Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu merupakan salah seorang sahabat yang mulia. Merupakan sahabat yang paling kecil usianya ketika peristiwa Baiat Al-Aqabah kedua. Selain itu, Jabir juga memiliki banyak sekali keistimewaan. Kisah-kisah yang pernah dialami oleh Jabir pun banyak dan tentu bisa menjadi teladan bagi kaum muslimin. Sehingga, kaum muslimin bisa memiliki teladan yang benar dan bisa menerapkannya di kehidupan sehari-hari. Kisah Jabir yang pertama yang dapat kita ambil pelajaran adalah tatkala Jabir bin Abdillah menyaksikan secara langsung mukjizat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, berupa keberkahan yang dimiliki oleh Rasulullah. Ada 2 kisah yang pernah terjadi.
Kisah pertama
Yang pertama adalah ketika wafatnya Abdullah, yaitu ayah Jabir. Dalam sebuah hadis,
وَعَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا ، قَالَ : لَمَّا حَضَرَتْ أُحُدٌ دعَانِي أَبي من اللَّيلِ فَقَالَ : مَا أُرَاني إِلاَّ مَقْتُولاً في أوْلِ مَنْ يُقْتَلُ من أصْحَابِ النَّبيِّ – صلى الله عليه وسلم – ، وإنِّي لا أَتْرُكُ بَعْدِي أَعَزَّ عَلَيَّ مِنْكَ غَيْرَ نَفْسِ رسول الله – صلى الله عليه وسلم – ، وإنَّ عَلَيَّ دَيْناً فَاقْضِ ، وَاسْتَوْصِ بِأَخَوَاتِكَ خَيْراً ، فَأصْبَحْنَا ، فَكَانَ أَوَّلَ قَتِيلٍ ، وَدَفَنْتُ مَعَهُ آخَرَ في قَبْرِهِ ، ثُمَّ لَمْ تَطِبْ نَفْسِي أنْ أتْرُكَهُ مَعَ آخَرَ ، فَاسْتَخْرَجْتُهُ بَعْدَ سِتَّةِ أشْهُرٍ ، فإذا هُوَ كَيَوْمِ وَضَعْتُهُ غَيْرَ أُذنِهِ ، فَجَعَلْتُهُ في قَبْرٍ عَلَى حِدَةٍ . رَوَاهُ البُخَارِي
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Ketika perang Uhud tiba, ayah memanggilku pada malam hari. Ia berkata, ‘Aku kira diriku sebagai orang pertama yang gugur dari sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Sesungguhnya tidak ada sesuatu yang paling mulia yang aku tinggalkan daripadamu setelah diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Aku juga mempunyai utang. Oleh karena itu, bayarlah. Aku berpesan agar engkau berbuat baik kepada saudari-saudari perempuanmu.’
Keesokan harinya, ternyata ayahku adalah orang pertama yang gugur. Aku pun memakamkannya bersama yang lain di dalam kuburnya. Namun, hatiku merasa tidak tenang, karena ayahku dikuburkan bersama orang lain dalam satu liang. Maka dari itu, aku mengeluarkannya setelah enam bulan berikutnya. Ternyata, aku mendapati jasadnya masih sama seperti semula ketika aku meletakkannya, kecuali telinganya. Kemudian, aku menguburkannya sendirian dalam satu liang.” (HR. Bukhari) [1]
Syahidnya Abdullah ketika perang Uhud merupakan awal mula dari kisah ini. Abdullah radhiyallahu ‘anhu sebelum wafatnya mengabarkan kepada Jabir bahwasanya ia memiliki utang yang belum dibayarkan. Dan memberikan wasiat kepada Jabir agar membayarkan utang-utangnya serta menjaga saudari-saudarinya yang banyak.
Mengetahui hal ini, Jabir bin Abdillah pun merasa sedih dan khawatir tidak bisa membayarkan utang-utang milik ayahnya karena ayahnya hanya meninggalkan harta berupa kebun kurma yang kecil. Setelah itu, Jabir mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan menceritakan hal ini kepadanya. Hal ini sebagaimana tertera dalam sebuah hadis,
عَنْ وَهْبِ بْنِ كَيْسَانَ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ أَخْبَرَهُ أَنَّ أَبَاهُ تُوُفِّيَ وَتَرَكَ عَلَيْهِ ثَلَاثِينَ وَسْقًا لِرَجُلٍ مِنْ الْيَهُودِ فَاسْتَنْظَرَهُ جَابِرٌ فَأَبَى أَنْ يُنْظِرَهُ فَكَلَّمَ جَابِرٌ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيَشْفَعَ لَهُ إِلَيْهِ فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَلَّمَ الْيَهُودِيَّ لِيَأْخُذَ ثَمَرَ نَخْلِهِ بِالَّذِي لَهُ فَأَبَى فَدَخَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ النَّخْلَ فَمَشَى فِيهَا ثُمَّ قَالَ لِجَابِرٍ جُدَّ لَهُ فَأَوْفِ لَهُ الَّذِي لَهُ فَجَدَّهُ بَعْدَمَا رَجَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَوْفَاهُ ثَلَاثِينَ وَسْقًا وَفَضَلَتْ لَهُ سَبْعَةَ عَشَرَ وَسْقًا فَجَاءَ جَابِرٌ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيُخْبِرَهُ بِالَّذِي كَانَ فَوَجَدَهُ يُصَلِّي الْعَصْرَ فَلَمَّا انْصَرَفَ أَخْبَرَهُ بِالْفَضْلِ فَقَالَ أَخْبِرْ ذَلِكَ ابْنَ الْخَطَّابِ فَذَهَبَ جَابِرٌ إِلَى عُمَرَ فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ لَهُ عُمَرُ لَقَدْ عَلِمْتُ حِينَ مَشَى فِيهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيُبَارَكَنَّ فِيهَا
“Dari Wahb bin Kaysan dari Jabir bin Abdillah, mengabarkan bahwa ayahnya wafat dan meninggalkan kepadanya utang sebanyak tiga puluh wasaq kepada seseorang Yahudi. Kemudian, Jabir meminta penangguhan pembayaran utang kepadanya, namun orang Yahudi tersebut menolaknya. Kemudian, Jabir mendatangi Rasulullah untuk meminta bantuannya dalam permasalahan yang sedang dialaminya.
Maka, Rasulullah mendatangi dan berbicara dengan orang Yahudi tersebut agar bersedia menerima kebun kurma Jabir sebagai pelunasan utang bapaknya, namun orang Yahudi tersebut tetap tidak mau. Kemudian Rasulullah mendatangi pohon kurma milik Jabir, lalu mengelilinginya kemudian berkata kepada Jabir, ‘Bersungguh-sungguhlah kamu untuk membayar utang dengan buah yang ada pada pohon kurma ini.’
Maka Jabir menandainya setelah Rasulullah pergi, lalu dia melunasi utang sebanyak tiga puluh wasaq dan masih tersisa sebanyak tujuh belas wasaq. Kemudian, Jabir datang menemui Rasulullah untuk mengabarkan apa yang terjadi, namun didapatinya beliau sedang melaksanakan salat Asar. Ketika sudah selesai, Jabir mengabarkan kepada beliau tentang sisa buah kurma tersebut. Beliau bersabda, ‘Kabarkanlah hal ini kepada Umar bin Khattab.’ Jabir pergi menemui Umar, lalu mengabarkannya, maka Umar berkata, ‘Sungguh aku sudah mengetahui ketika beliau mengelilingi pohon kurma tersebut untuk memberkahinya.’ ” (HR. Bukhari) [2]
Sungguh, suatu peristiwa menakjubkan di mana Jabir bin Abdillah menyaksikan secara langsung mukjizat yang dimiliki oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Kisah kedua
Di kisah lain yang terjadi pada saat persiapan perang Khandaq diriwayatkan dalam sebuah hadis.
Jabir radhiyallahu ‘anhu bercerita, “Ketika kami menggali parit pada peristiwa Khandaq, sebongkah batu yang sangat keras menghalangi kami, lalu para sahabat menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seraya mengatakan, ‘Batu yang sangat keras ini menghalangi kami menggali parit.’ Lalu, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Aku sendiri yang akan turun.’ Kemudian beliau berdiri (dalam parit), sementara perut beliau diganjal dengan batu (karena lapar). Tiga hari (terakhir) kami (para sahabat) belum merasakan makanan, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengambil kampak dan memukul batu tersebut hingga pecah berkeping-keping.
Lalu, aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, izinkanlah aku pulang ke rumah.’ Sesampaiku di rumah, aku bercerita kepada istriku, ‘Aku tidak tega melihat kondisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, apakah kamu memiliki sesuatu (makanan)?’ Istriku menjawab, ‘Aku memiliki gandum dan anak kambing.’ Kemudian, ia menyembelih anak kambing tersebut dan membuat adonan gandum hingga menjadi makanan dalam tungku.
Ketika adonan makanan tersebut hampir matang dalam bejana yang masih di atas tungku, aku menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku memiliki sedikit makanan. Datanglah ke rumahku dan ajaklah satu atau dua orang saja.’ Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, ‘Untuk berapa orang?’ Lalu, aku beritahukan kepada beliau. Beliau bersabda, ‘Lebih banyak yang datang lebih baik.” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda lagi, ‘Katakan kepada istrimu, jangan ia angkat bejananya dan adonan roti dari tungku api sampai aku datang.’ Setelah itu, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Bangunlah kalian semua.’ Kaum Muhajirin dan Anshar yang mendengar perintah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam itu langsung berdiri dan berangkat.”
Jabir radhiyallahu ‘anhu menemui istrinya (dengan cemas), dia mengatakan, “Celaka, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam datang bersama kaum Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang bersama mereka.” Istri Jabir bertanya, “Apa beliau shallallahu ‘alaihi wasallam telah bertanya (tentang jumlah makanan kita)?” Jabir radhiyallahu ‘anhu menjawab, “Ya.”
Lalu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Masuklah dan jangan berdesak-desakan.” Kemudian Rasulullah mencuil-cuil roti dan ia tambahkan dengan daging, dan ia tutup bejana dan tungku api. Selanjutnya beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengambilnya dan mendekatkannya kepada para sahabatnya. Lantas, beliau mengambil kembali bejana itu dan terus-menerus beliau lakukan itu hingga semua sahabat merasa kenyang dan makanan masih tersisa. Setelah itu, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (kepada istri Jabir radhiyallahu ‘anhu), “Sekarang kamu makanlah! Dan hadiahkanlah kepada orang lain, karena masih banyak orang yang kelaparan.” [3]
[Bersambung]
***
Penulis: Gazzeta Raka Putra Setyawan
Artikel: Muslim.or.id
Catatan kaki:
[1] HR. Bukhari, 3: 214-215.
[2] HR. Bukhari, 3: 84.
[3] HR. Bukhari dan Sirah Ibni Hisyam, 3: 360.
Leave a Reply