Hukum Manusia Menikah Dengan Jin
Hukum Manusia Menikah Dengan Jin
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum ustadz, ijin bertanya apakah jika ada seorang manusia yang menikah dengan Jin termasuk dosa?
(dari Santri Mahad Bimbingan Islam)
Jawaban:
Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh
Syaikh Muhammad Amin Asy-Syinqithi rahimahullah berkata; Firman Allah Ta’ala;
وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجاً وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً
“Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu.” (QS. An-Nahl: 72)
Dalam ayat tersebut Allah memberikan nikmat kepada anak Adam dengan menjadikan bagi mereka istri-istri dari jenis mereka sendiri. Seandainya pasangannya terdiri dari jenis lain, tidak akan terjadi kesatuan, cinta, dan kasih sayang. Akan tetapi dengan rahmat-Nya, Dia menjadikan di antara anak Adam laki-laki dan wanita. Lalu menjadikan kaum wanita istri bagi kaum laki-laki. Ini merupakan nikmat yang paling besar, sebagaimana dia merupakan tanda paling agung yang menunjukkan bahwa hanya Allah Jalla wa ‘Alaa saja yang berhak disembah.
Dia juga menjelaskan di tempat lain bahwa hal ini merupakan nikmat yang sangat agung dan bahwa dia merupakan tanda kebesaran Allah Ta’ala. Sebagaimana firman-Nya,
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآياتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Rum : 21)
Adapun tentang hukum pernikahan antara jin dan manusia, para ulama berbeda pendapat menjadi tiga pendapat:
Pendapat pertama: Haram. Ini adalah pendapat Imam Ahmad.
Pendapat kedua: Makruh. Yang berpendapat seperti ini adalah Imam Malik, Hakam bin Utaibah, Qatadah, Hasan, Uqbah Al-Asham, Hajjab bin Arthah, Ishaq bin Rahawaih. Boleh jadi makna makruh menurut sebagian ulama adalah mengharamkan. Dan ini merupakan pendapat mayoritas ulama.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiah rahimahullah berkata, “Mayoritas ulama menyatakan makruh pernikahan manusia dengan jin.” (Majmu’ Fatawa, 19/40).
Pendapat ketiga: Boleh. Ini adalah pendapat sebagian ulama mazhab Syafi’i.
Dari ketiga pendapat ini, Syaikh Wali Zar bin Syahiz Ad-Din hafizahullah memberikan kesimpulan, “Adapun masalah ini dari segi realitas, maka semuanya menyatakan kemungkinan terjadinya. Karen nash yang ada tidak menyatakan secara jelas, apakah dibolehkan atau dilarang, maka kami condong kepada pelarangan secara syariat. Sebab membolehkannya akan menyebabkan beberapa hal yang membahayakan, di antaranya:
- Tersebarnya perbuatan zina, lalu mereka kaitkan hal tersebut dengan dunia jin. Karena dunia jin adalah perkara ghaib, tidak mungkin dilakukan penyidikan atasnya. Sedangkan Islam sangat memperhatikan dalam masalah menjaga kehormatan. Mencegah kerusakan didahulukan daripada mendatangkan kebaikan, demikian sebagaimana telah ditetapkan dalam syariat Islam.
- Akibat dari pernikahan seperti itu terhadap keturunan dan kehidupan keluarga. Anak-anak, kepada siapa nasab mereka disandangkan? Bagaimana bentuknya? Apakah seorang istri dari jin tidak boleh berbentuk?”
- Interaksi dengan jin dengan cara seperti ini membuat manusia tidak selamat dari gangguan. Padahal Islam sangat memperhatikan keselamatan manusia dari gangguan.
Dengan kenyataan ini, tampaklah bahwa membolehkan hal ini akan menyeret orang ke berbagai permasalahan yang tiada ujung dan sulit mencari solusinya. Ditambah lagi dampak buruknya terhadap keyakinan dalam jiwa, akal, dan kehormatan. Padahal itu semua adalah perkara yang sangat dilindungi dalam Islam. Begitu pula pernikahan antara kedua jenis tersebut tidak mendapatkan manfaat sedikit pun.
Karena itu, kami condong kepada pendapat yang melarang tindakan itu secara syariat, meskipun kemungkinan terjadi diterima.
Referensi diringkas dari islamqa:
Wallahu A’lam