Apa Jika Sudah Taubat Pasti Diampuni Oleh Allah
Apa Jika Sudah Taubat Pasti Diampuni Oleh Allah
Diantara nama-nama Asmaul Husna, Allah memiliki gelar Al-Ghofur Maha Pengampun yang menunjukkan Allah sangat sering mengampuni dan menutupi dosa hamba-Nya. Allah ‘azza wajalla berfirman
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (53)
Katakanlah, “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar [39]: 53)
Dalam hadits Qudsi, Allah mengampuni hamba-Nya yang memiliki dosa hampir memenuhi seisi bumi dan setinggi langit:
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يَقُوْلُ : قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَ تَعَالَـى : يَا ابْنَ آدَمَ ، إنَّكَ مَا دَعَوْتَنِيْ وَرَجَوْتَنِيْ غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيْكَ وَلَا أُبَالِيْ ، يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ، ثُمَّ اسْتَغفَرْتَنِيْ ، غَفَرْتُ لَكَ وَلَا أُبَالِيْ ، يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِيْ بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا ، ثُمَّ لَقِيتَنيْ لَا تُشْرِكُ بِيْ شَيْئًا ، لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابهَا مَغْفِرَةً
“Wahai anak Adam! Sesungguhnya selama engkau berdoa dan berharap hanya kepada-Ku, niscaya Aku mengampuni dosa-dosa yang telah engkau lakukan dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam! Seandainya dosa-dosamu setinggi langit, kemudian engkau minta ampunan kepada-Ku, niscaya Aku mengampunimu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam! Jika engkau datang kepadaku dengan membawa dosa-dosa yang hampir memenuhi bumi kemudian engkau bertemu dengan-Ku dalam keadaan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apapun, niscaya Aku datang kepadamu dengan memberikan ampunan sepenuh bumi.” (HR. at-Tirmidzi, dan beliau berkata: Hadits ini hasan shahih).
Hakikat Taubat & Syaratnya [1]
Hakikat taubat yaitu perasaan hati yang menyesali perbuatan maksiat yang sudah terjadi, lalu mengarahkan hati kepada Allâh ‘azza wajalla pada sisa usianya serta menahan diri dari dosa. Melakukan amal shalih dan meninggalkan larangan adalah wujud nyata dari taubat.
Perlu diketauhi di dalam Islam, taubat memiliki syarat-syarat yang perlu dipenuhi:
- Ikhlas karena Allah ‘azza wajalla
- Menyesali atas perbuatan yang telah dilakukan
- Berhenti total dari perbuatan dosa yang serupa
- Bertekad tidak mengulangi lagi di masa mendatang
Apabila dosa tersebut berkaitan dengan hak orang lain, maka ia harus menunaikan hak-hak orang yang dizhalimi, seperti mencuri harta orang lain, dalam kondisi ini maka ia harus mengembalikan harta yang telah ia curi atau mengganti dengan harta yang serupa atau meminta keridhoan untuk diikhlaskan apabila harta tersebut tidak mampu untuk dikembalikan.
Namun jika berkaitan dengan ghibah (menggunjing), qodzaf (menuduh telah berzina), atau yang semisalnya, dimana orang tersebut belum mengetahui bahwa ia telah dighibah atau dituduh, maka disyariatkan bagi yang melakukan dosa tersebut untuk bertaubat kepada Allah ‘azza wajalla lalu mengungkapkan kebaikan-kebaikan orang yang dighibahi atau dituduh serta senantiasa mendoakan kebaikan dan meminta ampunan untuknya. Sebab dikhawatirkan apabila orang tersebut diharuskan untuk berterus terang kepada orang yang telah ia ghibah atau dituduh justru akan dapat menimbulkan peselisihan dan perpecahan diantara keduanya.
Kapan taubat seorang hamba tidak berlaku dan tidak bermanfaat lagi?
Dijelaskan dalam Quran dan Hadits bahwa batas akhir taubat memiliki dua waktu: [2]
- Sebelum ajal datang
Ketika kematian mendatangi seseorang, maka taubat sudah tidak berguna lagi baginya dan tidak akan diterima. Allâh ‘azza wajalla berfirman:
وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّىٰ إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ وَلَا الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ ۚ أُولَٰئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
“Dan tidaklah taubat itu diterima Allâh dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan, ‘Sesungguhnya saya bertaubat sekarang.’ Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih” (QS. An-Nisa [4]: 18)
- Sebelum matahari terbit dari barat
Jika matahari telah terbit dari arah barat, maka saat itu taubat sudah tidak bermanfaat lagi.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لاَ تَنْقَطِعُ الْهِجْرَةُ مَا تُقُبِّلَتِ التَّوْبَةُ، وَلاَ تَزَالُ التَّوْبَةُ مَقْبُولَةٌ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنَ الْمَغْرِبِ، فَإِذَا طَلَعَتْ؛ طُبِعَ عَلَى كُلِّ قَلْبٍ بِمَا فِيْهِ، وَكُفِيَ النَّاسُ الْعَمَلَ.
“Hijrah tidak akan terputus selama taubat masih diterima, dan taubat akan tetap diterima hingga matahari terbit dari barat. Jika ia telah terbit (dari barat), maka dikuncilah setiap hati dengan apa yang ada di dalamnya dan dicukupkan bagi manusia amal yang telah dilakukannya.” (Musnad Imam Ahmad No. 1671, Ahmad Syakir beliau berkata: Sanadnya Shahih)
Lalu bagaimana tanda-tanda taubat seorang hamba diterima oleh Allah ‘azza wajalla?
Ibnul Qayyim menyebutkan ada enam hal yang menandakan taubat seseorang diterima oleh Allah subhanahu wata’ala: [3]
- Perilakunya lebih baik daripada sebelumnya
- Berhenti dari perbuatan dosa dan menerima dengan hati terbuka untuk mengerjakan amal sholeh dalam segala kebaikan.
- Cemas terhadap adzab dan murka Allah. Sekejap pun ia tak pernah lepas dari rasa cemas ini. Dengan demikian, ia selalu diliputi rasa cemas terhadap murka-Nya.
- Hatinya berpaling dari hal-hal keduniaan, sebaliknya hati itu haus pada hal-hal terhadap akhirat.
- Hatinya selalu tersadar karena penyesalan yang terus membayangi. Hal ini tergantung pada seberapa besar dosa yang dilakukan.
- Perasaan hancurnya hati yang tidak dapat diserupakan dengan apapun. Kondisi ini hanya dialami oleh orang yang melakukan dosa. Dimana hatinya benar-benar hancur di hadapan Rabbnya dalam keadaan hina.
Kondisi inilah yang dinyatakan Ibnul Qoyyim dalam munajatnya yang sangat indah:
أسألك بعزك وذلي إلا رحمتني، أسألك بقوتك وضعفي، وبغناك عني وفقري إليك، هذه ناصيتي الكاذبة الخاطئة بين يديك، عبيدك سواي كثير، وليس لي سيد سواك، لا ملجأ ولا منجى منك إلا إليك، أسألك مسألة المسكين، وأبتهل إليك ابتهال الخاضع الذليل، وأدعوك دعاء الخائف الضرير، سؤال من خضعت لك رقبته، ورغم لك أنفه، وفاضت لك عيناه، وذل لك قلبه
“Aku memohon kepada-Mu dengan segala keagungan-Mu, sementara aku ini adalah hina kecuali Engkau memberi kasih sayang-Mu. Aku memohon kepada-Mu dengan segala kekuatan-Mu, sementara aku ini hamba yang lemah. Engkau tidak butuh aku, sedangkan aku membutuhkan-Mu. Inilah diriku yang banyak dusta dan dosa bersimpuh di hadapan-Mu. Hamba-Mu selain diriku sangatlah banyak, sementara aku tidak mempunyai Tuhan selain diri-Mu. Tidak ada tempat bernaung dan tidak pula tempat bergantung kecuali hanya kepada-Mu. Aku memohon dengan ratapan orang miskin. Aku bermunajat dengan munajatnya orang yang hina. Aku berdoa kepada-Mu dengan doa orang yang takut serta rasa tertekan. Terimalah permohonan dari orang yang menyimpuhkan kakinya di hadapan-Mu, nafas yang tersedak karena-Mu, air mata yang berlinang hanya untuk-Mu dan hati yang hina karena-Mu.”
Kesimpulan:
Kesalahan dan dosa-dosa pasti pernah dilakukan oleh manusia, baik dosa kecil maupun dosa besar, baik dosa kepada al-Khâliq (Allâh Maha Pencipta) maupun dosa kepada makhluk-Nya. Setiap anggota tubuh manusia pernah melakukan kesalahan dan dosa. Mata sering melihat yang haram, lidah sering bicara yang tidak benar, berdusta, melaknat, sumpah palsu, menuduh, membicarakan aib sesama Muslim (ghibah), mencela, mengejek, menghina, mengadu domba, memfitnah, dan lain-lain. Sebaik-baiknya orang yang melakukan kesalahan adalah mereka yang mau bertaubat.
Karena di dalam Al-Quran dan Hadits telah banyak menyebutkan bahwa Allah maha pengampun, maha pemaaf, dan menyukai orang yang bertaubat. Pintu taubat terbuka sangat luas selama belum datang ajal kematian menjemput dan matahari terbit dari barat.
Semoga Allah menerima setiap taubat kita dan mengampuni setiap dosa yang kita sesali.
Referensi:
[1] At-Taubatu Ilallah, Maknaha, Haqiqatuha, Fadhluha, syurutuha, Prof. DR. Shalih Ghanim as-sadlan, hlm. 10
[2] At-taubati qobal Hasarot, Azhari Ahmad Mahmud, Hal 16
[3] Madarijus Salikin, Ibnul Qayyim, Dar al Arobi, Hal 1/203