Hukum Ziarah di Kuburan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
Hukum Ziarah di Kuburan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
Ziarah di kuburan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bukan termasuk hal yang wajib ataupun syarat dalam pelaksanaan ibadah haji seperti sangkaan sebagian orang awam, tapi hal tersebut sekedar anjuran bagi orang yang ziarah ke Masjid Nabawi, atau bagi yang tinggal di dekatnya.
Adapun orang yang tinggal jauh dari kota Madinah, maka tidak boleh baginya untuk safar dengan tujuan ziarah ke kuburan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, akan tetapi disunnahkan baginya untuk safar dengan tujuan ziarah ke Masjid Nabawi, kemudian apabila telah sampai di Masjid Nabawi dia berziarah ke kuburan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan kuburan dua sahabatnya. Oleh karena itu, ziarah di kuburan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan dua sahabatnya masuk dalam ziarah ke masjid Nabawi, hal itu berdasarkan apa yang telah tetap periwayatannya di dalam shahih Bukhari dan Muslim dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
{لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ اَلمسْجِدِ الحَرَامِ وَمَسْجِدِيْ هذَا وَالمسْجِدِ الأَقْصَى}
Artinya: “Tidak diperkenankan perjalanan (safar dengan niat ibadah) kecuali menuju tiga masjid: Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjidil Aqsha.” (HR. Bukhari 1189 dan Muslim 1397)
Seandainya safar (dengan niat ibadah) dengan tujuan ziarah ke kuburan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam atau kuburan selainnya disyariatkan, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam akan menganjurkan umatnya untuk melakukan hal tersebut dan akan menyebutkan fadhilah-fadhilahnya; karena beliau adalah orang yang paling senang menasihati manusia, paling tahu terhadap Allah ‘azza wajalla dan paling takut kepada-Nya. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyampaikan semuanya, telah menunjukkan kepada umatnya segala jenis kebaikan dan melarang umatnya dari segala jenis keburukan. Bagaimana tidak?! Beliau sendirilah yang telah melarang untuk safar (dengan niat ibadah) selain ke ketiga masjid dengan sabdanya:
لاَ تَتَّخِذُوْا قَبْرِي عِيْدًا، وَلاَ بُيُوْتَكُمْ قُبُوْرًا، وَصَلُّوْا عَلَيَّ فَإِنَّ تَسْلِيْمَكُمْ يَبْلُغُنِي أَيْنَ كُنْتُمْ
Artinya: “Janganlah kalian menjadikan kuburanku sebagai ‘ied!, janganlah kalian menjadikan rumah seperti kuburan!, dan bershalawatlah kalian kepadaku karena shalawat kalian akan sampai kepadaku di mana saja kalian berada.” (HR. Dhiya’ Ad Diin Al Maqdisi dalam Al Mukhtaroh, Imam Ahmad dalam musnadnya 2: 367, Sunan Abu Dawud no. 2042. Hadits ini shahih dilihat dari penguat dan banyaknya jalur, sebagaimana komentar Syaikh ‘Abdul Qodir Al Arnauth dalam catatan kaki Kitab Tauhid, hal. 90).
Adapun pendapat sebagian manusia yang menyatakan bahwa safar dengan tujuan kuburan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam itu disyariatkan, maka pendapat tersebut berkonsekuensi kuburan Nabi menjadi ‘ied, dan terjadilah apa yang dikhawatirkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu perbuatan ghuluw dan berlebihan, sebagaimana yang telah terjadi pada banyak dari manusia sebab keyakinan mereka akan disyariatkannya safar dalam rangka ziarah kuburan Nabi.
Adapun apa yang diriwayatkan dalam masalah ini dari hadits-haidts yang dijadikan dalil oleh orang-orang yang beranggapan disyariatkannya safar dengan tujuan ziarah kuburan Nabi, maka derajat haditsnya lemah bahkan palsu seperti apa yang telah dijelaskan kedhoifannya oleh para huffadz ahli hadits, seperti Daruqutni, Baihaqi, Ibnu Hajar, dan selainnya.
Maka tidak boleh hadits-hadits tersebut dibenturkan dengan hadits-hadits yang shahih yang menunjukkan akan keharaman safar selain ke tiga masjid.
Di bawah ini kami persembahkan beberapa contoh hadits palsu berkaitan dengan hal tersebut, agar pembaca tidak tertipu dengannya:
مَنْ حَجَّ وَلَمْ يَزُرْنِي فَقَدْ جَفَانِي
Artinya: ”Barangsiapa yang melaksanakan haji namun tidak menziarahiku, sungguh ia telah berpaling dariku.”
مَنْ زَارَنِي بَعْدَ مَوْتِي فَكَأَنَّمَا زَارَنِي فِي حَيَاتِي
Artinya: “Barangsiapa menziarahiku setelah aku meninggal dunia, maka seakan-akan dia sedang berziarah kepadaku ketika aku masih hidup.” (HR. Baihaqi)
مَنْ زَارَنِي، وَزَارَ أَبِيْ إِبْراهِيم فِيْ عَامٍ وَاحِدٍ، ضَمِنْتُ لَهُ عَلَى اللهِ الجنَّةَ
Artinya: “Barangsiapa menziarahiku, dan menziarahi Ibrahim dalam satu tahun, maka aku jamin untuknya surga.”
مَنْ زَارَ قَبْرِي وَجَبَتْ لَهُ شَفَاعَتِي
Artinya: “Barangsiapa yang menziarahi kuburku, wajib baginya untuk mendapatkan syafa’atku.”
Hadits-hadits di atas dan yang semisalnya tidak pernah tsabit dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sedikitpun.
Berkata Alhafidz Ibnu Hajar di dalam kitabnya At-Talkhis setelah beliau menyebutkan riwayat-riwayat ini: “Jalur hadits-hadits ini semuanya lemah.”
Berkata Alhafidz Al-‘Uqaili: “Tidak ada hadits yang shahih dalam masalah ini.”
Dan Syaikhul Islam telah memastikan bahwa hadits-hadits ini palsu. Dan tentu pembaca cukup tahu bagaimana keilmuan, hafalan, dan juga wawasan Syaikhul Islam.
Andai saja ada yang tsabit dari hadits-hadits di atas, tentu para sahabat adalah orang yang paling semangat dan bersegera untuk mengamalkan perbuatan tersebut, mereka akan menjelaskan kepada umat serta mengajak mereka untuk melakukan hal tersebut, karena mereka adalah sebaik-baik manusia setelah para Nabi, paling mengerti batasan-batasan Allah dan apa yang Allah syariatkan kepada hambanya dan paling giat untuk memberi nasihat kepada manusia.
Ketika tidak pernah ada penukilan dari mereka sedikitpun tentang praktik ibadah tersebut, maka itu menunjukkan bahwa hal tersebut tidak disyariatkan, bahkan jika ada yang shahih-pun, maka hal tersebut wajib dibawa pemahamannya kepada ziarah yang syar’i yang tidak mengandung makna safar dengan tujuan ziarah kuburan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam saja, sebagai bentuk menjamak/mencocokkan di antara hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Wallahu a’lam.
Tentang Dianjurkannya Ziarah ke Masjid Quba dan Kuburan Baqi’
Dan dianjurkan kepada para pengunjung kota madinah untuk berziarah ke masjid Quba dan shalat di dalamnya, berdasarkan apa yang telah tetap di dalam shahihain dari hadits Ibnu Umar dia berkata:
كَانَ النَّبِيُّ ﷺ يَزُوْرُ مَسْجِدَ قُبَاء رَاكِبًا وَمَاشِيًا وَيُصَلِّيْ فِيْهِ رَكْعَتَيْنِ
Artinya: “Dulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berziarah ke masjid Quba dalam keadaan berkendara dan berjalan kaki, dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam shalat di dalamnya sebanyak dua rakaat.”
Juga dari Sahl bin Hunaif,
مَنْ تَطَهَّرَ فِيْ بَيْتِهِ ثُمَّ أَتَى مَسْجِدَ قُبَاء فَصَلَّى فِيْهِ صَلَاةً كَانَ لَهُ كَأَجْرِ عُمْرَةً
Artinya: “Barangsiapa bersuci di rumahnya kemudian datang ke masjid Quba lalu shalat di dalamnya, maka baginya seperti pahala Umrah.”
Dan disunnahkan juga baginya untuk ziarah ke kuburan baqi’, kuburan para syuhada dan kuburan Hamzah, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dulu menziarahi kuburan-kuburan tersebut dan berdo’a untuk mereka. Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
زُوْرُوْا القُبُوْرَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمْ الآخِرَةَ
Artinya: “Berziarahlah kubur! Karena perbuatan tersebut dapat mengingatkan kalian terhadap akhirat.”
Dan dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kepada para sahabat ketika berziarah kubur untuk berucap:
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ اُلمؤْمِنِيْنَ وَاْلُمسْلِمِيْنَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لَاحِقُوْنَ نَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمْ العَافِيَةَ
Assalaamu ‘alaikum ahlad diyaari minal mu`miniin wal muslimiin wa innaa in syaa Allahu bikum laahiquun, nas alullaaha lanaa wa lakumul ‘aafiyah
Artinya: “Semoga keselamatan tercurah kepada kalian wahai penghuni kubur dari kalangan kaum mukminin dan muslimin, dan kita dengan izin Allah akan menyusul kalian, kita meminta kepada Allah untuk kami dan untuk kalian keselamatan.”
Dan Tirmidzi meriwayatkan:
مَرَّ النَّبِيُّ ﷺ بِقُبُوْرِ اَلمدِيْنَةِ فَأَقْبَلَ عَلَيْهِمْ بِوَجْهِهِ فَقَالَ: السَّلَامُ عَلَيْكُمْ يَا أَهْلَ القُبُوْرِ يَغْفِرُ اللهُ لَنَا وَلَكُمْ أَنْتُمْ سَلَفُنَا وَنَحْنُ بِالأَثَرِ
Artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melewati kuburan di kota Madinah, beliau menghadapkan wajahnya ke arah mereka, kemudian berucap:
Assalaamu ‘alaikum ya ahlal quburi, yaghfirullahu lana walakum, antum salafuna wa nahnu bil-atsar
Artinya: “Semoga keselamatan tercurah kepada kalian wahai penghuni kuburan, semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita dan juga kalian, kalian pendahulu kami, dan kami masih dalam perjalanan.”
Melalui hadits-hadits ini, bisa diketahui bahwa ziarah yang syar’i tujuannya adalah untuk mengingat akhirat, berbuat baik kepada orang yang telah meninggal, mendoakan mereka dan memintakan ampunan untuk mereka.
Adapun berziarah dengan tujuan berdoa di sisi kubur mereka, i’tikaf di sisinya atau meminta kepada mereka untuk menyelesaikan hajat-hajatnya, menyembuhkan orang-orang yang sakit, atau meminta kepada Allah dengan wasilah mereka atau berwasilah dengan kemuliaan mereka dan sejenisnya, maka ini merupakan ziarah yang bid’ah, perbuatan mungkar, dan tidak pernah ada syariatnya dari Allah dan rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak pula dilakukan oleh para salafus shalih. Bahkan hal tersebut termasuk bentuk hujr yaitu perkara yang tidak layak, dimana beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
زُوْرُوْا القُبُوْرَ وَلَا تَقُوْلُوا هُجْرًا
Artinya: “Berziarah-kuburlah!, dan jangan kalian berkata dengan perkataan yang tidak layak.”
Perkara-perkara yang kita sebutkan di atas semuanya merupakan perbuatan bid’ah, akan tetapi derajatnya berbeda-beda, sebagian ada yang sekedar bid’ah saja tidak sampai derajat syirik, seperti berdoa kepada Allah ‘azza wajalla di sisi kuburan dan juga seperti meminta kepada Allah ‘azza wajalla dengan perantara orang yang sudah meninggal dan sejenisnya. Dan sebagian lagi, selain dia bid’ah dia juga termasuk syirik besar, seperti berdoa kepada mayit, meminta tolong kepadanya, dan sejenisnya.
Dan kita telah menjelaskan perkara ini secara rinci pada pembahasan yang telah berlalu, maka hendaknya seorang muslim sadar akan hal ini, dan hendaknya sangat berhati-hati dan selalu meminta kepada Allah ‘azza wajalla taufiq dan hidayah menuju kebenaran, Dia lah Allah ‘azza wajalla Dzat yang memberi taufiq dan memberi petunjuk, tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Dia dan tidak ada pengatur selain Dia.
Ini adalah akhir dari apa yang ingin kami sampaikan, dan segala puji bagi Allah ‘azza wajalla di awal dan di akhir, shalawat serta salam semoga tercurah kepada hamba dan Rasul-Nya, makhluk pilihan-Nya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan kepada keluarganya, para sahabatnya, dan orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari pembalasan.
Penulis: Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz رحمه الله
Mufti ‘aam Kerajaan Saudi Arabia
Ketua Hai’ah Kibar Ulama dan Idaroh Buhuts Ilmiyyah dan Ifta
Penerjemah: Abu Hanifah, Lc
Refrensi:
صفة العمرة وأحكام الزيارة وآدابها
التأليف: عبد العزيز بن عبد الله بن باز -رحمه الله-