Sifat Mulia dan Syahidnya Beliau

Sifat Mulia dan Syahidnya Beliau

Sifat mulia Thalhah

Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu ’anhu merupakan sahabat mulia yang telah dikabarkan akan syahidnya. Ia juga merupakan salah satu dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga. Thalhah juga merupakan sahabat yang membersamai dan melindungi Rasulullah di perang Uhud ketika kaum musyrikin membalikkan keadaan dan mengepung kaum muslimin.

Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu ’anhu merupakan seorang sahabat dengan adab yang mulia terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Adab Thalhah yang mulia tersebut sangat tampak ketika perang Uhud terjadi. Syekh Mahmud Al-Mishri dalam kitab Ashabu Rasulillahi shallallahu ’alaihi wasallam berkata,

يظهر ذلك جليًا أثناء انسحاب رسول الله ﷺ أحد ؛ قال ابن إسحاق : نهض رسول الله إلى الصخرة من الجبل ليعلوها ، وكان قد بدن وظاهر بين درعين، فلما ذهب لينهض لم يستطع، فجلس تحته طلحة بن عبيد الله حتى استوى عليها لقد أصاب العرج إحدى رجلى طلحة رضى الله عنه أثناء دفاعه عن النبي ﷺولما حمل طلحة النبي ﷺ

كلف استقامة المشى أدباً مع رسول الله ﷺ ، لئلا يشق على النبي ﷺ

فاستوت رجله العرجاء لهذا التكلُّف، فشفى من العرج

Hal tersebut (adab Thalhah) tampak dengan jelas ketika Rasulullah mundur dari peperangan Uhud. Ibnu Ishaq berkata, ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bangkit menuju batu besar di bukit untuk menaikinya. Ketika itu, tubuh beliau sudah melemah dan mengenakan dua lapis baju besi. Ketika berusaha menaikinya, beliau tidak mampu. Maka, duduklah Thalhah bin Ubaidillah di bawahnya hingga beliau bisa menaiki bukit tersebut. Ketika itu, salah satu kaki Thalhah radhiyallahu ’anhu terluka ketika melindungi Nabi shallallahu ’alaihi wasallam. Ketika Thalhah membawa Nabi shallallahu ’alaihi wasallam, ia paksakan untuk berjalan dengan normal sebagai adab terhadap Rasulullahi shallallahu ‘alaihi wasallam, agar tidak memberatkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketika Thalhah paksakan untuk berjalan normal ketika kakinya sakit, maka kakinya malah sembuh dari rasa sakit.’

Selain merupakan seorang sahabat yang merupakan pejuang yang gigih di medan perang dan selalu berusaha mencari syahid di setiap peperangan, Thalhah juga memiliki sifat-sifat mulia lainnya yang patut diteladani. Thalhah bin Ubaidillah merupakan salah satu sahabat yang terkenal dermawan dan selalu menginfakkan hartanya. Thalhah merupakan seorang yang hatinya tidak tenang ketika di tangannya ada harta yang banyak hingga ia menyedekahkan sebagian besar dari hartanya.

Syekh Mahmud Al-Mishri menyebutkan beberapa kisah kedermawanan Thalhah di kitab Ashabu Rasulillahi shallallahu ‘alaihi wasalam,

عن موسى عن أبيه) طلحة (أنه أتاه مال من حضرموت سبع مئة ألف، فبات ليلته يتململ فقالت له زوجته :ما لك؟ قال تفكرت منذ الليلة، فقلت: ما ظن رجل بربه يبيت وهذا المال في بيته؟ قالت: فأين أنت عن بعض أخلائك فإذا أصبحت، فادع بجفان وقصاع فقسمه فقال لها : رحمك الله إنك موفقة بنت موفق، وهي أم كلثوم بنت الصديق، فلما أصبح، دعا بجفان، فقسمها بين المهاجرين والأنصار، فبعث إلى على منها بجفنة، فقالت له زوجته :أبا محمد ! أما كان لنا في هذا المال من نصيب؟ قال: فأين كنت منذ اليوم؟ فشأنك بما بقى قالت: فكانت صرة فيها نحو ألف درهم

“Dari Musa, dari ayahnya (Thalhah) bahwasanya ia telah membawa harta dari Hadramaut sebanyak tujuh ratus ribu (dirham). Ketika malam hari, ia gelisah tidak bisa tidur, maka istrinya berkata padanya, ‘Ada apa denganmu?’ Thalhah berkata, ‘Aku terpikirkan suatu hal sejak malam.’ Aku (Thalhah) berkata, ‘Apa dugaan seorang hamba terhadap Rabbnya, ia bermalam sementara harta ini ada di rumahnya?’ Maka, istrinya berkata, ‘Apakah engkau lupa pada sahabat-sahabatmu? Ketika pagi tiba, mintalah nampan dan mangkuk besar dan bagikanlah.’ Maka, Thalhah berkata, ‘Semoga Allah merahmatimu. Sesungguhnya kamu adalah orang yang diberi taufik, anak perempuan dari orang yang diberi taufik.’ Dia adalah Ummu Kultsum binti As-Shiddiq. Tatkala pagi tiba, ia meminta nampan-nampan dan membagikan harta tersebut kepada para Muhajirin dan Anshar. Ia mengirimkan satu nampan untuk Ali (bin Abi Thalib). Istrinya berkata pada Thalhah, ‘Abu Muhammad! Apakah kita dapat bagian dari harta ini?’ Thalhah berkata, ‘Ke mana saja engkau hari ini? Bagianmu apa yang tersisa.’ Ia berkata, ‘Yang tersisa adalah sebuah kantong yang isinya seribu dirham.’”

Beliau juga menyebutkan kisah lain tentang kedermawan Thalhah,

وعن سعدى بنت عوف المرية قالت: دخلت على طلحة يوما وهو خاثر فقلت: ما لك؟ لعل رابك من أهلك شيء؟ قال: لا والله ونعم خليلة المسلم أنت، ولكن مال عندى قد غمنى. فقلت: ما يَغُمك ؟ عليك بقومك، قال: يا غلام !ادع لی قومی فقسمه فيهم فسألت الخازن كم أعطى؟ قال: أربع مئة ألف

“Dari Su’da binti Auf Al-Muriyyah, ia berkata, ‘Suatu hari aku menemui Thalhah dan ia dalam keadaan tidak bersemangat.’ Maka, aku berkata, ‘Ada apa denganmu? Barangkali ada sesuatu dari keluargamu yang membuatmu bimbang?’ Thalhah berkata, ‘Demi Allah tidak ada, sebaik-baiknya teman seorang muslim adalah kamu, akan tetapi harta yang ada padaku yang membuatku gelisah.’ Aku bertanya, ‘Untuk apa kamu gelisah? Bagikan saja pada kaummu.’ Thalhah berkata, ‘Wahai pelayan! Panggilkan kaumku.’ Lalu, ia membagikan harta tersebut pada mereka. Maka, aku bertanya pada pelayan, ‘Berapa yang diberikan?’ Ia berkata, ‘Empat ratus ribu.’ “

Kisah kedermawanan Thalhah lainnya yang Syekh sebutkan adalah,

وعن الحسن البصرى أن طلحة بن عبيد الله باع أرضاً له بسبع مئة ألف. فبات أرقا من مخافة ذلك المال، حتى أصبح ففرقه

Dari Hasan Al-Bashri bahwasanya Thalhah bin Ubaidilah menjual tanah miliknya seharga tujuh ratus ribu. Maka, ia tidak bisa tidur karena harta tersebut, hingga pada pagi hari ia membagikannya.

Itulah beberapa sifat mulia yang dimiliki Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu ’anhu yang sepatutnya untuk ditiru oleh kaum muslimin.

Syahidnya Thalhah

Setelah Utsman bin Affan radhiyallahu ’anhu terbunuh, kaum muslimin terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok Aisyah radhiyallahu ’anha yang menuntut terhadap darah Utsman dan kelompok Ali bin Abi Thalib yang memilih untuk menunda tuntutan tersebut karena keadaan yang belum stabil dan banyaknya jumlah pembunuh Utsman.

Ketika dua kelompok tersebut bertemu untuk berunding, para pemberontak yang membunuh Utsman melakukan makar karena mereka merasa tidak aman. Hal tersebut menimbulkan kesalahpahaman di antara dua kelompok tersebut sehingga terjadilah perang Jamal.

Ketika perang tersebut terjadi, Thalhah dan Zubair bin Awwam radhiyallahu ’anhuma memutuskan untuk tidak ikut perang tersebut karena melihat Ammar bin Yasir radhiyallahu ’anhu berada di barisan Ali bin Abi Thalib. Keduanya teringat sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap Ammar radhiyallahu ’anhu.

تقتلك الفئة الباغية

“Engkau akan terbunuh oleh kelompok pemberontak.” (HR. Muslim)

Akan tetapi, ketika Thalhah dan Zubair mundur dari peperangan keduanya terbunuh. Zubair terbunuh oleh Amr bin Jurmuz yang membunuh Zubair dengan cara yang licik ketika Zubair bin Awwam mundur dari peperangan. Adapun Thalhah, ia terkena panah oleh Marwan bin Hakam. Thalhah terkena panah pada lututnya dan lukanya terus mengalirkan darah hingga Thalhah bin Ubaidillah pun syahid ketika itu.

Gugurnya Thalhah bin Ubaidillah pada insiden ini membuat Ali bin Abi Thalib dan Aisyah radhiyallahu ’anhuma menyesal atas kejadian tersebut. Dari Thalhah bin Mutharif,

أن عليا انتهى إلى طلحة وقد مات، فنزل عن دابته وأجلسه ومسح الغبار عن وجهه ولحيته، وهو يترحم عليه، وقال:ليتني مت قبل هذا بعشرين سنة

“Ali mendekati Thalhah dan ia telah meninggal. Ia pun turun dari tunggangannya, lalu mendudukkan Thalhah, lalu mengusap debu dari wajah dan janggutnya. Ali pun mendoakan rahmat untuknya. Ali berkata, “Seandainya aku mati dua puluh tahun sebelumnya.” (Diriwayatkan oleh Thabrani dan sanadnya hasan)

Dengan ini, berakhirlah kisah Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu ’anhu, seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang mulia.

[Selesai]

***

Penulis: Firdian Ikhwansyah

Artikel: Muslim.or.id

 

Sumber:

Kitab Ashabu Rasulillah shallallahu ‘alaihi wasallam, karya Syekh Mahmud Al-Mishri

Source link


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *