Harta yang kita dapatkan, profit besar yang kita raih, rupiah demi rupiah yang kita peroleh, sejatinya semuanya adalah nikmat Allah yang Allah titipkan kepada hamba-hamba-Nya dan bukan karena jerih payah dan keringat yang mereka keluarkan. Allah Ta’ala berfirman,
وَأَنفِقُوا۟ مِمَّا جَعَلَكُم مُّسْتَخْلَفِينَ فِيهِ ۖ فَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَأَنفَقُوا۟ لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ
“Dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka, orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.” (QS. Al-Hadid: 7)
Oleh karenanya, di dalam mencari, mengumpulkan, dan mengelolanya, seorang muslim harus tunduk dan patuh kepada perintah Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Mencarinya dengan cara yang baik dan halal, pandai di dalam mengelolanya, dan tidak berlaku boros dan berlebih-lebihan di dalam menggunakannya. Hal ini sebagaimana perintah Allah Ta’ala untuk mencari rezeki dan harta dari apa yang halal dan baik,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ كُلُوا۟ مِمَّا فِى ٱلْأَرْضِ حَلَٰلًا طَيِّبًا
“Wahai manusia, makanlah dari apa yang halal dan baik di bumi” (QS. Al-Baqarah 168)
Begitu pula, perintah-Nya untuk meninggalkan sifat boros dan menghambur-hamburkan harta yang telah Allah Ta’ala berikan. Allah Ta’ala berfirman,
وَءَاتِ ذَا ٱلْقُرْبَىٰ حَقَّهُۥ وَٱلْمِسْكِينَ وَٱبْنَ ٱلسَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.” (QS. Al-Isra’: 26)
Bahkan, di ayat yang lainnya Allah Ta’ala dengan tegas menyatakan ketidaksukaannya dengan orang-orang yang berlaku boros dan menghambur-hamburkan harta. Ia berfirman,
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf: 31)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah bersabda,
إنَّ اللَّهَ كَرِهَ لَكُمْ ثَلَاثًا: قيلَ وَقالَ، وإضَاعَةَ المَالِ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ.
“Sesungguhnya Allah membenci atas kalian tiga perkara: mengatakan sesuatu yang tidak jelas sumbernya, menyia-nyiakan harta, dan banyak bertanya.” (HR. Muslim no. 593)
Pengertian israf dan tabdzir
Israf/pemborosan secara bahasa berarti “melebihi batas.” Sedangkan menurut istilah, Imam Al-Jurjani mengartikannya sebagai,
“Melebihi batas dan berlebihan dalam pengeluaran.” (At-Ta’rifat, karya Al-Jurjani, hal. 24).
Adapun tabdzir, maka memiliki makna yang sedikit berbeda. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Imam Syafi’i rahimahullah,
التَّبذيرُ: إنفاقُ المالِ في غَيرِ حَقِّه
“Mengeluarkan harta bukan pada tempat yang benar.” (Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an, karya Imam Al-Qurtubi, 10:247)
Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat kita ketahui bahwa israf ataupun tabdzir, maka keduanya sama-sama bisa terjadi pada orang yang mampu dan kaya raya maupun orang-orang yang tidak mampu dan miskin. Karena pengelolaan harta yang buruk, pengeluaran harta yang tidak pada tempatnya bisa juga terjadi kepada seseorang yang hartanya tidak banyak. Sufyan Ats-Tsaury rahimahullah berkata,
ما أنفقتَ في غير طاعة الله، فهو سرف، وإن كان قليلا
“Apa pun yang kamu belanjakan selain untuk ketaatan kepada Allah, adalah israf/pemborosan, meskipun itu sedikit.” (Al-Mufradat fii Gharib Al-Qur’an, hal. 230)
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu juga pernah mengatakan,
من أنفق درهما في غير حقه فهو سرف
“Barangsiapa yang menafkahkan atau membelanjakan satu dirham dengan cara yang tidak dibenarkan, maka itu adalah pemborosan.” (Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an, 13:72)
Meskipun itu hanya seribu rupiah saja, atau bahkan lima ratus rupiah, namun jika kita keluarkan pada tempat yang tidak dibenarkan, maka itu sudah dinilai sebagai pemborosan.
Islam melarang pemborosan dan memerintahkan untuk bersikap bijak dalam nengeluarkan harta
Allah Ta’ala berfirman memuji orang-orang yang bijak dan pertengahan (wasatiyyah) dalam membelanjakan dan mengeluarkan hartanya, tidak pelit, dan tidak juga boros di dalam membelanjakannya. Di mana tatkala Allah Ta’ala sedang menjelaskan karakteristik ibadurrahman (hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang), salah satu yang Allah sebutkan dari karakter mereka adalah,
وَٱلَّذِينَ إِذَآ أَنفَقُوا۟ لَمْ يُسْرِفُوا۟ وَلَمْ يَقْتُرُوا۟ وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًا
“Dan orang-orang yang menafkahkannya tidak boros dan tidak pelit, serta ada kestabilan di antara keduanya.” (QS. Al-Furqan: 67)
Sebaliknya, begitu banyak ayat dan hadis yang menjelaskan buruknya perilaku boros dan akibat buruk yang akan didapatkan oleh pelakunya. Di antaranya Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Dia (Allah) tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-An’am: 141)
Mereka yang berlaku boros, maka akan mendapatkan rasa ketidaksukaan dari Rabb yang Mahamulia. Lalu, bagaimana bisa ia akan mendapatkan karunia dan limpahan rezeki-Nya jika dirinya tidak termasuk hamba-hamba-Nya yang dicintai-Nya?!
Akibat buruk lainnya dari pemborosan adalah adanya hukuman Allah bagi mereka yang tidak dapat bertanggungjawab terhadap pengeluaran dan pembelanjaan pada harta yang dimilikinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لا تَزُولُ قَدَما عبْدٍ يومَ القيامةِ حتى يُسْأَلَ: عنْ عُمُرِهِ فيما أَفْنَاهُ، وعنْ عِلْمِهِ فيمَ فَعَلَ، وعن مالِهِ مِنْ أينَ اكْتَسَبَهُ وفيمَ أَنْفَقَهُ، وعنْ جِسْمِهِ فيمَ أَبْلاه
“Kaki seorang hamba tidak akan bergerak pada hari kiamat sampai dia dimintai pertanggungjawaban: tentang umurnya untuk apa dia habiskan, tentang ilmunya seberapa banyak yang sudah diamalkan, tentang hartanya dari mana dia peroleh dan ke mana dia keluarkan, dan tentang tubuhnya untuk apa ia pergunakan.” (HR.Tirmidzi no. 2417)
Rasulullah juga pernah bersabda kepada sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu,
فِرَاشٌ للرَّجُلِ، وفِراشٌ لامْرأَتِهِ، والثالثُ للضَّيْفِ، والرَّابعُ للشيطانِ
“Kasur pertama untukmu, kasur kedua untuk istrimu, dan kasur ketiga untuk tamumu, dan kasur keempat untuk setan” (HR. Muslim no. 2084)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan bahwa perabotan atau kasur yang berlebih sehingga akhirnya tidak terpakai, maka itu menjadi bagian setan. Dan itulah salah satu bentuk hukuman dari perbuatan boros yang dilakukan oleh seorang hamba.
Semoga dengan mendengar dan memaknai hadis-hadis di atas, kita semua menjadi lebih berhati-hati dari melakukan pemborosan dan tabdzir.
Contoh boros dalam kehidupan sehari-hari yang harus kita hindari
Pertama: Membelanjakan harta yang dimiliki untuk hal-hal yang tidak bermanfaat bagi seseorang baik di dunia maupun di akhirat
Bahkan, hal-hal tersebut justru akan mendatangkan celaan di dunia dan membuahkan dosa di akhirat. Di antara contohnya yang paling nyata yang sayangnya banyak tersebar di sekitar kita adalah membelanjakan harta untuk rokok, minuman keras, menggunakan narkoba, berzina, berjudi, dan hal-hal keji lainnya. Na’udzubillahi min dzalika kullihi, semoga Allah menghindarkan kita dari semua hal tersebut.
Kedua: Berlebih-lebihan dalam makan, minum, dan berpakaian
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang kita dari melakukan hal-hal tersebut. Beliau bersabda,
كُلوا واشرَبوا وتَصدَّقوا والْبَسوا ما لم يخالِطْهُ إسرافٌ أو مَخيَلةٌ
“Makanlah, minumlah, dan bersedekahlah, dan pakailah pakaian tanpa berlebihan dan boros serta tidak diikuti dengan rasa bangga (sombong).” (HR. An-Nasa’i no. 2559, Ibnu Majah no. 3605, dan Ahmad no. 6695)
Berlebihan dalam makan dan minum akan merugikan dan merusak anggota badan. Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata,
إياكم والبطنة في الطعام والشراب، فإنها مفسدة للجسد، مورثة للسقم، مكسلة عن الصلاة، وعليكم بالقصد فيهما، فإنه أصلح للجسد، وأبعد من السرف
“Takutlah kalian dengan kegemukan karena sebab makan dan minum yang berlebih-lebihan. Karena sesungguhnya ia merusak organ tubuh, mewariskan banyak penyakit, dan membuat kalian malas menunaikan salat. Makanlah kalian secukupnya, dengan begitu akan membuat tubuh sehat dan jauh dari sifat berlebih-lebihan.” (Thibbun Nabawi, karya Imam Abu Nu’aim Al-Asfahani)
Ketiga: Boros karena sibuk mengikuti tren, selalu ingin tampil baru, dan ingin dipuji manusia lainnya
Di antara kebiasaan buruk yang banyak menjangkiti kaum muslimin di masa sekarang adalah kebiasaan mereka untuk selalu ingin tampil baru. Jika ada mobil keluaran terbaru, maka orang tersebut adalah orang pertama yang memesannya. Jika sebuah brand hape mengeluarkan tipe terbarunya, maka dirinya adalah orang terdepan yang membelinya.
Sungguh, perilaku semacam ini sangatlah jauh dari petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Karena beliau pernah bersabda,
إِنَّ مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكَهُ مَا لَا يَعْنِيهِ
“Sesungguhnya di antara ciri sempurnanya keislaman seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat baginya.” (HR. Tirmidzi no. 2317)
Keempat: Boros dalam menggunakan air, meskipun untuk keperluan berwudu.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin Al-‘As radhiyallahu ‘anhu
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِسَعْدٍ وَهُوَ يَتَوَضَّأُ فَقَالَ : مَا هَذَا السَّرَفُ يَا سَعْدُ ؟ قَالَ : أَفِي الْوُضُوءِ سَرَفٌ ؟ قَالَ : نَعَمْ ، وَإِنْ كُنْتَ عَلَى نَهْرٍ جَارٍ
“Bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melewati Sa’ad ketika ia sedang berwudu. Maka, Nabi Muhammad bersabda, ‘Kenapa kamu memakai air banyak sekali ya Sa’ad?’ Maka, Sa’ad berkata, ‘Apakah ketika berwudu, tidak boleh memakai air terlalu banyak?’ Beliau bersabda, ‘Iya, walaupun kamu berwudu di sungai sekalipun (tetap tidak boleh boros dan banyak menggunakan air’.” (HR. Ibnu Majah no. 425)
Itulah wahai saudaraku bahaya dari perilaku boros dalam keseharian serta beberapa contohnya yang harus kita hindari. Seringkali mungkin hal-hal tersebut kita lakukan tanpa kita sadari, namun ternyata justru membahayakan kita baik di dunia maupun di akhirat nanti. Ya Allah, jauhkanlah kami dari perilaku boros dan tabdzir, berikanlah kami keberkahan dalam mengelola dan mengeluarkan harta yang kami miliki. Amin ya Rabbal ‘alamin.
***
Penulis: Muhammad Idris, Lc.
Artikel: Muslim.or.id
Leave a Reply