Biografi Abdurrahman bin Auf (Bag. 1): Sahabat Mulia dan Dermawan

Biografi Abdurrahman bin Auf (Bag. 1): Sahabat Mulia dan Dermawan

‘Abdurrahman bin ‘Auf Al-Qurasyi Az-Zuhri adalah seorang sahabat mulia yang merupakan salah satu tokoh Islam masyhur dalam sejarah. Beliau adalah salah satu dari sepuluh sahabat yang dijamin Nabi ﷺ masuk surga dan juga termasuk orang-orang yang pertama masuk Islam di fase awal dakwah Nabi ﷺ. Beliau juga terkenal berkat kekayaan dan kemahirannya dalam berdagang. Beliau merupakan orang yang dermawan dan rendah hati sehingga beliau dijuluki Al-Ghaniyyusy-Syākir ‘orang kaya yang bersyukur’. Tak hanya itu, beliau juga seorang pasukan pemberani, terhormat, dan zuhud (sampai beliau menolak dua kali tawaran menjadi khalifah).

Nama dan kunyah

Nama lengkap beliau adalah ‘Abdurrahman bin ‘Auf bin ‘Abdu ‘Auf bin ‘Abd bin Al-Ḥarits bin bin Zuhrah bin Kilāb bin Ka‘ab bin Lu`ay. Sebelum masuk Islam, nama beliau adalah ‘Abdu ‘Amr atau ‘Abdul Ka‘bah. Ada pula yang mengatakan Abdul-Hārits. Akan tetapi, setelah ia masuk Islam, Rasulullah ﷺ memanggilnya Abdurrahman [1]

Nasab beliau bertemu dengan nasab Nabi ﷺ pada Kilāb bin Murrah. Nisbah beliau adalah Al-Qurasyi Az-Zuhri yang diambil dari kakek beliau Zuhrah bin Kilāb. Keluarga Zuhrah bin Kilab adalah para paman Nabi ﷺ dari jalur ibu. Beliau memiliki kunyah Abu Muhammad. [2]

Kelahiran dan wafat

Abdurrahman radhiyallahu ‘anhu lahir di Makkah sepuluh tahun setelah tahun gajah, yaitu sekitar tahun 581 M. Umur beliau lebih muda sepuluh tahun dari Nabi ﷺ. Beliau wafat pada tahun 32 H atau 656 M pada umur 75 tahun. [3]

Ciri fisik

Istri beliau, Sahlah binti ‘Āṣim, menceritakan bahwa ‘Abdurrahman bin ‘Auf berkulit putih, matanya besar, bulu matanya panjang, berhidung mancung, gigi taring atasnya panjang yang seringkali melukai bibirnya, rambutnya melebihi kedua telinganya, lehernya panjang, dan pundaknya lebar. [4]

Al-Waqidi juga menjelaskan bahwa Abdurrahman bin Auf memiliki badan yang tinggi, wajahnya tampan, kulitnya halus dan putih, lehernya sedikit bongkok ke depan, berkumis kemerahan, rambut dan jenggotnya tidak beruban [5] Ia memiliki sakit bintik-bintik gatal pada kulit yang membuatnya diberi keringanan oleh Nabi ﷺ untuk memakai kain sutra. [6]

Masuk Islam

‘Abdurrahman bin ‘Auf adalah sahabat yang termasuk As-Sābiqūn Al-Awwalūn, yaitu orang-orang yang pertama masuk Islam. Beliau masuk Islam dengan perantara Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu bersama dengan Az-Zubair bin ‘Awwām, ‘Utsmān bin ‘Affān, Thalḥah bin ‘Ubaidillah, dan Sa‘ad bin Abi Waqqāsh. Setelah masuk Islam, mereka menghadap Nabi ﷺ bersama Abu Bakar. Beliau pun menjelaskan Islam dan membacakan Al-Qur`an, menjelaskan berbagai kewajiban di dalam Islam dan kemulian yang Allah janjikan. Mereka pun beriman dan yakin dengan kebenaran Islam. Mereka adalah delapan orang pertama yang masuk Islam. Lalu mereka salat dan membenarkan Rasulullah ﷺ serta mengimani wahyu yang turun dari sisi Allah. [7]

Berhijrah ke Habasyah

Pada fase dakwah secara diam-diam, para As-Sābiqūn Al-Awwalūn biasa berkumpul dengan Nabi ﷺ di rumah Al-Arqam bin Abi Al-Arqam radhiyallahu ‘anhu yang terletak di dekat Ka‘bah. Mereka menetap di sana selama sebulan dan jumlah mereka sekitar 39 orang. [8] Kemudian Rasulullah pun diperintahkan Allah Ta‘ala untuk berdakwah secara terang-terangan. Karena itu, kaum muslimin mendapat penolakan dan persekusi dari kaum musyrikin. Dalam rangka mencari perlindungan, Nabi ﷺ memerintahkan para sahabat berhijrah menuju kerajaan Aksum yang terletak di Habasyah (sekarang Ethiopia dan Eritrea). Di antara para sahabat yang ikut berangkat adalah Abdurrahman bin Auf. [9]

Berhijrah ke Madinah

Sepulangnya dari Habasyah, kaum muslimin kembali ke Makkah. Lalu, Nabi ﷺ diperintahkan Allah untuk berhijrah ke Madinah bersama para sahabatnya. Abdurrahman pun berhijrah ke Madinah. Sesampainya di sana, ia dipersaudarakan oleh Nabi ﷺ dengan Sa‘ad bin Al-Rabī‘ radhiyallahu ‘anhu. Mempersaudarakan adalah cara yang dilakukan Nabi ﷺ agar terjadi tolong menolong antara Muhajirin dan Anshār layaknya saudara kandung.[10]

Kemahirannya dalam berdagang

Setelah Nabi ﷺ mempersaudarakannya dengan Sa‘ad bin Al-Rabī‘. Sa‘ad menawarkan harta dan istrinya, sebagaimana diriwayatkan Anas bin Malik,

“Ketika Abdurrahman bin Auf tiba di Madinah, Nabi ﷺ pun mempersaudarakannya dengan Sa‘ad bin Al-Rabī‘ Al-Anshāri. Ia pun lalu menawarkan sebagian istri dan hartanya. Abdurrahman lalu berkata, ‘Semoga Allah memberi keberkahan kepada keluarga dan hartamu. Tunjukkan kepadaku pasar.’ Lalu, ia pun memperoleh keuntungan dari berjualan susu dan mentega. Selang beberapa hari, Nabi ﷺ melihatnya memakai baju yang terdapat bercak kuning bekas parfum. Nabi ﷺ bertanya, ‘Apa ini, Abdurrahman?’ Dia berkata, ‘Saya menikahi seorang wanita Anshār.’ Nabi ﷺ bertanya, ‘Apa yang kau berikan sebagai mahar?’ ‘Emas seberat batu kecil.’ Lalu, Nabi bersabda, ‘Dirikanlah walimah, walau dengan seekor kambing.’” [11]

Pada riwayat di atas, Abdurrahman bin Auf menolak secara halus tawaran saudaranya dengan mendoakannya keberkahan. Lalu, ia pun minta ditunjukkan pasar. Sebab, saat di Makkah, beliau adalah seorang pedagang handal sehingga dengan mudah ia dapat mengumpulkan harta dari berjualan. Kemahirannya dalam berdagang ditunjukkan dengan jumlah kekayaan beliau yang melimpah, seperti yang diriwayatkan Ath-Thabari rahimahullah dalam tafsirnya,

“Abdurrahman bin Auf bersedekah setengah hartanya. Jumlah hartanya saat itu adalah 80 ribu dinar. Dan ia bersedekah sebanyak 40 ribu dinar.” [12]

Jika dirupiahkan, saat ini emas sebanyak 80 ribu dinar adalah sekitar 498 triliun.

Washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

[Bersambung]

***

Penulis: Faadhil Fikrian Nugroho

Artikel: Muslim.or.id

 

Catatan kaki:

[1] Kitāb Aṭ-Ṭabaqāt Al-Kubrā, 3: 124, karya Ibnu Sa‘īd.

[2] Al-Istī‘āb fi Ma‘rifatil-Aṣhāb, 3: 845, karya Ibnu ‘Abdil-Barr.

[3] Al-Ma‘ārif, 1: 236, karya Ibnu Qutaibah.

[4] Idem.

[5] Idem.

[6] HR. Al-Bukhari no. 2920.

[7] Al-Bidāyah wan-Nihāyah, 4: 73, cet. Dār Hijr.

[8] Kitāb As-Sīrah Al-Halbiyyah, 1: 457.

[9] Al-Bidāyah wan-Nihāyah, 4: 165, cet. Dār Hijr.

[10] Al-Mausū‘ah Al-Hadītsiyyah, dorar.net/hadith/search?q=دلني+على+السوق&st=w&xclude=&rawi%5B%5D=

[11] HR. Bukhari no. 3937.

[12] Tafsīr Ath-Thabari, 14: 385, cet. Dar At-Tarbiyyah wat-Turāts.

Source link


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *