Benarkah Ada Penyimpangan Aqidah dalam Lafazh Shalawat Badr?

Benarkah Ada Penyimpangan Aqidah dalam Lafazh Shalawat Badr?

Benarkah Ada Penyimpangan Aqidah dalam Lafazh Shalawat Badr?

4 hours yang lalu
Benarkah Ada Penyimpangan Aqidah dalam Lafazh Shalawat Badr?

Benarkah Ada Penyimpangan Aqidah dalam Lafazh Shalawat Badr?

Mungkin diantara kita ada yang pernah mendengar shalawat yang bunyinya seperti berikut:

 صَلَاةُ الله سَلَامُ الله * عَلَى طَهَ رَسُولِ الله

Shalaatullaah, Salaamullaah * ‘Alaa Thaahaa Rasuulillaah… dts

Shalawat ini dinamakan Shalat Badriyah atau Shalawat yang dinisbatkan kepada para Shahabat Nabi yang mengikuti perang Badr, perang yang di mana Allah memuji mujahidin saat itu, menjanjikan surga Firdaus bagi mereka, dan lewat perantara mereka Islam sampai kepada kita hari ini sebagaimana yang disabdakan Rasulullah.

Shalawat ini mengandung tawassul kepada Allah, Nabi, dan orang-orang salaf shalih (para sahabat). Sekilas memang terdengar tidak ada yang perlu dibahas. Tapi kalau diperhatikan dengan cermat, ada penyimpangan aqidah pada beberapa bagian kalimatnya. Terutama pada bagian bertawassul kepada Nabi dan juga bertawassul kepada para sahabat yang ikut perang Badr, bunyinya:

تَوَسَّلْنَا بِبِسْمِ الله * وَبِالْهَادِي رَسُولِ الله

وَكُلِّ مُجَاهِدٍ لِله * بِأَهْلِ الْبَدْرِ يَا اَلله

“Ya Allah, Kami bertawassul (kepada-Mu) dengan berkah basmalah, dan dengan dzat Nabi yang menunaikan lagi utusan Allah.

Dan (bertawassul) dengan seluruh orang yang berjuang karena Allah, karena berkahnya ahli badr.”

Penyimpangan apa terkait aqidah pada kalimat tersebut?

Sebelumnya, ada baiknya kita membahas istilah Tawassul terlebih dahulu.



Tawassul artinya melakukan suatu ibadah yang disukai oleh Allah untuk mendekatkan diri kepadanya [1].

Tawassul yang Diperbolehkan dan yang Terlarang

Tawassul yang diperbolehkan itu antara lain:

  1. Dengan nama-nama Allah dan sifat-sifatnya, seperti berdoa: “ya Allah yang maha pengampun, ampuni lah hamba.”
  2. Dengan amal shalih diri sendiri, seperti bertawassul kepada Allah dengan amal sedekah kita kepada orang lain.
  3. Meminta doa kepada orang shalih yang masih hidup, seperti halnya dulu para sahabat minta doa kepada Nabi sewaktu Nabi masih hidup.

Adapun Tawassul yang terlarang ada dua macam:

  1. Tawassul Bid’ah, contohnya bertawassul kepada Allah dengan para Nabi dan orang-orang shalih yang sudah wafat.
  2. Tawassul Syirik, contohnya bertawassul kepada Allah dengan cara berdoa, berkurban, dan bernadzar kepada selain Allah [2].

Pembahasan Tawassul pada Lafazh Shalawat Badr

Dalam kasus shalawat Badr, ada dua permasalahan yang perlu dibahas, yakni:

  1. Bertawassul dengan Nabi
  2. Bertawassul dengan ahli Badr (orang-orang shalih yang sudah wafat)

Bertawassul dengan Nabi itu ada yang dibolehkan dan ada yang tidak dibolehkan. Yang dibolehkan seperti bertawassul kepada Allah dengan mengikuti Nabinya, mencintainya, dan mentaatinya. Adapun yang dilarang contohnya seperti bertawassul kepada Allah dengan meminta doa kepada Nabinya yang telah wafat, beristighatsah dengannya, meminta pertolongan dengannya untuk mengalahkan musuh, maka ini termasuk syirik Akbar. Ada juga bertawassul dengan dzatnya Nabi atau kedudukannya seperti yang ada pada shalawat di atas, maka ini termasuk hal yang mengantarkan kepada kesyirikan, sehingga tidak diperbolehkan.

Maka kesimpulan tawassul kepada Allah dengan Nabi dalam shalawat tersebut masuk ke dalam kategori bertawassul dengan dzat Nabi. Maka jelas tidak diperbolehkan [3].

Begitu juga  bertawassul kepada Allah dengan para ahli Badr atau kedudukan mereka disisi Allah tidak dibenarkan, karena kedudukan mereka disisi Allah hanya berguna untuk mereka, tidak untuk selain mereka [4].

Dalil Pelarangannya

Dalil pelarangannya:

  1. Kedua tawassul ini terlarang karena tawassul itu ibadah. Dan Ibadah itu tidak boleh dilakukan sampai ada dalil yang membolehkannya. Sementara bertawassul dengan kedudukan Nabi dan juga Sahabat yang ikut perang Badr itu tidak pernah dicontohkan oleh Nabi [5].
  2. Dan juga ini menyerupai orang-orang yang menyembah selain Allah, karena hakikatnya mereka menyembahnya sebagai wasilah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Maka sama juga seperti orang yang menjadikan dzat orang-orang shalih sebagai wasilah mendekatkan diri kepada Allah.

 وَالَّذِيْنَ اتَّخَذُوْا مِنْ دُوْنِهٖٓ اَوْلِيَاۤءَۘ مَا نَعْبُدُهُمْ اِلَّا لِيُقَرِّبُوْنَآ اِلَى اللّٰهِ زُلْفٰىۗ

“Orang-orang yang mengambil pelindung selain Dia (berkata,) ‘Kami tidak menyembah mereka, kecuali (berharap) agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.’” (QS. Az-Zumar (39): 3)

Kesimpulan

Kesimpulannya, hendaknya kita mencukupkan diri dengan shalawat-shalawat yang sudah diajarkan Rasulullah dan tidak sibuk dengan shalawat selainnya, apalagi yang sampai merusak aqidah kita sebagai seorang muslim.

 

Referensi:
[1] al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah : 14/149
[2] al-Mausu’atul Aqdiyyah : 3/ 115-122
[3] Syarhu Kitabit Tauhid : 7/19
[4]  asy-Syarhul Mumti’ : 5/212
[5] Majmu’ul Fatawa : 1/125
 

Penulis: Ustadz Bagus Muidun, Lc.

Source link


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *