Siapa Ulul Amri yang Wajib Ditaati?
Siapa Ulul Amri yang Wajib Ditaati?
Hari meninggalnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah hari terberat yang dialami para sahabat. Anas Bin Malik radhiyallahu ‘anhu menceritakan dua hari yang sangat membekas dalam ingatan beliau. Yaitu hari datangnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ke Madinah dan hari meninggalnya beliau. Beliau berkata
فَشَهِدْتُهُ يَوْمَ دَخَلَ الْمَدِينَةَ، فَمَا رَأَيْتُ يَوْمًا قَطُّ كَانَ أَحْسَنَ، وَلَا أَضْوَأَ مِنْ يَوْمٍ دَخَلَ عَلَيْنَا فِيهِ. وَشَهِدْتُهُ يَوْمَ مَاتَ، فَمَا رَأَيْتُ يَوْمًا كَانَ أَقْبَحَ، وَلَا أَظْلَمَ مِنْ يَوْمٍ مَاتَ فِيهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Aku menyaksikan hari kedatangan Rasulullah di kota Madinah, maka aku tidak pernah melihat satu hari pun yang lebih baik dan bercahaya dibanding hari kedatangan Rasulullah kepada kami di kota Madinah. Dan aku menyaksikan hari meninggalnya beliau. Maka aku tidak pernah melihat hari yang lebih buruk dan lebih kelam dibanding hari meninggalnya Rasulullah.” (HR. Ahmad, no. 14063, hadis shahih)
Betapa sedih dan terpukulnya para sahabat dengan meninggalnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Namun demikian mereka tidak melupakan sebuah hal penting yang lebih penting dari prosesi pengurusan jenazah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu memilih pemimpin pengganti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka pun berkumpul di bangsal Bani Sa’idah dan memilih Abu Bakr As-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu sebagai pemimpin kaum muslimin pengganti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Pentingnya Pemerintahan dan Beratnya Tanggung Jawabnya
Dari kisah diatas terlihat bagaimana bimbingan para sahabat radhiyallahu ‘anhum tentang pentingnya pemimpin (Ulul Amri) dalam sebuah negeri dan tidak boleh ada satu hari pun tanpa ada pemimpin. Oleh karenanya para sahabat radhiyallahu ‘anhum mendahulukan memilih pemimpin dari prosesi pengurusan jenazah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ibnu Taimiyah menukilkan dalam bukunya sebuah ungkapan:
سِتُّونَ سنَة مَعَ إمامٍ جَائِرٍ خيرٌ مِنْ لَيْلةٍ وَاحدةٍ بِلِا إِمَامٍ
“Enam puluh tahun bersama imam (pemerintah) yang jahat lebih baik dari pada satu malam tanpa imam (pemerintah).” (Minhaj As-Sunah An-Nabawiyah jilid 1 hal. 548)
Namun demikian menjadi pemimpin merupakan sebuah beban yang berat, karena dia akan dimintai pertanggungjawaban tentang rakyatnya di hari kiamat kelak, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعيتِه
“Seorang imam adalah pemimpin dan dia akan ditanya tentang orang-orang yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari, no. 2751)
Sungguh celaka seorang pemimpin yang tidak menunaikan amanat yang dipikulnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى الإِمَارَةِ، وَسَتَكُونُ نَدَامَةً يَوْمَ القِيَامَةِ
“Kalian akan berambisi terhadap kepemimpinan, lalu kepemimpinan itu akan menjadi penyesalan di hari kiamat.” (HR. Bukhari, no. 7184)
Rasulullah pernah mengibaratkan,
مَنْ وَلِي القَضَاءَ فَقَدْ ذَبَحَ بِغَيْرِ سِكِّيْنٍ
“Barang siapa yang diangkat menjadi hakim maka dia telah disembelih tanpa pisau.” (HR. Abu Dawud, no. 3571, hadis shahih)
Karenanya Umar Bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu ketika menjadi khalifah sangat berupaya memperhatikan rakyatnya, bahkan yang berada ditempat yang sangat jauh darinya, beliau khawatir tidak menunaikan amanah sebagaimana mestinya. Beliau radhiyallahu ‘anhu pernah berkata,
لَوْ مَاتَتْ سَخْلَةٌ عَلَى شَاطِئِ الْفُرَاتِ ضَيْعَةً لَخِفْتُ أَنْ أُسْأَلَ عَنْهَا
“Seandainya ada anak kambing yang mati di tepian sungai Eufrat karena tersesat, maka aku sangat takut aku akan ditanya (pertanggungjawabannya di hari kiamat).” (Hilyatul Aulia jilid 6 no. 137)
Inilah hikmah dibalik besarnya pahala bagi pemimpin yang sanggup menunaikan tanggung jawabnya dan berbuat adil kepada rakyatnya. Rasulullah bersabda,
سَبْعَةٌ يُظِلهُم اللهُ يَومَ القيامَةِ في ظِلِّه، يَوم لا ظلَّ إلا ظلُّهُ: إِمامٌ عادِلٌ
“Tujuh golongan yang akan Allah naungi di hari tiada naungan kecuali naungan-Nya, (mereka adalah) imam yang adil ….” (HR. Bukhari, no. 6806 dan Muslim, no. 1031)
Siapa Sajakah yang Termasuk Ulul Amri (Pemerintah) yang Wajib Ditaati?
Karena berat dan luasnya tanggung jawab seorang pemimpin sebuah negeri, maka tidak mungkin dia mampu mengerjakan seluruh tanggung jawab itu sendirian. Dia membutuhkan orang-orang yang membantunya baik itu wazir (menteri), maupun para pemimpin daerah dan pegawai pemerintahan yang lainnya yang diistilahkan dengan Na-ibul Imam. Semua dalam rangka memenuhi tanggung jawab pemimpin terhadap rakyatnya. Dan semuanya masuk dalam ruang lingkup ulul amri yang kita diwajibkan untuk taat kepadanya, Allah berfirman,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul-Nya dan Ulul Amri (pemegang kekuasaan) diantara kalian.” (QS. An-Nisa [4]: 59)
Sebagaimana kita diperintahkan untuk taat kepada pemimpin tertinggi suatu negara (dalam NKRI berarti presiden). Demikian pula kita diwajibkan taat kepada orang-orang yang dipilih menjadi perpanjangan tangan dalam menjalankan kekuasannya, baik itu dari menteri, gubernur, camat, kepala desa, dan seterusnya dari pegawai pemerintahan. Namun semua sesuai dengan ruang lingkup kekuasaan yang diberikan untuk masing-masingnya. Oleh karenanya para ulama seperti Al-Mawardi dalam buku الأَحْكَام السُلطَانِية (Hukum-Hukum Kepemimpinan) membuat bab pengangkatan para menteri dan juga bab pengangkatan pimpinan daerah.
Ibnu Taimiyah berkata,
وَهَكَذَا أُولُو الْأَمْرِ إِذَا اسْتَخْلَفَ أَحَدُهُمْ شَخْصًا فِي حَيَاتِهِ فَإِنَّهُ يفْعَلُ مَا يَأْمُرُهُ بِهِ فِي الْقَضَايَا الْمُعَيَّنَةِ
“Demikianlah penguasa apabila memilih seseorang di masa hidupnya maka dikerjakan apa yang diperintahkan (orang yang dipilih tersebut) pada hal tertentu (yang menjadi ranahnya).” (Minhaj As-Sunnah An-Nabawiyah jilid 7 hal. 340)
Beliau juga berkata,
فَأَمْرُ الْحَاكِمِ الَّذِي هُوَ نَائِبُ الْإِمَامِ فِيهِ كَأَمْرِ الْإِمَامِ
“Maka perintah seorang hakim yang menjadi pengganti imam (pemimpin tertinggi) adalah seperti perintah imam.” (Al-Fatawa Al-Kubra jilid 5 hal. 113)
Maka barangsiapa menaati ketentuan dari gubernur, camat, kepala desa, dan pegawai pemerintahan yang lain pada ranah tugasnya, pada hakikatnya dia menaati pemimpin tertinggi suatu negara, dan mengamalkan perintah Allah dalam surat An-Nisa ayat ke-18 di atas dan juga hadis Nabi,
اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا، وَإِنِ اسْتُعْمِلَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِي
“Dengarkan dan taatilah (pemimpin kalian) walaupun yang memerintah kalian adalah seorang budak Habasyah.” (HR. Bukhari, no. 7142)
Dan tentu ini semua adalah apabila dalam perintah tersebut tidak terdapat hal-hal yang melanggar aturan-aturan Allah.
Semoga Allah memberikan taufik serta kemudahan kepada para pemimpin serta seluruh pegawai pemerintahan untuk menunaikan tanggung jawabnya, dan juga kepada rakyat untuk taat kepada perintahnya. Dan menjadikan Indonesia sebagai negeri yang aman sentosa serta sejahtera.
Daftar Pustaka:
- Al Bukhari, Muhammad bin Ismail . Shahih Bukhari. Daar Tauq An najah.
- An Naisaburi, Muslim bin Al Hajjaj. Shahih Muslim. Beirut: Dar Ihy At-Turats Al Arabi.
- As Syaibani, Ahmad Bin Hambal. Musnad Al Imam Ahmad. Mesir: Darul Hadis.
- As-Sijistani, Sulaiman bin Al Asy’ats Abu Dawud. Sunan Abu Dawud. Beirut: Al Maktabah Al Asriyah
- Al Asbahani, Ahmad Bin Abdullah Abu Nu’aim. HIlyatul Auliya. Beirut: Darul Kutul Al Arabi.
- Al Harrani, Ahmad Bin Abdul Halim Ibnu Taimiyah. Minhaj As Sunah An Nabawiyah. Arab Saudi: Jamiah Al Imam Muhammad Bin Su’ud Al Islamiyah.
- Al Harrani, Ahmad Bin Abdul Halim Ibnu Taimiyah. Al Fatawa Al Kubra. Al MAktabah Al Islamiyah.
- Al Harrani, Ahmad Bin Abdul Halim Ibnu Taimiyah. As Siyasah As Sya’iyah. Arab Saudi: Wizarah Syu’un Al Islamiyah Wal Auqaf.
- Al Mawardi, Ali Bin Muhammad. Al Ahkam As Sultaniyah. Mesir: Darul Hadis.
Leave a Reply