Rebo Wekasan: Tradisi yang tidak sesuai dengan ajaran islam?

Rebo Wekasan: Tradisi yang tidak sesuai dengan ajaran islam?

Rebo Wekasan: Tradisi yang tidak sesuai dengan ajaran islam?

3 hours yang lalu
Rebo Wekasan: Tradisi yang tidak sesuai dengan ajaran islam?

Rebo Wekasan: Tradisi yang tidak sesuai dengan ajaran islam?

Pada bulan safar ini terdapat sebuah amalan atau ritual khusus yang biasanya dilakukan oleh sebagian kaum muslimin di Indonesia, khususnya di sebagian besar daerah Jawa yang masih kental dengan tradisi adat dan kejawennya, diantara amalan atau tradisi yang biasa dilakukan oleh mereka terlebih khusus bulan safar ini adalah Rebo wekasan. Mungkin di sebagian daerah perkotaan belum pernah medengar apa itu Rebo Wekasan, apakah tradisi tersebut sesuai dengan ajaran islam yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam ataukah tidak? Mari kita bahas pada artikel berikut ini.

Apa Itu Rebo Wekasan?

Rabu Wekasan adalah salah satu tradisi yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Jawa, Sunda, dan Madura.

Khususnya masyarakat Jawa Tengah dan Yogyakarta yang memandang Rebo Wekasan sebagai hari yang dikeramatkan karena dianggap hari tersebut penuh kesialan.(1)

Dilansir situs Desa Suci Kabupaten Gresik, Rebo artinya nama hari dalam bahasa Jawa, yaitu Rabu dalam bahasa Indonesia, sedangkan Wekasan adalah bahasa Jawa yang artinya pungkasan atau akhir. Jadi Rebo Wekasan secara bahasa adalah hari rabu terakhir.

Ada perbedaan penyebutan tradisi Rebo Wekasan ini. Sebagian menyebutnya sebagai Rebo Pungkasan dan ada pula yang menyebut Rebo Kasan, akan tetapi penyebutan yang berbeda-beda ini tetap menunjuk maksud yang sama yaitu rabu terakhir dalam bulan Safar dalam penanggalan Hijriyah. (2)

Asal-usul Rebo Wekasan

Rebo Wekasan merupakan fenomena yang terjadi di Masyarakat karena faktor akulturasi budaya Jawa dengan Islam secara intensif. Menurut Ahmad Nurozi, Islam di wilayah Jawa memiliki karakter tersendiri karena banyak prosesi ritual keagamaan yang merupakan perpaduan dari nilai-nilai Islam dengan animisme dan dinamisme. Meskipun banyak kalangan yang menganggap ritual Rebo Wekasan hanya sebagai mitos, namun juga tidak sedikit yang masih terus melestarikannya hingga sekarang. (3)

Amalan dan Ritual Rebo Wekasan



Amalan atau ritual yang dilakukan masyarakat Indonesia dalam menyambut Rebo Wekasan berbeda-beda dari satu daerah dengan daerah yang lainnya. Diantara amalan Rebo Wekasan di daerah Kudus adalah: Pertama, shalat sunnah mutlaq untuk menolak bala dengan bacaan dan cara dzikir yang khusus; Kedua, membaca surat yasin, ketika proses pembacaannya sampai pada “salamun qaulan min rabb al-rahim” dibaca sebanyak 313 kali lalu dilanjutkan sampai selesai, lalu membaca doa tolak bala; Ketiga, membuat air salamun, air salamun adalah air yang dibacakan di dalamnya ayat-ayat yang diawali dengan salamun untuk diminum agar terhindar dari malapetaka dan musibah yang akan turun dalam masa setahun, ayat-ayat tersebut ditulis pada kertas putih kemudian dicelupkan kedalam air dan diminum dengan niat mengharapkan berkah dan hati tetap meminta kepada Allah. Sebagian masyarakat kudus menyakini bahwa siapapun yang meminum air tersebut maka akan diselamatkan dari berbagai macam malapetaka yang turun. (4)

Dan amalan-amalan yang lain yang mereka maksudkan untuk menolak macam bahaya baik pada bulan shafar ataupun menolak bala atau musibah pada tahun tersebut.

Lalu apakan amalan-amalan tersebut sesuai dengan ajaran Rasulullah ? atau malah sebalik nya yang bisa menghantarkan pelakunya kepada ke syirikan.

Tinjauan Islam terhadap Ritual Rebo Wekasan

  1. Dalam Agama Islam tidak ada yang namanya hari tertentu atau bulan tertentu membawakan kesialan, karena yang memberikan manfaat atau mudharat hanyalah Allah semata.

Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ (لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ، وَلَا هَامَةَ وَلَا صَفَر)

Tidak ada penyakit yang menular, dan tidak ada kesialan disebabkan karena burung, dan tidak ada burung hantu (yang menandakan datangnya kesialan), dan tidak ada kesialan dikarenakan bulan Shafar.” (HR. Bukhari, no. 5707 & Muslim, no. 2220) (6,7)

Hadis ini menunjukan bahwa segala bentuk yang diyakini oleh orang-orang jahiliyah terdahulu dengan menyakini bahwa benda atau waktu tertentu dapat memberikan mudharat dan musibah, lalu mereka melakukan sebuah ritual tertentu untuk menolak bala tersebut, maka ini semua telah dihapus oleh syariat Islam.

Dalam hadis ini, penafian yang disebutkan bukan penafian tidak adanya hal tersebut (karena pada hakikatnya bisa saja terjadi), akan tetapi meniadakan sebabnya, karena yang menjadikan sesuatu itu terjadi hanyalah Allah. Apabila sebab tersebut sesuatu yang diketahui, maka sebab tersebut benar, dan apabila sebab tersebut sesuatu yang tidak ada sangkut-paut nya dengan kejadian, maka sebab tersebut bathil. (5)

  1. Amalan yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alayhi wassallam untuk terhindar dari marabahaya

Apabila kita ingin terhindar dari marabahaya dan musibah, maka hendaknya mencukupkan dengan amalan yang dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabatnya, di mana Rasulullah selalu merutinkan membaca doa di pagi hari dan petang agar terhindar dari marabahaya, sebagaimana dalam sebuah hadis-nya,

عَنْ أَبَانَ بْنِ عُثْمَانَ، قَالَ:سَمِعْتُ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: “مَا مِنْ عَبْدٍ يَقُولُ فِي صَبَاحِ كُلِّ يَوْمٍ، وَمَسَاءِ كُلِّ لَيْلَةٍ: بِسْمِ اللَّهِ الَّذِي لَا يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ، ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، فَيَضُرَّهُ شَيْءٌ وَكَانَ أَبَانُ، قَدْ أَصَابَهُ طَرَفُ فَالِجٍ، فَجَعَلَ الرَّجُلُ يَنْظُرُ إِلَيْهِ، فَقَالَ لَهُ أَبَانُ: مَا تَنْظُرُ؟ أَمَا إِنَّ الحَدِيثَ كَمَا حَدَّثْتُكَ، وَلَكِنِّي لَمْ أَقُلْهُ يَوْمَئِذٍ لِيُمْضِيَ اللَّهُ عَلَيَّ قَدَرَهُ. (رواه الترمذي و ابن ماجه , هذا الحديث حسن)

Dari Aban ibnu Ustman ia berkata, “Saya mendengar Ustman bin Affan berkata, ‘Saya mendengar Rasulullah sallallahu ‘alayhi wasallam bersabda: ‘Tidak ada seorang hamba yang mengucapkan pada pagi hari dan sore harinya: (Bismillahilladzii laa yadhurru ma’asmihii syai-un fil ardhi walaa fissamaa-i wahuwas samii’ul ‘aliim), sebanyak 3 kali, maka tidak ada yang memudharatkannya.’ Waktu itu Aban (perawi hadis) terkena ujung dari sesuatu benda, maka seseorang melihat kepadanya, Aban berkata, ‘Apa yang kamu lihat?’ Adapun hadis tersebut seperti yang saya sampaikan, akan tetapi pada hari ini saya tidak mengucapkannya, agar Allah mejadikan segala sesuatu terjadi karena takdirnya.’” (HR. Tirmdzi, no. 3388 dan Ibnu Majah, no. 3869, hadis ini Hasan) (8,9)

  1. Lajnah Daimah Arab saudi pernah ditanya tentang ritual Rebo Wekasan yang dilakukan di akhir bulan Shafar dan jawaban yang diberikan sebagai berikut ini:

Pada fatwa no (1619):

هذه النافلة المذكورة في السؤال لا نعلم لها أصلا من الكتاب ولا من السنة، ولم يثبت لدينا أن أحدا من سلف هذه الأمة وصالحي خلفها عمل بهذه النافلة، بل هي بدعة منكرة، وقد ثبت عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه قال من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد. ومن نسب هذه الصلاة وما ذكر معها إلى النبي صلى الله عليه وسلم أو إلى أحد من الصحابة رضي الله عنهم فقد أعظم الفرية، وعليه من الله ما يستحق من عقوبة الكذابين.‏ وبالله التوفيق.‏ وصلى الله على نبينا محمد، وآله وصحبه وسلم.‏

“Amalan seperti yang disebutkan dalam pertanyaan, tidak kami jumpai dalilnya dalam Al-Quran dan Sunnah. Tidak juga kami ketahui bahwa ada salah satu ulama masa silam dan generasi setelahnya yang mengamalkan ritual ini. Jelas ini adalah perbuatan bid’ah. Dan terdapat hadis shahih dari Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam, beliau bersabda,

من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد

Siapa yang membuat hal yang baru dalam agama ini, yang bukan bagian dari agama maka dia tertolak.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, dll)

Siapa yang beranggapan ritual semacam ini pernah dilakukan Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam atau pernah dilakukan sahabat radhiyallahu ‘anhum, maka dia telah melakukan kedustaan atas nama beliau. Wa billahi at-Taufiiq. Wa shallallahu ‘ala muhammadin wa‘ala aalihi washahbihii wasallam.” (10)

Kesimpulan

Sebagai seorang muslim yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hendaknya ia selalu bertawakkal kepada Allah, meyakini segala sesuatu yang terjadi atas kehendak Allah, dialah yang memberikan kita sebuah musibah dan dialah yang membuka jalan keluarnya, tidak ada dalam perkara ghaib yang terjadi di muka bumi ini yang diketahui oleh sesorang kecuali melalui Firman-Nya atau hadis-hadis Rasulullah. Maka hendaknya kita menyerahkan semua perkara tersebut sesuai bimbingan utusan-Nya, agar hidup kita bisa mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat. Wallahu a’lam bishshawab

Referensi:

1. Dzofir, M. (2017). Agama dan Tradisi Lokal: Studi atas pemaknaan Tradisi Rebo Wekasan di desa jepang, mejobo, kudus.

2. Yusuf, M, dkk. (2005). Islam dan Budaya Lokal. Yogyakarta: pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga.

3. Nurozi, A. (2016). Rebo Wekasan dalam Ranah Sosial Keagamaan di kabupaten Tegal Jawa Tengah (Analisis terhadap Ritual Rebo Wekasan di Desa Sitanjung Lebaksiu).

4. Abd al-hamid. (2009). Kanzun Najah was Surur fil-Ad’iyah al-Ma’tsurah allati Tashrah as-Shudur. Lebanon: Dar alhawi, 34-35.

5. Al-Utsaymin, Muhammad bin sholih. (1464 H). Al-Qaulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid. Saudi: Dar Ibnu Jauzi.

6. Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail. (1422 H). Sahih Al-Bukhari. Dar Tuq an-Najah.

7. Muslim, ibn Hajjaj. Sahih Muslim, Beirut: Dar Ihya Turats al-Arabi.

8. At-tirmdzi, Abu isa. (1998). Al-Jami’ al-Kabir Sunan Tirmidzi, Beirut: Darul Gharb al-Islami.

9. Ibnu Majah, Muhammad bin Yazid. (1430H). Sunan Ibnu Majah. Dar ar-Risalah al-’Alamiyah.

10. Allajnah Daimah lil Buhuts ‘Ilmiyah wal Ifta. Fatawa Lajnah Daimah Majmu’ah al-Ula. dikumpulkan oleh: Ahmad bin abdurrazaq aduways. Riyadh.

(Ditulis oleh: Muhammad Akmal Hafizd, Lc.)

Source link


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *