Uhud, maka tidak akan mengimbangi infak salah seorang di antara mereka, walaupun itu cuma satu mud/dua genggaman tangan, atau bahkan setengahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Adapun hadis yang populer, “Para sahabatku seperti bintang-bintang. Dengan siapa pun di antara mereka kamu meneladani, maka kalian akan mendapatkan petunjuk.” Ini merupakan hadis yang lemah. Al-Bazzar berkata, “Hadis ini tidak sahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan tidak pula terdapat dalam kitab-kitab hadis yang menjadi rujukan.” (lihat Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyah, hal. 468-469.)
Imam Abu Zur’ah Ar-Razi rahimahullah mengatakan, “Apabila kamu melihat ada seseorang yang menjelek-jelekkan salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka ketahuilah bahwa dia adalah seorang zindik. Hal itu dikarenakan menurut kita Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah membawa kebenaran. Demikian pula, Al-Qur’an yang beliau sampaikan adalah benar. Dan sesungguhnya yang menyampaikan kepada kita Al-Qur’an dan sunah-sunah ini adalah para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan sesungguhnya mereka (para pencela sahabat) hanyalah bermaksud untuk menjatuhkan kedudukan para saksi kita demi membatalkan Al-Kitab dan As-Sunnah. Maka, mereka itu lebih pantas untuk dicela, dan mereka itu adalah orang-orang zindik.” (lihat Qathful Jana Ad-Daani Syarh Muqaddimah Ibnu Abi Zaid Al-Qairuwani, hal. 161)
Wajibnya Mengikuti Jalan Mereka
Syekh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah mengatakan,
“Maka, mereka itu (sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in/salaf saleh, pent) adalah teladan bagi umat ini. Dan yang dimaksud manhaj mereka ialah jalan yang mereka berjalan di atasnya. Yaitu, dalam hal akidah mereka, dalam hal mu’amalah mereka, di dalam akhlak mereka, dan dalam segala urusan mereka. Itulah manhaj yang bersumber dari Al-Kitab dan As-Sunnah. Karena begitu dekatnya mereka (salaf saleh) dengan Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam, dan karena kedekatan mereka dengan masa turunnya wahyu. Dan karena mereka mengambilnya langsung dari Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh sebab itu, mereka menjadi generasi yang terbaik, dan manhaj/jalan mereka adalah sebaik-baik jalan …” (Lihat Manhaj As-Salaf Ash-Shalih wa Hajatul Ummah Ilaih, hal. 2-3)
Mengikuti jalan kaum salaf adalah wajib. Hal ini berdasarkan firman Allah,
وَمَن يُشَاقِقِ ٱلرَّسُولَ مِنۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ ٱلْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ ٱلْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِۦ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِۦ جَهَنَّمَ ۖ وَسَآءَتْ مَصِيرًا
“Barangsiapa menentang Rasul setelah jelas baginya petunjuk, dan dia mengikuti selain jalan orang-orang beriman, maka Kami akan membiarkan dia terombang-ambing dalam kesesatan yang dia pilih, dan Kami pun akan memasukkannya ke dalam Jahannam, dan sesungguhnya Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisa’: 115)
Dan tidaklah diragukan bahwa jalan para sahabat dan tabi’in adalah jalan kaum beriman yang harus diikuti. (Lihat Al-Mukhtashar Al-Hatsits, hal. 21.)
Imam Ahmad rahimahullah mengatakan, “Pokok-pokok sunah menurut kami adalah berpegang teguh dengan ajaran para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, berusaha meneladani mereka, dan meninggalkan bid’ah-bid’ah.” (Lihat Da’a’im Minhaj Nubuwwah, hal. 47-48.)
Imam Al-Ajurri rahimahullah berkata, “Ciri orang yang dikehendaki kebaikan oleh Allah adalah meniti jalan ini, Kitabullah dan sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, serta sunah para sahabatnya radhiyallahu ’anhum, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Dia mengikuti jalan para imam kaum muslimin yang ada di setiap negeri sampai para ulama yang terakhir di antara mereka; semisal Al-Auza’i, Sufyan Ats-Tsauri, Malik bin Anas, Asy-Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, Al-Qasim bin Sallam, dan orang-orang yang berada di atas jalan yang mereka tempuh serta dengan menjauhi setiap mazhab/aliran yang dicela oleh para ulama tersebut.” (lihat Da’a’im Minhaj Nubuwwah, hal. 49.)
Imam Al-Ajurri rahimahullah meriwayatkan dalam Asy-Syari’ah (hal. 127) dari Al-Walid bin Mazyad, dia berkata, Aku mendengar Al-Auza’i berkata, “Hendaklah kamu mengikuti jejak-jejam kaum salaf, meskipun orang-orang menolakmu. Dan jauhilah olehmu pendapat akal (ra’yu) manusia, meskipun mereka menghias-hiasinya dengan ucapan yang indah.” (Lihat Asy-Syari’ah, 1: 445)
***
Penulis: Ari Wahyudi, S.Si.
Artikel: Muslim.or.id
Leave a Reply