Memuji Orang Kafir, Boleh?

3 hours yang lalu
Memuji Orang Kafir, Boleh?

Memuji Orang Kafir, Boleh?

Di antara konsekuensi persaksian Tauhid seorang mukmin adalah ia menjauhi semua tandingan selain Allah dan berlepas diri dari kesyirikan serta pelakunya. Allah berfirman,

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ إِنَّنِي بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُونَ (26) إِلَّا الَّذِي فَطَرَنِي فَإِنَّهُ سَيَهْدِينِ (27) وَجَعَلَهَا كَلِمَةً بَاقِيَةً فِي عَقِبِهِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (28) [الزخرف: 26 – 28]

Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya, ‘Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian sembah (26). Kecuali Tuhan Yang menciptakanku; karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku (27).’ Dan (lbrahim) menjadikan kalimat (tauhid) itu kalimat yang kekal pada keturunannya supaya mereka kembali kepada kalimat (tauhid) itu (28).” (QS. Az-Zukhruf (43): 26-28)

Berkata Ibnu Katsir, “maknanya adalah kalimat laa ilaaha illallah, yakni ia (Ibrahim) menjadikannya abadi bagi keturunannya sehingga orang yang Allah berikan hidayah dari mereka mengikuti kalimat tersebut.” Sehingga tidak sah persaksian Tauhid seseorang hingga ia berlepas diri dari perbuatan syirik dan pelakunya, yakni orang kafir.

Lalu, apa hukumnya memuji orang kafir? Apakah itu termasuk tidak berlepas diri dari pelaku kesyirikan? Apakah itu termasuk cinta yang terlarang dalam Islam?

Hukum Memuji Orang Kafir

Memuji itu terbagi menjadi dua:

  1. Memuji sebuah sifat atau akhlak, dan

  2. Memuji manusia atau personal.

Memuji sebuah sifat yang terpuji secara syariat itu diperbolehkan meskipun sifat tersebut ditunjukkan oleh orang yang buruk, sebaliknya mencela sifat yang tercela secara syariatpun diperbolehkan meskipun ditunjukkan oleh orang yang baik. Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam pernah memuji satu perjanjian yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyah, yaitu perjanjian muthayyibin, karena perjanjian tersebut berisikan keadilan dan pengembalian hak kepada pemiliknya. Perjanjian ini beliau saksikan sebelum beliau diangkat sebagai seorang Nabi ketika umur beliau 15 tahun, beliau bersabda,

شَهِدْتُ حِلْفَ الْمُطَيَّبِينَ مَعَ عُمُومَتِي وَأَنَا غُلَامٌ ، فَمَا أُحِبُّ أَنَّ لِي حُمْرَ النَّعَمِ وَأَنِّي أَنْكُثُهُ

Aku menyaksikan perjanjian muthayibin ketika aku masih pemuda, dan (saat ini) aku tidak ingin melanggarnya meskipun aku diberikan unta merah.” (HR. Ahmad, no. 1677, Ibnu Hibbah, no. 4373, dan yang lainnya. Hadis ini shahih)



Adapun memuji orang kafir secara personal atau pribadinya, maka terbagi 2:

Yang pertama, memuji orang kafir karena agamanya, maka ini jelas dilarang bahkan termasuk kekufuran. Bagaimana mungkin seorang yang beriman memuji agama yang jelas kekufurannya dan bertentangan dengan persaksian tauhidnya? Allah berfirman,

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَابَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ (72) [المائدة: 72]

Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, ‘Sesungguhnya Allah ialah Al-Masih putera Maryam,’ padahal Al-Masih (sendiri) berkata, ‘Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu.’ Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka Allah mengharamkan baginya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolongpun.” (QS. Al-Maidah (5): 72)

Yang kedua, memuji orang kafir karena dunianya, maka inipun terlarang, meski tidak sampai derajat kekufuran. Karena orang kafir adalah musuh bagi orang yang beriman, mereka selalu berusaha menghancurkan Islam dan pemeluknya, maka tidak pantas kita memuji pribadi mereka. Allah berfirman,

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ [الممتحنة: 4]

Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya; ketika mereka berkata kepada kaum mereka, ‘Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dan daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu, dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.” (QS. Al-Mumtahanah (60): 4)

Berkata Abdullah bin Abdul Bari Al-Ahdal (wafat tahun 1271 H), “Adapun orang yang memuji mereka (orang kafir), maka ia fasik dan termasuk dosa besar, wajib baginya untuk bertaubat dan menyesali perbuatannya. Ini jika memuji karena personal orang kafir tersebut. Adapun jika ia memuji mereka karena sifat kufur yang ada pada diri mereka maka ini adalah sebuah kekufuran, karena seakan-akan ia memuji kekufuran itu sendiri yang ini dicela oleh seluruh syariat.”

