Benarkah Hasan Al-Bashri Mengajak untuk Memberontak? (Bag. 1)

Benarkah Hasan Al-Bashri Mengajak untuk Memberontak? (Bag. 1)

Bantahan terhadap klaim bahwa beliau membolehkan kudeta

Ada sebagian kalangan yang teracuni paham Khawarij mengklaim bahwa Imam Al-Hasan Al-Bashri, seorang tabi’in mulia dan tokoh Ahli Sunnah, bahwa beliau termasuk yang menganjurkan pemberontakan dan kudeta menggulingkan Al-Hajjaj bin Yusuf, seorang gubernur yang zalim saat itu.

Maka demi menyingkap syubhat berbahaya ini dan membela kehormatan ulama, maka kami goreskan tulisan singkat ini.

Pertama: Imam Al-Hasan Al-Bashri adalah seorang tokoh ulama Ahli Sunnah yang sangat terkenal di zamannya hingga sekarang ini. Bahkan, kata-kata menakjubkan pernah dikatakan oleh Habib Al-Abid, “Aku masuk ke kota Bashrah, ternyata pasar-pasar di sana di tutup. Aku bertanya kepada penduduk sana, ‘Apakah hari ini ada perayaan yang tidak saya ketahui?’ Mereka menjawab, ‘Tidak, tapi sekarang ada Hasan Al-Bashri yang sedang mengisi kajian.’” (Al-Mawaidz wal Majalis, hal. 181)

Dan beliau dikenal sangat keras mengingkari paham kaum Khawarij sampai-sampai dikatakan oleh Qatadah, “Demi Allah, tidak ada yang membenci Hasan Al-Bashri, kecuali seorang Haruri (khawarij).” (Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad, 7: 174 dengan sanad hasan)

Bahkan diceritakan oleh Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam Majmu’ Fatawa (11: 280) bahwa Hasan Al-Bashri pernah mendoakan sebagian Khawarij yang menyakitinya (karena beliau tidak mengikuti ajakannya untuk kudeta), sehingga orang tersebut tersungkur mati.

Kedua: Ahlu Sunnah wal Jama’ah dalam beragama, pedoman mereka adalah Al-Quran dan hadis-hadis yang sahih. Mereka tidak beragama dengan ucapan manusia yang bisa benar dan bisa salah.

Oleh karenanya, ucapan dan pendapat siapa pun tidak boleh untuk dijadikan hujjah untuk melawan Al-Quran dan hadis yang shahih.

Hal ini berbeda dengan ahli bid’ah yang meninggalkan dalil Al-Quran dan sunnah yang jelas, dan berpedoman dengan ucapan manusia dan sejarah yang tidak jelas. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata dalam Tahdzib Sunan (2: 300), “Tidak boleh menentang hadis-hadis sahih yang jelas dan sahih dengan riwayat-riwayat sejarah yang terputus dan keliru.”

Ahlu Sunnah wal Jama’ah meninggalkan ucapan manusia demi dalil, sedangkan ahli bid’ah meninggalkan dalil demi ucapan manusia.

Ketiga: Syekh Abdul Malik Ramadhani berkata, “Tidak ada riwayat yang sahih dari Hasan Al-Bashri yang mendukung kudeta dan pemberontakan. Itu hanyalah bualan kalangan orang yang berpaham Khawarij tatkala tidak menemukan dalil Al-Quran dan As-Sunnah. Mereka akhirnya mencari-cari alasan ucapan orang yang bisa mendukung kegelapan bid’ah mereka, walau terkadang dengan nama salaf dan kembali kepada ucapan mereka.” (Thali’ah Al-Hiwar Ad-Darij Baina Sunnah wal Khawarij, hal. 444)

Keempat: Terdapat riwayat-riwayat yang sahih dari Hasan Al-Bashri yang sangat bertentangan dengan paham Khawarij yang membolehkan pemberontakan. Berikut di antaranya:

Riwayat pertama

Imam Al-Bukhari dalam Tarikh Kabir (7: 399) dan Al-Ausath (1: 236) dengan sanad hasan dari Malik bin Dinar, beliau berkata, “Aku pernah bertemu dengan Ma’bad Al-Juhani di Mekah setelah peristiwa pemberontakan Ibnul Asy’ats dan beliau dalam keadaan terluka setelah ikut mengkudeta Al-Hajjaj. Lalu dia mengatakan, “Aku bertemu para ahli ilmu, aku tidak pernah melihat semisal Al-Hasan. Duh, seandainya kami mengikuti arahan beliau! Dia seakan menyesal karena ikut mengkudeta Al-Hajjaj.”

Ini menunjukkan bahwa Hasan Al-Bashri termasuk yang melarang pemberontakan.

Riwayat kedua

Ibnu Sa’ad (7: 164) dan Ibnu Abi Hatim dalam Tafsirnya (8897) serta Al-Ajurri dalam Asy-Syariah (62) meriwayatkan dari Umar bin Yazid, beliau berkata, “Saya mendengar Hasan saat kudeta Yazid bin Muhallab, beliau didatangi oleh rombongan, maka beliau memerintahkan mereka untuk berdiam di rumah mereka, dan menutup rapat pintunya, seraya mengatakan, “Demi Allah, seandainya saja manusia tatkala diuji dengan kedzaliman pemimpin mereka sabar, maka Allah akan segera angkat bencana tersebut dari mereka. Namun sayangnya, mereka beranjak kepada pedang sehingga memperparah keadaan.”

Riwayat ketiga

Ibnu Sa’ad (7: 172) meriwayatkan dari Abu Malik, beliau berkata, “Adalah Hasan apabila dikatakan kepadanya, ‘Mengapa engkau tidak keluar untuk kudeta demi mengubah keadaan?’ Beliau menjawab, ‘Allah merubah keadaan dengan tobat, tidak mengubah keadaan dengan pedang.’”

Baca juga: Memberontak Dalam Rangka Amar Ma’ruf Nahi Mungkar?

Riwayat keempat

Diriwayatkan Ibnu Saad dalam Ath-Thabaqat (7: 163-164) dan Ad-Dulabi dalam Al-Kuna (2: 121) dengan sanad yang sahih dari Sulaiman bin Ali Ar-Rabii, katanya, “Tatkala terjadi fitnah Ibnu Asyats melawan Hajjaj bin Yusuf, maka beberapa rombongan pemuda seperti Uqbah bin Abdul Ghafir, Abul Jauza, dan Abdullah bin Ghalib datang kepada Imam Hasan Al-Bashri seraya berkata, ‘Hai Abu Said, bagaimana pendapatmu kalau kita melawan thaghut yang mengalirkan darah, merampas harta, meninggalkan shalat, dan dan … (mereka menceritakan kejelekan-kejelekan Hajjaj).’

Hasan Al-Bashri berkata, ‘Menurut saya, kalian jangan melawannya, sebab apabila semua itu adalah kemurkaan Allah, maka kalian tidak bisa meredakan kemurkaan-Nya dengan pedang-pedang kalian. Namun, apabila semua itu adalah cobaan, maka bersabarlah hingga Allah kelak yang menghakimi dan Dia adalah sebaik-baik hakim.’

Setelah mendengar fatwa Imam Hasan Al-Bashri (dan tidak bisa membantah di hadapannya), mereka menggunjing Hasan Al-Bashri dari belakang seraya mengatakan (dengan nada mengejek), ‘Apakah kita akan mengikuti fatwa orang keturunan budak ini?! ‘ Kata perawi, ‘Merekapun akhirnya nekat bergabung melawan bersama Ibnu Asyats dan dibunuh semuanya!’”

Dalam riwayat lain ada tambahan menarik dari Murrah bin Dabbab, “Aku bertemu Uqbah bin Abdul Ghafir (salah satu tokoh yang kudeta) sedangkan dia tersungkur dan terluka di parit, dia memanggilku, ‘Wahai Abu Muadzal, aku menoleh padanya, lalu dia berkata, ‘Kita rugi dunia akhirat dalam kudeta bersama Ibnul Asy’ats ini.’”

Riwayat kelima

Al-Baladzari meriwayatkan dalam Jumal min Ansabil Asyraf (7: 394) dan Ibnu Abi Dunya dalam Al-‘Uqubat (52) dengan sanad yang sahih bahwa Hasan Al-Bashri berkata,  “Sesungguhnya Hajjaj adalah kemurkaan dari kemurkaan Allah. Dan kemurkaan Allah jangan ditangkis dengan pedang, akan tetapi tangkislah dengan tobat, merendah, bermunajat, istigfar, dan doa.”

Dan diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dalam Ath-Thabaqat (7: 164) dan Ibnu Abi Dunya dalam Al- ‘Uqubat (52) dengan sanad sahih bahwa Hasan Al-Bashri berkata, “Wahai sekalian manusia, demi Allah, tidaklah Allah menjadikan Hajjaj penguasa kalian kecuali karena hukuman, maka janganlah kalian melawan Allah dengan pedang, tetapi hendaknya kalian tenang dan bermunajat kepada Allah.”

Riwayat keenam

Imam Hasan Al-Bashri tatkala melihat seorang khawarij yang keluar untuk mengingkari kemungkaran, beliau berkata,

الْمِسْكِيْنُ رَأَى مُنْكَرًا فَأَنْكَرَهُ فَوَقَعَ فِيْمَا هُوَ أَنْكَرُ مِنْهُ

“Si miskin itu melhat kemungkaran dan ingin mengingkarinya, tapi malah jatuh pada kemungkaran yang lebih besar.” (As-Syari’ah, 1: 145; oleh Imam Al-Ajurri)

Kelima: Kalaupun ada riwayat yang sahih bahwa beliau ikut kudeta, maka itu karena terpaksa karena paksaan orang-orang Khawarij kepada beliau untuk menipu manusia agar meniru beliau, sebab beliau adalah tokoh teladan umat. Ibnu Sa’ad meriwayatkan (7: 163) dengan sanad sahih dari Ibnu Aun, beliau berkata, “Manusia lamban pada masa Ibnul Asy’ats. Akhirnya mereka berkata, ‘Keluarkan Syekh ini, yakni Hasan’; maka dia mengutus orang memaksanya. Ibnu Aun berkata, “Aku melihat Hasan berada di antara dua jembatan mengenakan sorban hitam, lalu dia pun melarikan diri di sungai dan selamat dari mereka, dia hampir saja mati saat itu.”

Ini menunjukkan bahwa Hasan tidak sampai menumpahkan darah, beliau ikut hanya karena terpaksa saja, dan hukum orang yang terpaksa tidak ada dosa baginya, sebagaimana diketahui bersama.

Keenam: Sebagian ulama salaf dahulu merasa heran dengan adanya kalangan yang kudeta bersama Ibnul Muhallab yang memberontak Yazid, padahal ada Hasan Al-Bashri di tengah-tengah mereka, tidak meminta fatwa kepadanya dan tidak meniru sikapnya yang tidak kudeta. Diriwayatkan oleh Waki’ dalam Akhbar Al-Qudhat (2: 12) bahwa Maslamah bin Abdul Malik berkata, “Bagaimana suatu kaum tersesat padahal Hasan Al-Bashri di tengah mereka? Mengapa malah mengikutu Ibnul Muhallab yang melakukan kudeta?”

Kesimpulannya, kami sampaikan atsar-atsar ini untuk membantah klaim bahwa Imam Hasan Al-Bashri membolehkan kudeta kepada pemimpin. Sekalipun sebenarnya cukup bagi kita dalil-dalil Al-Quran dan As-Sunnah. Namun, semoga dengan penjelasan ini, semakin meyakinkan kita tentang kedustaan klaim mereka tersebut.

[Bersambung]

LANJUT KE BAGIAN 2

***

Penulis: Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi

Artikel Muslim.or.id

 

Catatan kaki:

Tulisan ini banyak mengambil faedah dari kitab Thali’ah Al-Hiwar Ad-Darij Baina Sunni wal Khawarij (hal. 444-449) karya Syekh Abdul Malik Ramadhani Al-Jazairi.

Source link


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *