قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
“Katakanlah kepada orang-orang yang beriman, “Hendaklah mereka menahan (menundukkan) pandangannya dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An-Nur: 30)
وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
“Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan (menundukkan) pandangannya dan menjaga kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak dari padanya.” (QS. An-Nur: 31)
Menundukkan pandangan mata merupakan ibadah yang memiliki banyak keutamaan. Para ulama menyebutkan beberapa faidah dan keutamaan dari menundukkan pandangan, yaitu:
Pertama, menundukkan pandangan merupakan bentuk menjalankan perintah Allah Ta’ala. Allah-lah yang memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk menundukkan pandangannya, sebagaimana firman Allah dalam surah An-Nur ayat 30 dan 31 di atas.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata ketika menjelaskan ayat di atas,
هذا أمر من الله تعالى لعباده المؤمنين أن يغضوا من أبصارهم عما حرم عليهم، فلا ينظروا إلا إلى ما أباح لهم النظر إليه ، وأن يغضوا أبصارهم عن المحارم
“Ini adalah perintah dari Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk menjaga (menundukkan) pandangan mereka dari hal-hal yang diharamkan atas mereka. Maka janganlah memandang kecuali memandang kepada hal-hal yang diperbolehkan untuk dipandang. Dan tahanlah pandanganmu dari hal-hal yang diharamkan.” (Tafsir Ibnu Katsir, 6: 41)
Kedua, dia telah melaksanakan perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berwasiat kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu,
يَا عَلِيُّ لا تُتْبِعْ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ فَإِنَّ لَكَ الأُولَى وَلَيْسَتْ لَكَ الآخِرَةُ
“Wahai Ali, jangan ikuti pandangan (pertama) dengan pandangan (berikutnya). Karena pandangan pertama itu milikmu (tidak berdosa atau dimaafkan), sedangkan pandangan berikutnya itu bukan milikmu (berdosa).” (HR. Tirmidzi no. 2701, dan hadis ini terdapat dalam Shahih Al-Jami’, no. 7953)
Artinya, jika seseorang tanpa sengaja melihat yang haram, yang tidak halal untuk dia lihat, maka jangan ikutkan dengan pandangan berikutnya, namun segera tundukkan pandangan. Oleh karena itu, ketika seseorang menundukkan pandangannya, hal itu bukti bahwa dia mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan menjalankan perintah dan wasiat beliau.
Ketiga, orang yang menundukkan pandangan, maka hatinya akan menjadi suci. Sebagaimana firman Allah Ta’ala yang telah disebutkan di atas,
ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ
“Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka.”
Hati lebih suci, sehingga menjadi lebih khusyuk dalam beribadah kepada Allah. Lebih suci sehingga lebih jauh dari kemaksiatan dan lebih sering mengingat akhirat.
Keempat, orang yang menundukkan pandangan berarti memiliki akhlak yang mulia. Bahkan hal ini telah diketahui dan dipraktikkan oleh orang-orang jahiliyah dulu. Mereka menundukkan pandangan ketika istri tetangga keluar rumah, karena mereka tahu bahwa mengumbar pandangan ke istri tetangga merupakan akhlak (adab) yang buruk.
Kelima, di antara faidah menundukkan pandangan adalah meringankan hisab pada hari kiamat. Karena kita semua akan dihisab, dan di antara yang akan dihisab adalah apa yang kita pandang dan kita lihat. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولـئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Isra’: 36)
Sekian banyak yang kita lihat, sekian banyak yang kita tonton, semua akan tercatat dalam catatan amal kita. Ketika seseorang menundukkan pandangannya, maka yang tercatat adalah amalan-amalan saleh. Karena dari setiap pandangan yang dia tundukkan, dia akan mendapatkan pahala dari sisi Allah Ta’ala.
Keenam, di antara keutamaan lainnya adalah Allah akan memberikan cahaya pada hati seseorang. Hal ini sebagaimana faidah menundukkan pandangan yang disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah. Beliau mengambil faidah ini karena setelah Allah Ta’ala menyebutkan perintah menundukkan pandangan dalam surah An-Nur, kemudian melewati beberapa ayat, lalu menyebutkan firman-Nya,
اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِن شَجَرَةٍ مُّبَارَكَةٍ زَيْتُونِةٍ لَّا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ نُّورٌ عَلَى نُورٍ يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَن يَشَاءُ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah adalah seperti sebuah lubang yang tidak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkah, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki. Dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nur: 35)
Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa dengan menundukkan pandangan, hati seorang mukmin akan semakin bercahaya, semakin kuat imannya, dan semakin menambah ketakwaannya kepada Allah Ta’ala.
Ketujuh, menundukkan pandangan merupakan bentuk seseorang bersyukur kepada Allah. Karena setiap nikmat yang datang dari Allah, harus kita syukuri. Dan di antara bentuk bersyukur kepada Allah adalah kita gunakan nikmat tersebut untuk ketaatan kepada Allah Ta’ala, bukan untuk maksiat kepada-Nya. Dan sangat sedikit orang yang bersyukur kepada Allah dengan menjaga pandangannya. Buktinya, Allah Ta’ala berfirman,
وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ قَلِيلًا مَا تَشْكُرُونَ
“Dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” (QS. As-Sajdah: 9)
Namun sebagian kita justru menggunakan kedua matanya untuk bermaksiat kepada Allah Ta’ala. Bahkan sebagian di antara kita duduk berjam-jam untuk melihat hal yang diharamkan oleh Allah Ta’ala, tanpa peduli lagi dengan adanya hari kebangkitan. Bayangkan saja jika seseorang duduk setengah jam saja setiap harinya untuk bermaksiat dengan kedua matanya, lalu bagaimana jika sudah sebulan, setahun, dan seterusnya? Tiba-tiba dia dikagetkan ketika dibuka catatan amalnya pada hari kiamat kelak. Apakah kita rida ketika dibuka catatan amal kita pada hari kiamat kelak lalu isinya adalah menonton film ini, film itu, melihat ini dan itu, dan seterusnya?
Kedelapan, di antara faidah menjaga pandangan adalah seseorang terjauhkan dari perbuatan zina. Karena kita tahu bahwa di antara sebab zina adalah mengumbar pandangan. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَا، مُدْرِكٌ ذَلِكَ لَا مَحَالَةَ، فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ، وَالْأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الِاسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلَامُ، وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
“Sesungguhnya Allah telah menetapkan atas diri anak keturunan Adam bagiannya dari zina. Dia mengetahui yang demikian tanpa dipungkiri. Mata bisa berzina, dan zinanya adalah pandangan (yang diharamkan). Zina kedua telinga adalah mendengar (yang diharamkan). Lidah (lisan) bisa berzina, dan zinanya adalah perkataan (yang diharamkan). Tangan bisa berzina, dan zinanya adalah memegang (yang diharamkan). Kaki bisa berzina, dan zinanya adalah ayunan langkah (ke tempat yang haram). Hati itu bisa berkeinginan dan berangan-angan. Sedangkan kemaluan membenarkan yang demikian itu atau mendustakannya.” (HR. Bukhari no. 6243 dan Muslim no. 2657. Lafadz hadits di atas milik Muslim)
Maka di antara hal-hal yang bisa mengantarkan kepada zina adalah memandang. Semoga Allah Ta’ala mudahkan kita untuk menundukkan pandangan kita dan memudahkan hisab kita di akhirat kelak.
***
“Menulis adalah nasihat untuk diri sendiri, sebelum nasihat untuk orang lain.”
@25 Dzulhijah 1445/ 2 Juli 2024
Penulis: M. Saifudin Hakim
Artikel: Muslim.or.id
Catatan kaki:
Disarikan dari ceramah Ustadz Dr. Firanda Andirja, Lc., MA. hafizhahullah di tautan ini:
Leave a Reply