Bergantung kepada Ketetapan Allah di Tengah Himpitan Ekonomi

Bergantung kepada Ketetapan Allah di Tengah Himpitan Ekonomi

Krisis ekonomi global telah membawa dampak yang cukup berat bagi sebagian manusia, tidak terkecuali kita di Indonesia. Tidak jarang, kini kita melihat orang-orang yang dulunya diberi kenikmatan kekayaan dari Allah Ta’ala, tetapi kini sedang berjuang menghadapi ujian kekurangan dan kemiskinan. Baik disebabkan oleh kehilangan pekerjaan, kesulitan finansial, maupun ketidakpastian ekonomi. Kondisi demikian menuntut kita sebagai seorang mukmin untuk menyikapi ujian tersebut dengan bijak.

Tentu saja, kebijaksanaan di sini adalah mengetahui bagaimana seharusnya kita memaksimalkan ketergantungan dan tawakal kita kepada Allah Ta’ala kemudian mencari petunjuk dalam Al-Qur’an, hadis, dan contoh dari para salaf saleh dalam menyikapi berbagai ujian kehidupan.

Dampak Krisis Ekonomi

Krisis ekonomi seringkali membawa dampak yang luas dan beragam, mulai dari meningkatnya angka pengangguran hingga berkurangnya pendapatan keluarga. Dampak ini dirasakan oleh semua kalangan, dari pekerja harian hingga profesional di berbagai bidang. Ketidakstabilan ini tidak hanya mempengaruhi kondisi finansial, tetapi juga kesehatan mental dan emosional.

Banyak yang merasa cemas dan tertekan, menghadapi ketidakpastian yang seakan tiada ujung. Tidak sedikit pula yang mengambil keputusan untuk berpisah dari istri, lari dari kenyataan hidup yang pahit, hingga mengakhiri hidupnya sendiri sebab tidak kuasa menahan cobaan tersebut. Wal-‘iyadzubillah.

Padahal, telah jelas bahwa setiap ujian dan cobaan yang kita alami sudah ditetapkan oleh Allah dan sesuai dengan kadar kemampuan kita.  Allah Ta’ala berfirman,

لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۚ

Allah tidak membebani seseorang, melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)

Kita pun semestinya mengetahui bahwa ujian, cobaan, dan tantangan kehidupan dengan segala jenisnya merupakan keniscayaan dan sunatullah untuk kita hadapi dengan sebijaksana mungkin sebagai seorang mukmin. Perhatikan firman Allah Ta’ala,

وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَىْءٍ مِّنَ ٱلْخَوْفِ وَٱلْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِ ۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 155)

Saudaraku, yakinlah bahwa cobaan adalah bagian dari kehidupan yang harus dihadapi dengan sabar dan tawakal. Ketika kita menghadapi kesulitan ekonomi, hal pertama yang harus kita lakukan adalah menguatkan iman dan tawakal kepada Allah, serta mencari pertolongan-Nya dengan ikhtiar.

Sebuah Doa Mulia

Salah satu doa yang sangat dianjurkan untuk dibaca dalam menghadapi kesulitan adalah doa “يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيثُ” (Ya Hayyu Ya Qayyum, birahmatika astaghits).

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

ما يمنعُكِ أن تسمَعي ما أُوصيكِ به ؟ أن تقولي إذا أصبحْتِ و إذا أمسَيتِ : يا حيُّ يا قيُّومُ برحمتِك أستغيثُ ، أَصلِحْ لي شأني كلَّه ، و لا تَكِلْني إلى نفسي طرفةَ عَيْنٍ”

Apa yang menghalangimu untuk mendengar apa yang aku wasiatkan kepadamu? Yaitu, katakanlah ketika pagi dan petang, ‘Ya Hayyu Ya Qayyum, birahmatika astaghits. Ashlihliy sya’ni kullah, walaa takilniy ila nafsiy tharfata ‘ain.’ (Wahai Yang Mahahidup dan Yang Maha Berdiri Sendiri, dengan rahmat-Mu aku memohon pertolongan. Perbaikilah seluruh urusanku dan janganlah Engkau menyerahkanku kepada diriku sendiri walau sekejap mata).” (HR. An-Nasa’i dalam “As-Sunan Al-Kubra” no. 10405, Al-Bazzar no. 6368, dan Ibn As-Sunni dalam “‘Amal Al-Yaum Wal-Lailah” no. 48.)

Dalam riwayat lain, juga disebutkan bahwa ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menghadapi kesulitan, beliau membaca doa tersebut.

Anas radhiyallahu ‘anhu berkata,

كان إذا حَزَبَه أمْرٌ قال: يا حَيُّ يا قيُّومُ بِرَحْمتِك أسْتَغيثُ.

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menghadapi kesulitan, beliau berkata, ‘Ya Hayyu Ya Qayyum, birahmatika astaghits.’” (HR. At-Tirmidzi no. 3524 dengan lafaz ini, dan Ibn As-Sunni dalam “‘Amal Al-Yaum wal-Lailah” no. 337.)

Lihatlah, seorang manusia mulia yang telah maksum dan dijamin surga untuknya pun mengucapkan kalimat ini. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga diberikan berbagai ujian dan cobaan, bahkan 2 kali lipat lebih banyak dari umatnya.

Sa’ad bin Abi Waqqas radhiyallahu ‘anhu berkata,

يا رسولَ اللَّهِ أيُّ النَّاسِ أشدُّ بلاءً قالَ : الأنبياءُ ثمَّ الصَّالحونَ ثمَّ الأمثَلُ فالأمثَلُ منَ النَّاسِ يُبتَلى الرَّجلُ على حَسبِ دينِهِ فإن كانَ في دينِهِ صلابةٌ زيدَ في بلائِهِ وإن كانَ في دينِهِ رقَّةٌ خُفِّفَ عنهُ وما يزالُ البلاءُ بالعَبدِ حتَّى يمشيَ على ظَهْرِ الأرضِ ليسَ عليهِ خطيئةٌ

“Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling berat ujiannya?” Beliau menjawab, “Para nabi, kemudian orang-orang saleh, kemudian yang sebanding dan seterusnya. Seseorang diuji sesuai dengan kadar agamanya. Jika dalam agamanya terdapat kekuatan, maka ujiannya ditambah. Dan jika dalam agamanya terdapat kelemahan, maka ujiannya diringankan. Dan ujian akan terus menimpa seorang hamba hingga dia berjalan di muka bumi tanpa dosa.”[1]

Maka, kabar gembira pula bagi siapa pun yang diberikan ujian dan cobaan dari Allah Ta’ala. Karena beratnya cobaan tersebut berbanding lurus dengan level keimanan seseorang. Jika kita merasakan kesulitan dalam menghadapi tantangan kehidupan, maka itu pertanda bahwa Allah Ta’ala sedang menguji keimanan kita.

Maka, Rasulullah mengajarkan kita doa terbaik ketika menghadapi ujian. Renungkanlah doa tersebut. Permohonan seorang hamba kepada Rabbnya dengan rahmat-Nya yang luas. Khususnya dalam kondisi krisis ekonomi. Kita mengucapkan dan memohon kepada Allah dengan doa ini di waktu-waktu mustajab berdoa sebagai wujud dari ketergantungan kita kepada Allah Ta’ala bukan pada kemampuan kita sendiri.

Ketergantungan kepada Allah

Selain hadis tentang doa di atas, banyak dalil yang mengajarkan kita untuk bergantung pada Allah dalam segala urusan. Ingatlah bahwa ketakwaan dan ketergantungan kita hanya kepada Allah akan membawa kita pada jalan keluar dari segala kesulitan.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مَخْرَجًا

Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.” (QS. At-Talaq: 2)

Begitu juga dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

انظُروا إلى مَن هوَ أسفَلَ منكُم ولا تَنظُروا إلى من هوَ فوقَكم فإنَّهُ أجدَرُ أن لا تزدَروا نِعمةَ اللَّهِ

Lihatlah orang yang berada di bawahmu (dalam urusan dunia), dan jangan melihat orang yang berada di atasmu, agar kamu tidak meremehkan nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu.”[2]

Oleh karenanya, kita membutuhkan suatu kebiasaan (habit) untuk selalu bersyukur atas nikmat yang Allah berikan dan tidak terlalu fokus pada kekurangan kita. Syukur akan menjadikan kita merasa lebih tenang dan mampu melihat jalan keluar dari berbagai masalah kehidupan yang dihadapi.

Menghadapi Tantangan dengan Iman dan Kesabaran

Krisis ekonomi bukan hanya ujian finansial tetapi juga ujian yang merupakan bagian dari rencana Allah untuk menguatkan iman kita. Setiap kesulitan yang kita hadapi adalah kesempatan untuk menunjukkan kesabaran dan keimanan kita kepada Allah Ta’ala sebagaimana firman-Nya,

أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُتْرَكُوٓا۟ أَن يَقُولُوٓا۟ ءَامَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS. Al-Ankabut: 2)

Sikap terbaik dalam menghadapi berbagai ujian kehidupan adalah dengan berpegang teguh pada ajaran Islam sesuai dengan pemahaman salaf saleh, menghindari perbuatan yang dilarang Allah (sebab kemaksiatan bisa mendatangkan murka dan malapetaka), dan terus berdoa kepada Allah. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

تَعَرَّفْ إِلَى اللهِ فِي الرَّخَاءِ يَعْرِفْكَ فِي الشِّدَّ ةِ

Ingatlah Allah di waktu lapang, niscaya Allah akan mengingatmu di waktu susah.” (HR. At-Tirmidzi no. 2516)

Saudaraku, krisis ekonomi dan kesulitan pekerjaan adalah ujian yang berat, namun dengan ketergantungan yang kuat pada Allah Ta’ala, maka insyaAllah kita akan menemukan kekuatan dan solusi.

Doa “يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيثُ” adalah salah satu cara untuk menguatkan hubungan kita dengan Allah dan memohon bantuan-Nya dalam menghadapi segala bentuk kesulitan. Semoga Allah selalu memberikan kita kekuatan, kesabaran, dan jalan keluar dari setiap masalah yang kita hadapi.

Mari kita jadikan doa ini sebagai bagian dari keseharian kita, terutama di saat-saat sulit, agar kita selalu ingat bahwa hanya Allahlah tempat kita bergantung dan memohon pertolongan. Mudah-mudahan dengan demikian, kita akan merasakan ketenangan dan kekuatan yang datang dari-Nya, meskipun menghadapi tantangan sebesar apa pun.

Wallahu a’lam bish-shawab.

***

Penulis: Fauzan Hidayat

Artikel: Muslim.or.id

 

Catatan kaki:

[1] Sahih. Lihat Kitab Takhrij Al-Musnad lil-Shakir, 3: 45

[2] Sahih. Lihat Kitab Sahih Ibnu Majah, hal. 3358.

Source link


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *