Jihad Sa’ad bin Abi Waqash

Jihad Sa’ad bin Abi Waqash

Di antara sahabat yang memiliki kemampuan perang yang luar biasa adalah Sa’ad bin Abi Waqash. Beliau radhiyallahu ’anhu merupakan seorang sahabat yang dijamin masuk surga yang dikenal dengan kemampuan memanahnya yang luar biasa. Hal tersebut dikarenakan masa kecil Sa’ad dihabiskan dengan memanah, mulai dari merawat busur dan menajamkan anak panah hingga berlatih memanah. Semua hal tersebut beliau lakukan seakan-akan beliau radhiyallahu ’anhu sedang mempersiapkan diri untuk perkara yang besar.

Masa kecil Sa’ad bin Abi Waqash radhiyallahu ’anhu mengasah dirinya dalam memanah di kemudian hari menjadi bermanfaat untuk membela Islam, melindungi Rasulullah, menegakkan kalimat tauhid, dan menghancurkan api dan berhala majusi di bumi Persia.

Jihad Sa’ad bin Abi Waqash bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam

Sa’ad bin Abi Waqash merupakan salah seorang sahabat yang berjihad bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam di setiap jihad yang beliau shallallahu ’alaihi wasallam ikuti. Sa’ad bin Abi Waqash berjihad di setiap jihad bersama Rasulullah, dan dalam peperangan tersebut, beliau diberi kemenangan yang baik.

Ketika perang Badar terjadi, Sa’ad bin Abi Waqash bertempur dengan gagah berani. Ibnu Mas’ud radhiyallahu ’anhu berkata,

لقد رأيت سعداً يقاتل يوم بدر قتال الفارس في الرجال

Sungguh aku telah melihat Sa’ad berperang di hari Badar bagaikan seorang penunggang kuda di tengah suatu kaum.” (Thabaqat li Ibni Sa’ad)

Ketika perang Uhud terjadi, kaum musyrikin mulai membalikkan keadaan akibat turunnya para pemanah dari bukit Uhud. Ketika itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dikepung oleh pasukan musyrikin dan dilindungi oleh beberapa sahabat saja. Sa’ad bin Abi Waqash merupakan salah satu dari sedikit sahabat yang bersama Rasulullah ketika itu. Ia bersama dengan beberapa orang Anshar dan Thalhah bin Ubaidillah melindungi Rasulullah dari serangan kaum musyrikin.

Ketika itu, satu per satu syahidlah sahabat dari golongan Anshar dan tersisalah Thalhah bin Ubaidillah dan Sa’ad bin Abi Waqash. Ketika itu, Thalhah bin Ubaidillah melindungi Rasulullah dengan mengorbankan badannya hingga tubuhnya dipenuhi oleh luka, sedangkan Sa’ad melindungi Rasulullah dengan busurnya. Rasulullah sangat mempercayai kemampuan memanah Sa’ad bin Abi Waqash. Dari Sa’ad bin Abi Waqash radhiyallahu ’anhu, ia berkata,

فلقد رأيته يناولني النبل وهو يقول: ارم فداك أبي وأمي، حتى إنه ليناولني السهم ما له من نصل فيقول ارم به

Sungguh aku telah melihat Rasulullah memberikanku sebuah anak panah lalu beliau bersabda, ‘Panahlah, ayah dan ibuku menjadi tebusan.’ Sampai-sampai beliau memberikanku anak panah yang tidak memiliki ujung lalu beliau berssbda, ‘Panahlah dengannya.’” (HR. Bukhari)

Sa’ad bin Abi Waqash terus berjihad di setiap peperangan bersama Rasulullah hingga beliau shallallahu ‘alaihi wasallam wafat. Setelah wafatnya Rasulullah, Sa’ad pun berjihad bersama Abu Bakar, lalu bersama Umar bin Khattab hingga menaklukan kekaisaran Persia.

Pertempuran Al-Qadisiyyah

Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab dan kaum muslimin sedang berperang melawan dua kekuatan besar ketika itu, yaitu Romawi dan Persia, Sa’ad bin Abi Waqash dipercaya oleh Umar bin Khattab untuk memimpin pasukan untuk menuju ke wilayah kekuasaan Persia. Sa’ad bin Abi Waqash ketika itu memimpin pasukan hingga bertemu dengan pasukan Persia yang dipimpin oleh Rustam di barat sungai Eufrat yang bernama Al-Qadisiyyah.

Ketika kedua pasukan bertemu, keduanya mendirikan camp militer dan memulai dengan perundingan. Delegasi kaum muslimin mengirimkan pesan agar pasukan Persia memeluk Islam atau membayar Jizyah. Tentu hal tersebut tidak disetujui oleh Rustam dan peperangan pun tidak bisa dihindari.

Akan tetapi, sebelum peperangan berlangsung, Sa’ad bin Abi Waqash sakit dengan berbagai macam penyakit sehingga tidak bisa memimpin pasukan secara langsung. Syekh Mahmud Al-Mishri dalam kitab Ashabu Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengisahkan,

وتحالفت الأمراض على البطل القائد العام) سعد  (فأصابته بعرق النسا، وبحبون و دماميل منعته من الركوب، بل حتى من الجلوس، فلم يستطع أن يركب ولا أن يجلس فاعتلى القصر وأكب من فوقه على وسادة في صدره يشرف على الناس

Berbagai penyakit telah menimpa komandan pasukan (Sa’ad). Ia terkena encok, bisul yang bernanah, dan borok yang menghalanginya untuk mengendarai kuda, bahkan tidak bisa untuk duduk. Ia tidak mampu untuk memimpin dengan berkuda dan duduk, maka ia naik di atas bangunan dan tidur tengkurap di atas bantal di dadanya mengatur pasukan.

Walaupun dengan penyakitnya yang cukup serius, Sa’ad tetap berusaha untuk memimpin pasukan dan mewakilkan komando kepada Khalid bin Urfuthah. Sa’ad memberikan perintah kepada Khalid dari atas markasnya.

Pertempuran berlangsung selama tiga hari, pertempuran berlangsung dengan sengit. Kedua pasukan awalnya bertempur dengan imbang hingga akhirnya kaum muslimin mulai memenangkan pertempuran hingga akhirnya bisa memukul mundur pasukan Persia dan mengalahkannya. Pada peperangan tersebut, kaum muslimin kehilangan sekitar 25% dari pasukannya dan pasukan Persia kehilangan sekitar 40.000 dari pasukannya.

Kemenangan pasukan kaum muslimin di Al-Qadisiyyah ini merupakan awal dari keruntuhan kekaisaran Persia. Setelah pertempuran ini, pasukan kaum muslimin terus mendesak pasukan Persia sehingga akhirnya meruntuhkan kekaisaran Persia.

Penaklukan Ctesiphon

Setelah menangnya kaum muslimin di Al-Qadisiyyah, Sa’ad memimpin pasukan kaum muslimin dan mendesak pasukan Persia, hingga akhirnya pasukan kaum muslimin bisa mencapai ibu kota kekaisaran Persia Ctesiphon atau Mada’in. Sebuah kota megah yang terdiri dari banyak bangunan-bangunan megah sehingga dijuluki oleh orang Arab sebagai Mada’in (kota-kota).

Kaum muslimin yang dipimpin Sa’ad bin Abi Waqash berhasil mengepung dan mendesak Yezdegerd, sang Kaisar Persia hingga ia berlindung di istananya. Ketika itu, pasukan muslimin pun terhalang oleh sungai dan pertahanan yang dibangun oleh pasukan Persia sehingga tidak bisa menyerang.

Pada suatu malam, Sa’ad bin Abi Waqash bermimpi bahwa kuda-kuda kaum muslimin menyeberangi sungai. Sa’ad bin Abi Waqash setelah itu memerintahkan pasukan kaum muslimin untuk menyeberangi sungai. Pasukan kaum muslimin pun ketika itu menyeberangi sungai tersebut dengan kuda-kuda mereka. Ketika itu, semua pasukan berhasil menyeberangi sungai dengan selamat, kecuali satu orang saja yang jatuh dari kudanya. Melihat kejadian yang luar biasa tersebut, Yezdegerd pun kabur dari istananya bersama para pelayannya.

Setelah itu, menaklukan Ctesiphon dan menduduki istana putih, istana kekaisaran Persia. Sa’ad bin Abi Waqash pun masuk ke Ctesiphon, menuju singgasana Kisra (Kaisar Persia), lalu Sa’ad radhiyallahu ’anhu membacakan ayat Al-Quran,

كَمْ تَرَكُوا۟ مِن جَنَّـٰتٍۢ وَعُيُونٍۢ  وَزُرُوعٍۢ وَمَقَامٍۢ كَرِيمٍۢ  وَنَعْمَةٍۢ كَانُوا۟ فِيهَا فَـٰكِهِينَ  

كَذَٰلِكَ وَأَوْرَثْنَـٰهَا قَوْمًا ءَاخَرِينَ

Betapa banyak taman-taman dan mata-mata air yang mereka tinggalkan, kebun-kebun serta tempat-tempat kediaman yang indah, juga kesenangan-kesenangan yang dapat mereka nikmati di sana. Demikianlah (Allah menyiksa mereka). Kami wariskan (semua) itu kepada kaum yang lain.” (QS. Ad-Dukhan: 25 -28)

Perpisahan dengan Sa’ad bin Abi Waqash

Setelah perjalanan panjang, Sa’ad bin Abi Waqash menaklukan Persia lalu menduduki posisi penting di kekhalifahan Utsman. Sa’ad memilih untuk pergi ketika terjadi fitnah setelah syahidnya Utsman bin Affan radhiyallahu ’anhu.

وعن عمر بن سعد، عن أبيه، أنه جاءه ابنه ،عامر فقال: «أى بنى، أفي الفتنة تأمرني أن أكون رأساً؟ لا والله، حتى أعطى سيفاً، إن ضربت به مسلما، نبا عنه، وإن ضربت كافراً ،قتله سمعت رسول الله يقول: إن الله يحب الغنى الخفى التقى

“Dari Umar bin Sa’ad, dari ayahnya (Sa’ad), bahwasanya ia didatangi anaknya Amir, lalu ia berkata, ‘Wahai anakku, apakah kamu memerintahkanku untuk memimpin dalam fitnah? Tidak, demi Allah, hingga aku diberi sebuah pedang, jika aku menebas seorang muslim, maka tidak mempan dan jika aku menebas seorang kafir, maka membunuhnya. Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda,  ‘Sesungguhnya Allah mencintai seorang hamba yang merasa cukup, tidak dikenal, dan bertakwa.’” (HR. Muslim)

Setelah perjuangan yang panjang, Sa’ad bin Abi Waqash terbaring di pembaringan terakhirnya menyusul kekasihnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di surga. Ia merupakan salah satu dari sepuluh orang yang dikabarkan masuk surga. Dari Mus’ab bin Sa’ad ia berkata,

كان رأس أبي في حجري، وهو يقضى. فبكيت، فرفع رأسه إلى، فقال: أى بنى ما يبكيك؟ قلت: لمكانك وما أرى بك. قال: لا تبك فإن الله لا يعذبني أبداً. وإني من أهل الجنة

Kepala ayahku di pangkuanku dan ia dalam keadaan sekarat, lalu aku menangis. Lalu, ia mengangkat kepalanya dan berkata, ‘Wahai anakku, kenapa engkau menangis?’ Aku pun berkata, ‘Atas keadaanmu dan apa yang aku lihat padamu.’ Lalu ia berkata, ‘Janganlah engkau menangis, sesungguhnya Allah tidak akan menyiksaku selamanya. Sesungguhnya aku adalah penghuni surga.’” (Thabaqat li ibni Sa’ad)

Dengan ini, selesailah kisah seorang sahabat yang mulia, paman Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam, pemanah handal, dan juga penakluk kekaisaran Persia, Sa’ad bin Abi Waqash radhiyallahu ’anhu.

***

Penulis: Firdian Ikhwansyah

Artikel: Muslim.or.id

 

Sumber:

Kitab Ashabu Rasulillah shallallahu ‘alaihi wasallam, karya Syekh Mahmud Al-Mishri

Source link


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *