Permasalahan hukum minum khamr sebetulnya sudah jelas dipahami, bagi orang-orang awam sekalipun, terutama kaum muslimin yang masih memiliki semangat dan kecemburuan dalam agama. Akan tetapi, penulis merasa perlu untuk menuliskannya kembali, sebagai bentuk nasihat kepada penulis sendiri dan juga kaum muslimin, untuk menjauhi perbuatan ini dan tidak dekat-dekat dengannya. Hal ini karena tampaknya sebagian orang yang menganggap remeh, bahkan menganggap biasa-biasa saja perbuatan ini, atau bahkan menjadi kebiasaan pada momen atau waktu tertentu. Kita berlindung kepada Allah dari perkara ini.
Pengertian khamr
Secara bahasa, khamr berarti,
التَّغطيةُ والسَّترُ
“menutupi” atau “menyembunyikan”. Berdasarkan makna bahasa ini, kerudung wanita disebut khimar (خِمارُ), karena khimar tersebut menutupi kepala. (Lihat Ash-Sihah oleh Al-Jawhari, 2: 649; Maqayis al-Lughah oleh Ibnu Faris, 2: 215)
Adapun secara istilah, khamr adalah,
هي كُلُّ ما يُسكِرُ قَليلُه أو كثيرُه، سواءٌ اتُّخِذَ مِن العِنَبِ أو التَّمرِ، أو الحِنْطةِ أو الشَّعيرِ، أو غيرِها
“Khamr adalah segala sesuatu yang memabukkan, baik dalam jumlah sedikit maupun banyak, baik itu dibuat dari anggur, kurma, hinthah (gandum halus), sya’ir (gandum kasar), atau bahan-bahan lainnya.” (Lihat Al-Furu’ oleh Ibnu Muflih, 10: 96; Al-Inshaf oleh Al-Mardawi, 10: 172; dan Al-Fawakih ad-Dawani oleh An-Nafrawi, 2: 288)
Sehingga khamr itu dapat berasal dari bahan apa saja, asalkan memiliki efek memabukkan. Hal ini karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ، وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ
“Segala sesuatu yang memabukkan adalah khamr, dan segala sesuatu yang memabukkan hukumnya haram.” (HR. Muslim no. 2003)
Dalam lafaz yang lain,
كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ، وَكُلُّ خَمْرٍ حَرَامٌ
“Setiap yang memabukkan adalah khamr, dan setiap khamr hukumnya haram.” (HR. Muslim no. 2003)
Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah mendengar ayahnya, ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu, berkhotbah di mimbar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
أَمَّا بَعْدُ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّهُ نَزَلَ تَحْرِيمُ الْخَمْرِ وَهْىَ مِنْ خَمْسَةٍ ، مِنَ الْعِنَبِ وَالتَّمْرِ وَالْعَسَلِ وَالْحِنْطَةِ وَالشَّعِيرِ ، وَالْخَمْرُ مَا خَامَرَ الْعَقْلَ
“Amma ba’du. Wahai sekalian manusia, Allah telah menurunkan pengharaman khamr. Khamr itu berasal dari lima macam: anggur, kurma, madu lebah, hinthoh (gandum halus), dan sya’ir (gandum kasar). Khamr adalah segala sesuatu yang dapat menutupi (menguasai) akal.” (HR. Bukhari no. 5581 dan Muslim no. 3032)
Perkataan beliau, “Khamr adalah segala sesuatu yang dapat menutupi (menguasai) akal”; menunjukkan bahwa khamr tidak terbatas hanya pada lima jenis yang beliau sebutkan sebelumnya, dan bahwa sebab disebut khamr adalah karena memiliki efek memabukkan dan dapat menutupi akal.
Dari ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya mengenai al-bit’i (arak yang biasa diminum penduduk Yaman). Beliau kemudian menjawab dengan memberikan kaidah dan definisi umum,
كُلُّ شَرَابٍ أَسْكَرَ فَهُوَ حَرَامٌ
“Setiap minuman yang memabukkan, maka hukumnya haram.” (HR. Bukhari no. 5586 dan Muslim no. 2001)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
فلفظ الخمر عام ففي كل مسكر فإخرج بعض الأشربة المسكرة عن شمول اسم الخمر لها تقصير به وهضم لعمومه بل الحق ما قاله صاحب الشرع كل مسكر خمر
“Kata ‘khamr’ bersifat umum, mencakup segala sesuatu yang memabukkan. Mengeluarkan beberapa jenis minuman yang memabukkan dari definisi ‘khamr’ berarti mengurangi dan mengingkari maknanya yang umum tersebut. Sesungguhnya, yang benar adalah apa yang dikatakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu bahwa setiap yang memabukkan adalah khamr.” (I’laamul Muwaqi’in, 1: 261)
Seseorang yang minum, dia akan mabuk, yang ditandai dengan berkurang atau hilangnya kesadaran; dan juga merasa senang, nikmat, rileks, atau nge-fly.
