Empat Overdosis Penyebab Hati Keracunan (Bag. 3)

Empat Overdosis Penyebab Hati Keracunan (Bag. 3)

Bagian 3: Overdosis Makan

Tahukah Anda, bahwa makan bisa mengotori dan meracuni hati? Bagaimana bisa?

Makan adalah kebutuhan mendasar bagi manusia untuk memastikan keberlangsungan hidup. Bagi seorang muslim, makan bukan hanya tentang suplai energi untuk tubuh saja, tetapi juga tentang mensyukuri nikmat yang telah diberikan Allah Ta’ala kepada kita dan mempergunakan energi yang didapat untuk beribadah kepada-Nya.

Makanan yang kita makan sangat berpengaruh pada tubuh dan kehidupan kita. Oleh karena itu, Islam mengatur perkara adab-adab yang berkaitan dengan makan. Allah pun memerintahkan untuk hanya memakan yang halal dan baik saja, sebagaimana dalam firman-Nya,

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ كُلُوا۟ مِمَّا فِى ٱلْأَرْضِ حَلَـٰلًۭا طَيِّبًۭا وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيْطَـٰنِ ۚ

Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan.” (QS. Al-Baqarah: 168)

Ayat di atas menjelaskan tentang harusnya mengonsumsi makanan yang halal lagi baik, baik secara zat, proses pembuatan, pengolahan, maupun cara memperolehnya. Namun, pada artikel kali ini, kita tidak akan membahas lebih dalam tentang kehalalan makanan ataupun merinci adab-adab makan, tetapi kita akan membahas bahwa makan bisa mengotori, bahkan sampai meracuni hati.

Pembahasan kali ini sebagai overdosis yang bisa menjadi racun hati yang ketiga, yaitu overdosis makan atau terlalu banyak makan atau makan berlebihan. Mari kita bahas lebih lanjut!

Bagaimanakah bentuk overdosis makan itu? Untuk mengetahui itu, hendaknya kita memahami terlebih dahulu arahan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terkait porsi makan pada perut yang benar. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Miqdam bin Ma’dikarib radhiyallahu ‘anhu, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ما مَلَأَ ابنُ آدَمَ وِعاءً شَرًّا من بَطنٍ، بحَسْبِ ابنِ آدَمَ أكَلاتٍ يُقِمْنَ صُلْبَه، فإنْ كانَ لا مَحالةَ؛ فثُلُثٌ لطَعامِه، وثُلُثٌ لشَرابِه، وثُلُثٌ لنَفَسِه.

Tidak ada wadah paling buruk yang diisi oleh anak keturunan Adam daripada perut. Cukup bagi anak keturunan Adam beberapa suap saja untuk menegakkan punggungnya. Jika memang tidak bisa (hanya segitu), maka sepertiga (perut) untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga untuk nafasnya.” (HR. Tirmidzi no. 2380, Ibnu Majah no. 3349, dan Ahmad no. 17186)

Ibnu Rajab rahimahullah mengomentari hadis ini dengan mengatakan, “Hadis ini adalah pondasi untuk seluruh ilmu kesehatan. Dan diriwayatkan bahwa Ibnu Masawaih, sang Dokter mengatakan tatkala membaca hadis ini, ‘Andaikan semua manusia menggunakan panduan ini, niscaya mereka semua akan selamat dari berbagai penyakit, lantas toko-toko obat akan bangkrut.’ Tidaklah kalimat ini diucapkan, melainkan karena asal muasal dari segala penyakit adalah kerakusan.” [1]

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah mengatakan dalam kitab Thibbun Nabawi-nya,

مراتب الغذاء ثلاثة: أحدها: مرتبة الحاجة, والثانية: مرتبة الكفاية, والثالثة: مرتبة الفضلة

Tingkatan makan ada tiga: Pertama, tingkatan butuh; Kedua, tingkatan cukup; dan Ketiga, tingkatan berlebihan.” [2]

Dari hadis yang disebutkan di atas, juga komentar dan perkataan ulama, dapat disimpulkan bahwa makan yang berlebihan adalah makan yang mengisi lebih dari sepertiga perut. Juga jika merujuk pada perkataan Ibnul Qayyim, maka makan yang berlebihan adalah makan yang sudah melebihi batas butuh (sekadar menghilangkan rasa kenyang) atau cukup (tidak sampai kekenyangan). Adapun selain keduanya, maka sudah masuk ke dalam kategori makan yang berlebihan.

Dewasa ini, seringkali kita temui fenomena makan berlebihan yang justru dinormalisasi, dari mulai konten-konten makan-makan di YouTube, konten challenging, dan semisalnya. Jika kita sudah mengetahui patokan kapan aktivitas makan dapat masuk ke dalam kategori overdosis makan atau makan yang berlebihan, juga kita sudah tahu, bahkan tanpa dijelaskan rinci bagaimana saja contohnya, lantas apa yang salah dengan makan yang berlebihan? Adakah suatu akibat buruk atau efek samping? Bagaimana bisa memengaruhi hati dan dapat menjadi racun untuk hati?

Dampak buruk makan berlebihan

Setidaknya dampak buruk dari makan yang berlebihan dapat dilihat dari dua sisi.

Dari segi kesehatan

Dari segi kesehatan, terlalu banyak makan dapat menimbulkan berbagai efek samping sampai penyakit. Paling minimalnya adalah tubuh yang sulit untuk bergerak dan menjadi malas melakukan apa-apa tatkala kekenyangan. Efek samping lain yang lebih besar adalah timbulnya penyakit, seperti: obesitas, kolesterol, gagal ginjal, dan lain sebagainya, yang tidak lain dan tidak bukan bahwa salah satu faktor terbesarnya adalah terlalu banyak makan.

Dari segi agama

Adapun dari segi agama, maka ada beberapa dampak buruk yang ditimbulkan dari makan yang berlebihan.

Pertama: Melanggar anjuran yang disyariatkan Allah secara jelas dalam kitab-Nya dan berdampak akan tidak disukai oleh-Nya. Allah Ta’ala  berfirman,

وَكُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ وَلَا تُسْرِفُوٓا۟ ۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلْمُسْرِفِينَ

Dan makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.” (QS. Al-A’raf: 31)

Kedua: Membutakan hati dan membuatnya menjadi keras. Abu Sulaiman Ad-Darani berkata,

إن النفس إذا جاعت وعطشت صفا القلب ورق، وإذا شبعت عمي القلب

Sesungguhnya jiwa itu tatkala lapar dan haus, hatinya akan bersih dan lembut. Dan tatkala kenyang, hatinya akan menjadi buta.

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah juga berkata,

قسوة القلب من أربعة أشياء إذا جاوزت قدر الحاجة: الأكل والنوم والكلام والمخالطة

Kerasnya hati disebabkan oleh 4 hal ini bilamana melebihi kebutuhan (batas wajar), yaitu: makan, tidur, bicara, dan bergaul.[3]

Ketiga: Menjadi malas beribadah, dan ini adalah salah satu efek lanjutan dari buta dan kerasnya hati, juga bisa dikatakan sebagai bentuk sakitnya hati. Syekh Dr. Ahmad Farid menuturkan,

وفضول الطعام داع إلى أنواع كثيرة من الشر, فإنه يحرك الجوارح إلى المعاصي ويثقلها عن الطاعات والعبادات, وحسبك بهذين شرأ

Terlalu banyak makan berefek pada banyak keburukan yang banyak sekali, karena sungguh (terlalu banyak makan) akan menggerakkan tubuh untuk melakukan maksiat dan juga memberatkan tubuh untuk melakukan ketaatan dan ibadah. Dan dua hal ini cukup menjadi keburukan.

Dalam beberapa atsar diriwayatkan sebuah perkataan,

إذا امتلأت المعدة نامت الفكرة، وخرست الحكمة، وقعدت الأعضاء عن العبادة

Ketika perut penuh (kekenyangan), maka akal pikiran akan tertidur, kebijaksanaan akan terbungkam, serta anggota tubuh akan tertahan dari beribadah.

Betapa perihal perut dan makanan adalah hal yang krusial terutamanya karena berpengaruh pada kesehatan hati. Dosa yang didapat dari melanggar perintah Allah, hati yang menjadi keras, tubuh yang malas beribadah, juga tubuh yang lebih suka melakukan maksiat. Semua itu seharusnya sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan kepada kita bahaya “overdosis” makan yang menjadi topik utama ada pembahasan ini.

Bahkan, setan lebih suka dan lebih mudah menggoda seseorang ketika seseorang itu dalam keadaan kenyang. Siapa saja yang bisa menjaga dirinya dari nafsu makan yang porsinya melebihi porsi secukupnya, maka ia telah menjaga dirinya dari keburukan yang sangat besar.

Untuk itu, Ibrahim bin Adham pernah berkata,

من ضبط بطنه ضبط دينه ومن ملك جوعه ملك الأخلاق الصالحة فإن معصية الله بعيدة عن الجائع قريبة من الشعبان

Barangsiapa yang dapat menjaga perutnya, maka ia telah menjaga agamanya. Dan barangsiapa yang memiliki rasa lapar, maka ia telah memiliki akhlak yang baik. Karena sungguh maksiat kepada Allah itu jauh dari orang yang lapar dan justru dekat dengan orang yang kenyang.”

Sebagai muslim, tidaklah selayaknya bagi kita untuk berlebihan dalam makan, yang mana hal tersebut hanyalah pemuas nafsu sesaat untuk dampak negatif yang parah dan berat. Bukankah kita tidak mau semangat ibadah dan berbagai kesempatan baik kita hilang begitu saja karena kita makan terlalu banyak? Sebagai percontohan, ada beberapa anjuran dan keteladanan yang perlu kita ketahui.

Disebutkan dalam beberapa riwayat bahwa dahulu pemuda-pemuda Bani Israil biasa beribadah, dan apabila mereka berbuka puasa atau makan, salah seorang dari mereka menyerukan kepada yang lainnya, “Janganlah kalian banyak makan, kemudian akan banyak minum, kemudian akan banyak tidur, kemudian (karena hal-hal tersebut) kalian akan banyak merugi.”

Perlu kita ketahui juga, bahwa teladan dan panutan kita serta keluarganya juga sudah mencontohkan perihal makan yang tidak terlalu banyak sampai kekenyangan. Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Ummul Mukminin, Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata,

ما شَبِعَ آلُ مُحَمَّدٍ ﷺ مُنْذُ قَدِمَ المَدِينَةَ مِن طَعامِ البُرِّ ثَلاثَ لَيالٍ تِباعًا، حتّى قُبِضَ

Keluarga Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sama sekali tidak pernah makan gandum sampai kenyang semenjak datang ke Madinah selama tiga malam berturut-turut sampai meninggal.” (HR. Bukhari no. 6454 dan Muslim no. 2970)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga telah memberi anjuran agar makan secukupnya dengan beberapa suap saja selain hadis yang telah disampaikan di awal. Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu yang menjelaskan bahwa porsi makan satu orang bisa untuk mencukupi lebih dari satu orang,

طَعامُ الواحِدِ يَكْفِي الاثْنَيْنِ، وَطَعامُ الاثْنَيْنِ يَكْفِي الأرْبَعَةَ، وَطَعامُ الأرْبَعَةِ يَكْفِي الثَّمانِيَةَ

Porsi makan satu orang dapat mencukupi dua orang, sedangkan porsi makan dua orang dapat mencukupi empat orang, dan porsi makan empat orang dapat mencukupi delapan orang.” (HR. Muslim no. 2059)

Perkara perut memang bukanlah perkara yang mudah, tetapi masih bisa dikendalikan. Tidak ada kata terlambat dan tidak mungkin bagi kita untuk mengubah pola dan mengendalikan nafsu makan kita, agar kita tidak terjerumus ke dalam bahayanya, baik dari segi kesehatan maupun dari segi agama. Dan yang terpenting, kita telah diberi anjuran dan dicontohkan keteladanan oleh junjungan kita Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Terakhir, mengenai nafsu perut yang membuat terlalu banyak makan, ada sebuah perkataan yang semoga dapat menjadi pengingat bagi kita,

من كانت همته ما يدخل في بطنِهِ, كانت قِمّته ما يخرج من بطنِهِ

Barangsiapa yang orientasi perhatiannya adalah apa yang masuk ke perutnya, maka hasilnya (sama seperti) apa yang keluar dari perutnya.

Semoga yang sedikit ini bermanfaat dan semoga Allah selalu memberi taufik kepada kita semua agar dapat dan tetap dapat mengendalikan nafsu makan, sehingga hal makan sebagai hal sentral dalam kebutuhan hidup tidak menjadi bumerang yang malah menyerang tubuh, hati, dan agama kita.

***

Penulis: Abdurrahman Waridi Sarpad

Artikel: Muslim.or.id

 

Catatan kaki:

[1] Jami’ul Ulum wal Hikam, hal. 424.

[2] Thibbun Nabawi, hal. 13.

[3] Syarhu Kitabil Fawa’id.

Source link


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *