Apa rahasia yang diucapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam setiap pagi yang menjadi kunci keberkahan dan keberhasilan hidup? Sebuah doa yang penuh makna dan kekuatan, yang diajarkan langsung oleh beliau kepada kita untuk memulai hari dengan permohonan kepada Allah Ta’ala agar diberikan ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik, dan amal yang diterima. Doa yang mungkin belum banyak kita ketahui, tetapi memiliki kekuatan dahsyat dalam membentuk kehidupan sehari-hari kita menjadi lebih bermakna dan lebih berkah.
اللَّهُمَّ إنِّي أسألُكَ عِلمًا نافعًا، ورِزقًا طيِّبًا، وعَملًا مُتقَبَّلًا
ALLAHUMMA INNI AS’ALUKA ‘ILMAN NAFI’AN WA RIZQAN THAYYIBAN WA ‘AMALAN MUTAQABBALAN
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik, dan amal yang diterima.”[1]
Penjelasan makna doa
Doa ini mencakup tiga permohonan utama yang sangat penting bagi kehidupan seorang muslim, baik di dunia maupun di akhirat:
Pertama: Ilmu yang bermanfaat (عِلمًا نافعًا)
Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang memberikan manfaat tidak hanya bagi diri sendiri tetapi juga bagi orang lain. Ilmu yang membawa kebaikan dunia dan akhirat, meningkatkan ketakwaan, dan mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menekankan pentingnya ilmu yang bermanfaat dalam banyak kesempatan, salah satunya dalam doa ini. Ilmu yang bermanfaat juga mencakup pengetahuan agama yang diamalkan, seperti pemahaman Al-Qur’an dan As-Sunnah yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Ketahuilah bahwa ilmu yang bermanfaat juga akan terus memberikan pahala meskipun pemiliknya telah tiada, karena manfaatnya yang terus dirasakan oleh orang lain. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya, kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, dan anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim no. 1631)
Allah Ta’ala juga berfirman,
يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al Mujadalah: 11)
Maka, betapa pentingnya usaha dalam mencari ilmu karena Allah akan memberikan kemudahan bagi mereka yang berusaha menuntut ilmu. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim, no. 2699)
Kedua: Rezeki yang baik (رِزقًا طيِّبًا)
Rezeki yang baik adalah rezeki yang halal, bersih, dan penuh berkah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kepada umatnya untuk mencari rezeki dari sumber yang halal dan baik. Rezeki yang baik tidak hanya mencakup kekayaan materi, tetapi juga mencakup kesehatan, kebahagiaan, dan ketenangan hati.
Untuk memahami lebih dalam mengenai konsep rezeki yang baik, mari kita renungi beberapa dalil yang menjelaskan betapa pentingnya memperoleh rezeki dari sumber yang halal dan bersih.
Allah Ta’ala berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلرُّسُلُ كُلُوا۟ مِنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَٱعْمَلُوا۟ صَٰلِحًا ۖ إِنِّى بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mu’minun: 51)
Lebih lanjut, dalam sebuah hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّباً، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ المُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ بِهِ المُرْسَلِيْنَ
“Sesungguhnya Allah Ta’ala itu Mahabaik (thayyib), tidak menerima, kecuali yang baik (thayyib). Dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kaum mukminin seperti apa yang diperintahkan kepada para Rasul.” (HR. Muslim, no. 1015)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga menekankan pentingnya mencari rezeki yang halal melalui usaha sendiri. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ ، وَإِنَّ نَبِىَّ اللَّهِ دَاوُدَ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
“Tidaklah seseorang memakan suatu makanan yang lebih baik dari makanan yang ia makan dari hasil kerja keras tangannya sendiri. Sesungguhnya Nabi Daud ‘alaihis salam dahulu bekerja pula dengan hasil kerja keras tangannya.” (HR. Bukhari no. 2072)
Ketiga: Amal yang diterima (عَملًا مُتقَبَّلًا)
Amal yang diterima adalah amal ibadah yang dilakukan dengan ikhlas karena Allah Ta’ala dan sesuai dengan tuntunan syariat. Amal yang diterima adalah amal yang memiliki niat yang benar dan dilakukan sesuai dengan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa amal yang diterima harus memenuhi dua syarat, yaitu: ikhlas karena Allah dan sesuai dengan syariat.
Niat adalah faktor kunci dalam menentukan apakah suatu amal diterima oleh Allah atau tidak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari, no. 1; Muslim, no. 1907)
Selain niat, ikhlas dalam beramal ditunjukkan dengan tekad dan azam yang kuat bahwa semua amalan kita dilakukan semata-mata untuk mencari rida Allah Ta’ala. Sebagaimana firman Allah,
وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat. Dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS: Al-Bayyinah: 11)
Setelah memaksimalkan niat dan keikhlasan, hal yang tidak kalah pentingnya juga adalah ittiba’, yaitu mengikuti petunjuk dan tata cara ibadah sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam karena amal yang tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah tidak akan diterima. Sebagaimana sabdanya,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)
Doa sebagai kunci kehidupan
Doa ini merupakan kunci kehidupan yang penuh makna bagi setiap muslim. Dengan memohon ilmu yang bermanfaat, kita tidak hanya mengejar pengetahuan duniawi, tetapi juga hikmah ilahi yang mendekatkan kita kepada-Nya. Ilmu yang bermanfaat adalah pencerah hati yang mengarahkan kita pada jalan yang benar, membimbing langkah kita dalam kegelapan, dan menuntun kita menuju surga. Betapa besar pahala yang menanti bagi mereka yang mengamalkan ilmu ini, seperti sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di atas bahwa ilmu yang bermanfaat akan terus mengalirkan pahala, meskipun pemiliknya telah tiada.
Lebih dari itu, rezeki yang baik adalah rezeki yang tidak hanya mengisi perut, tetapi juga menenangkan hati. Rezeki yang halal dan thayyib membawa keberkahan dalam setiap detik kehidupan kita, memberikan kesehatan, kebahagiaan, dan ketenangan jiwa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mencontohkan betapa pentingnya mencari rezeki dari sumber yang halal dan bersih, menjadikan setiap butir makanan yang kita konsumsi sebagai jalan menuju rida Allah. Mudah-mudahan dengan rezeki yang baik, kita dimudahkan untuk melakukan amalan-amalan saleh yang diterima oleh-Nya, memenuhi perintah-Nya dalam setiap langkah kehidupan kita.
Terakhir, amal yang diterima adalah amal yang dipersembahkan dengan niat tulus dan ikhlas karena Allah semata. Hanya dengan niat yang benar dan mengikuti syariat, amal kita akan diterima dan diberkahi. Setiap amal yang kita lakukan, sekecil apa pun, jika dilandasi dengan keikhlasan dan kesesuaian dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, akan menjadi investasi abadi di akhirat. Marilah kita mengamalkan doa ini dalam setiap harapan kita, dan biarkan maknanya yang dalam meresap ke dalam hati kita, memberikan kekuatan dan keberkahan dalam setiap aspek kehidupan kita. Amin.
Wallahu a’lam.
***
Penulis: Fauzan Hidayat
Artikel: Muslim.or.id
Catatan kaki:
[1] Doa ini diriwayatkan oleh Ummu Salamah, salah satu istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan dicatat dalam berbagai kitab hadis. Menurut hadis yang dicatat oleh Syekh Syu’aib Al-Arna’uth dalam “Takhrij Zad Al-Ma’ad,” 2:342 ,hadis ini memiliki status hasan berdasarkan syahid-nya (penguat hadisnya).
Leave a Reply