Hukum minum khamr
Para ulama sepakat bahwa meminum khamr hukumnya haram. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah rijsun (kotor), termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu, agar kalian mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 90)
Ketika menjelaskan ayat ini, Syekh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata,
يذم تعالى هذه الأشياء القبيحة، ويخبر أنها من عمل الشيطان، وأنها رجس. {فَاجْتَنِبُوهُ} أي: اتركوه {لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ} فإن الفلاح لا يتم إلا بترك ما حرم الله، خصوصا هذه الفواحش المذكورة، وهي الخمر وهي: كل ما خامر العقل أي: غطاه بسكره
“Allah Ta’ala mencela perkara-perkara yang buruk ini dan menjelaskan bahwa perkara-perkara tersebut adalah perbuatan setan dan merupakan kotoran (najis). Yang dimaksud dengan,
فَاجْتَنِبُوهُ
‘jauhilah’ adalah ‘tinggalkanlah’. ‘Agar kalian mendapat keberuntungan’, karena keberuntungan (kesuksesan) tidak akan tercapai kecuali dengan meninggalkan apa yang diharamkan oleh Allah, terutama keburukan-keburukan yang disebutkan (dalam ayat) ini, yaitu khamr. Khamr adalah segala sesuatu yang dapat mengacaukan akal, yakni menutupinya dengan efek memabukkannya.”
Beliau rahimahullah juga kemudian melanjutkan penjelasannya,
فهذه الأربعة نهى الله عنها وزجر، وأخبر عن مفاسدها الداعية إلى تركها واجتنابها. فمنها: أنها رجس، أي: خبث، نجس معنى، وإن لم تكن نجسة حسا.
“Maka keempat perkara ini dilarang oleh Allah Ta’ala dan diperingatkan dengan keras. Allah juga menjelaskan kerusakan-kerusakan yang disebabkan oleh perkara-perkara tersebut, yang mendorong kita untuk meninggalkan dan menjauhinya. Di antaranya adalah bahwa hal-hal ini merupakan rijs, yakni sesuatu yang kotor, najis secara maknawi, meskipun tidak najis secara dzatnya.” (Taisir Karimir Rahman, tafsir surah Al-Maidah ayat 90)
An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullah menegaskan adanya ijmak kaum muslimin tentang haramnya minum khamr,
وَأَمَّا الْخَمْر فَقَدْ أَجْمَعَ الْمُسْلِمُونَ عَلَى تَحْرِيم شُرْب الْخَمْر ، وَأَجْمَعُوا عَلَى وُجُوب الْحَدّ عَلَى شَارِبهَا ، سَوَاء شَرِبَ قَلِيلًا أَوْ كَثِيرًا ، وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّهُ لَا يُقْتَل بِشُرْبِهَا
“Adapun khamr, kaum muslimin telah ijmak (sepakat) atas haramnya meminum khamr, dan juga ijmak wajibnya diberlakukan hukuman had atas peminumnya, baik meminumnya dalam jumlah sedikit maupun banyak.” (Syarh Shahih Muslim, 6: 129)
Dalam kitab Fiqh ‘ala ‘Al-Madzaahib Al-Arba’ah disebutkan,
أما السنة فهي مملوءة بالأحاديث الدالة على تحريم شرب الخمر والتنفير من القرب منه وكفى فيه قوله صلى الله عليه و سلم : ” لا يزنى الزاني حين يزني وهومؤمن ولا يسرق السارق حين يسرق وهومؤمن ولا يشرب الخمر حين يشربها وهو مؤمن ” وقد أجمع المسلمون وائمتهم على تحريم الخمر وأنها من أرذل الكبائر وأشد الجرائم
“Adapun sunah, maka banyak hadis yang menunjukkan haramnya minum khamr dan peringatan untuk menjauhinya. Cukuplah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
لاَ يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلاَ يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلاَ يَشْرَبُ حِينَ يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ
”Seorang pezina tidaklah berzina ketika ia berzina dalam keadaan beriman; seorang pencuri tidaklah mencuri ketika ia mencuri dalam keadaan beriman; dan seorang peminum khamr tidaklah minum khamr ketika ia meminumnya dalam keadaan beriman.” (HR. Bukhari no. 6810 dan Muslim no. 57)
Kaum muslimin dan para imam telah ijmak (sepakat) haramnya khamr dan bahwa khamr termasuk dari dosa-dosa besar yang paling tercela dan kejahatan yang paling berat.” (Fiqh ‘ala ‘Al-Madzaahib Al-Arba’ah, 2: 14)
Hukum minum khamr jika tidak sampai mabuk
Lalu, bagaimana jika tidak sampai mabuk? Sebagian orang menyangka, tidak masalah minum khamr, asalkan tidak sampai mabuk. Hal ini adalah sebuah kekeliruan, karena minum khamr tetap haram, meskipun hanya dalam jumlah yang sedikit. Hal ini telah ditegaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
مَا أَسْكَرَ كَثِيرُهُ، فَقَلِيلُهُ حَرَامٌ
“Apa saja yang dalam jumlah banyak itu memabukkan, maka hukumnya haram (meskipun) dalam jumlah yang sedikit.” (HR. Ahmad, 11: 119; dinilai sahih oleh Al-Arnauth)
Ketika menjelaskan hadis ini, Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,
معناه: أن الشيء إذا تناولتَ منه كثيراً حصل الإسكار، وإن تناولت يسيراً لم يحصل الإسكار، حَرُم حتى اليسير الذي ليس فيه إسكار سدَّاً للذريعة، وليس المعنى: ما كان فيه قليل من خمر فهو حرام، لا ليس هذا هو المعنى، فالشيء الذي فيه قليل من الخمر يُنظر إن ظهرت آثار الخمر فيه من طعم أو لون أو سَكَر فهو حرام، وإن لم يظهر فإنه ليس بحرام؛ لأنه اضمحلَّ وزال أثره. ولهذا لو أن الماء أصابته نجاسة يسيرة لم تؤثر عليه بقي على طهوريته، كذلك هذا الشراب لما صار فيه نقطة أو نقطتان من الخمر؛ لكن لم يؤثر فيه، فإنه باقٍ على حِلِّه.
“Maknanya adalah bahwa suatu benda (bahan), jika Anda mengonsumsinya dalam jumlah banyak akan menyebabkan mabuk, dan jika dikonsumsi sedikit, tidak akan menyebabkan mabuk; maka hukumnya haram, bahkan dalam jumlah sedikit yang tidak memabukkan. Hal ini dalam rangka menutup jalan (perantara) menuju yang haram.
Namun, yang dimaksud bukanlah “apa pun yang mengandung khamr dalam jumlah sedikit itu haram”, bukan begitu maknanya. Suatu benda yang mengandung sedikit khamr perlu dilihat, jika tanda-tanda (pengaruh) khamr seperti rasa, warna, atau efek memabukkan itu masih jelas (tampak), maka itu haram. Namun, jika tidak ada tanda-tanda tersebut, maka itu tidak haram, karena pengaruhnya telah hilang dan tidak ada lagi. Oleh karena itu, jika air terkena najis dalam jumlah sedikit yang tidak mempengaruhi sifatnya, ia tetap dalam keadaan suci. Begitu juga dengan minuman ini, jika hanya mengandung sedikit khamr, tetapi tidak berpengaruh terhadap efeknya, maka tetap halal.” (Jilsaat Ramadhaniyyah, 1: 107; Asy-Syamilah)
Berdasarkan penjelasan di atas, maka apabila suatu minuman itu murni khamr, maka haram diminum, baik dalam jumlah sedikit (tidak sampai mabuk) ataupun banyak. Adapun jika khamr itu tercampur dengan bahan (minuman) lain yang halal, maka dirinci. Misalnya, ada air minum satu galon besar yang tidak sengaja kejatuhan satu atau dua tetes khamr. Apabila khamr tersebut tidak memiliki pengaruh, baik rasa, warna, atau efek khamr-nya hilang karena terencerkan, maka minuman yang tercampur tersebut tetap halal. Adapun jika pengaruh khamr tetap ada, baik terhadap rasa, warna, dan juga efek memabukkannya tidak hilang, maka campuran tersebut haram.
Demikian pembahasan ini, semoga bermanfaat untuk kaum muslimin. Wallahu Ta’ala a’lam.
***
@Fall, 11 Jumadil awal 1446/ 13 November 2024
Penulis: M. Saifudin Hakim
Artikel Muslim.or.id
Leave a Reply