Namun, ada beberapa kondisi tertentu dalam syariat yang membolehkan seseorang memuji orang kafir. Diantaranya, dalam konteks keadilan dan menepis tuduhan yang salah kepada mereka. Contohnya firman Allah mengenai sebagian Ahli Kitab yang amanah,

وَمِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مَنْ إِنْ تَأْمَنْهُ بِقِنْطَارٍ يُؤَدِّهِ إِلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَنْ إِنْ تَأْمَنْهُ بِدِينَارٍ لَا يُؤَدِّهِ إِلَيْكَ إِلَّا مَا دُمْتَ عَلَيْهِ قَائِمًا [آل عمران: 75]

Di antara Ahli kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu kecuali jika kamu selalu menagihnya.” (QS. Ali Imran (3): 75)

Diantaranya juga, dalam konteks motivasi bagi orang yang beriman. Contohnya perkataan Umar bin Al-Khattab,

اللهم أشكو إليك جلد الفاجر وعجز الثقة

Ya Allah aku mengadukan kepada-Mu kesabaran (kegigihan) orang fajir dan lemahnya orang yang baik.” (Disebutkan oleh Ibnu Taimiyyah dalam Majmu’ Fatawa: 28/254)

Maka ucapan ini adalah memotivasi orang yang baik agar jangan kalah dengan orang yang buruk atau sesat dimana banyak dari mereka lebih gigih dalam melakukan keburukan dan menyebarkan kesesatannya padahal mereka berada di atas kesesatan.

Diantaranya juga, dalam konteks membalas kebaikan orang kafir kepada kita. Sebagaimana yang disabdakan Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam di hadapan tawanan perang badar,

لَوْ كَانَ الْمُطْعِمُ بْنُ عَدِيٍّ حَيًّا ثُمَّ كَلَّمَنِي فِي هَؤُلَاءِ النَّتْنَى لَتَرَكْتُهُمْ لَهُ

“Seandainya Al-Muth’im bin ‘Adiy masih hidup lalu dia berbicara kepadaku untuk pembebasan orang-orang busuk ini, pasti aku lepaskan mereka kepadanya tanpa tebusan.” (HR. Bukhari, no. 2906)

Hal itu karena Al-Muth’im bin ‘Adiy termasuk pemuka Quraisy yang membantu Nabi, ketika beliau dan Bani Hasyim diboikot oleh penduduk Quraisy, Al-Muth’im termasuk orang yang membatalkan lembaran boikot tersebut. Dia wafat tujuh bulan sebelum perang badar, maka Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam hendak membalas kebaikannya dengan perkataan baik kepadanya.

Kesimpulan

Memuji orang kafir karena agamanya merupakan kekufuran karena berarti memuji kekufuran yang ada pada diri orang tersebut dan melanggar persaksian kalimat Tauhid. Memuji orang kafir karena dunianya juga dilarang karena mereka adalah musuh kaum muslimin, kecuali jika ada sebab syar’i yang membolehkan seperti kondisi menyebutkan keadilan, atau motivasi bagi orang yang beriman, atau membalas kebaikan orang lain.

Ditulis oleh: Ustadz Fathan Amin Inamullah, B.A.

Daftar Pustaka

Abul Fidaa Ibnu Katsir. (1414 H). Tafsirul Quranin Azhim. Damaskus: Darul Fikar.

Abdullah bin Abdul Bari Al-Ahdal. (1440 H). Assayful Battar Alaa Man Yuwaalil Kuffar. Buku digital diambil pada tanggal 12 September 2024 dari

Taqiyuddin Ahmad bin Abdul Halim Ibnu Taimiyyah. (1416 H). Majmu’ Fatawa. Arab Saudi: Mujamma’ Malik Fahd.

Abu Faisal Al-Badrani. Al-Walaa wal Baraa wal ‘Adaa fil Islam. Buku digital diambil pada tanggal 12 September 2024 dari

Source link


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *