Kalau Ikhwan dapat Bidadari di Surga, Kalau Akhawat apa dapat Bidadara?
Kalau Ikhwan dapat Bidadari di Surga, Kalau Akhawat apa dapat Bidadara?
Bismillah wassholaatu wassalaamu ‘alaa Rosulillah shallallahu ’alaihi wasallam, Amma ba’du:
Kita awali dengan doa semoga Allah ‘azza wajalla memasukkan kita semua ke dalam surga-Nya. Aamiin
Seorang muslim tentu meyakini bahwa di surga ada kenikmatan yang mata tidak pernah melihatnya, telinga tidak pernah mendengarnya, dan hati tidak pernah membayangkannya. Sebagaimana hal tersebut disebutkan di dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu di bawah ini:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه، عَنْ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: قَالَ اللهُ تبارك وتعالى: «أَعْدَدْتُ لِعِبَادِي الصَّالِحِينَ: مَا لَا عَيْنٌ رَأَتْ، وَلَا أُذُنٌ سَمِعَتْ، وَلَا خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَر. (البخاري 4779 ومسلم 2824)
Artinya: Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu (semoga Allah ‘azza wajalla meridhainya), dari Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam beliau bersada: Allah ‘azza wajalla berfirman: “Aku siapkan untuk hamba-Ku yang shaleh sesuatu yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah terbayangkan oleh hati manusia.” (HR. Bukhori, no. 4779 dan Muslim,no. 2824. Hadits ini shahih).
Ini merupakan kabar dari Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam sekaligus janji dari Allah ‘azza wajalla akan betapa besar kenikmatan surga, sampai-sampai manusia tidak bisa membayangkan kenikmatan tersebut, karena sebesar apapun manusia membayangkan sebuah kenikmatan, nikmat surga pasti jauh lebih di atas apa yang dia bayangkan. Hal ini seharusnya cukup untuk membuat seorang muslim bersemangat untuk menggapainya.
Berbicara tentang surga dan neraka artinya berbicara tentang perkara ghaib, karena surga dan neraka dan apa yang ada serta terjadi di dalamnya merupakan perkara ghaib. Maka agar pembicaraan tersebut benar, perlu diketahui konsep akidah ahlussunnah tentang perkara ghaib.
Konsep Akidah Ahlussunnah tentang Perkara Ghaib
Konsep akidah ahlussunnah tentang perkara ghaib adalah meyakini apa yang datang penetapan dan penjelasannya dari Allah ‘azza wajalla dan Rasul-Nya shallallahu ’alaihi wasallam tanpa menambah dan menguranginya, serta diam terhadap hal-hal yang tidak datang penjelasanya dari Allah ‘azza wajalla dan Rasul-Nya shallallahu ’alaihi wasallam.
Berkata Ibnu Qudamah:
ويجب الإيمان بكل ما أخبر به النبي صلى الله عليه وسلم، وصح به النقل عنه، فيما شاهدناه أو غاب عنا، نعلم أنه حق وصدق، وسواء في ذلك ما عقلناه أو جهلناه، ولم نطلع على حقيقة معناه.
Artinya: “Dan wajib beriman dengan setiap apa yang Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam kabarkan dan apa yang shahih penukilan darinya, baik itu merupakan perkara yang bisa kita lihat ataupun yang tidak (ghaib), kita yakini itu benar dan jujur, baik perkara tersebut masuk di akal kita ataupun tidak, dan kita tidak mengetahui hakikatnya.” (Ibnu Qudamah. [2000 M]. Lu’matul I’tiqod. Saudi Arabia: Wizaroh Syu’un Islamiah wal Auqaf wa Adda’wah wal Irsyad.)
Ini merupakan konsep akidah ahlussunnah tentang perkara ghaib.
Kemudian, setelah kita pahami konsep tersebut, maka selanjutnya kita terapkan dalam pembahasan kita.
- Tentang penjelasan bahwa di surga kaum laki-laki akan mendapatkan bidadari, ini memang telah datang penjelasannya melalui hadits-hadits yang shahih, sebagaimana tercantum di dalam firman Allah ‘azza wajalla di bawah ini:
كَذٰلِكَ وَزَوَّجْنٰهُمْ بِحُوْرٍ عِيْنٍ
Artinya: “Demikianlah, kemudian Kami berikan kepada mereka pasangan bidadari yang bermata indah.” (QS. Ad-Dukhan: 54)
مُتَّكِـِٕيْنَ عَلٰى سُرُرٍ مَّصْفُوْفَةٍ وَزَوَّجْنٰهُمْ بِحُوْرٍ عِيْنٍ
Artinya: “Mereka bersandar di atas dipan-dipan yang tersusun dan Kami berikan kepada mereka pasangan bidadari yang bermata jeli.” (QS. Ath-Thur: 20)
- Adapun tentang apakah perempuan akan mendapatkan bidadara sebagai kebalikan dari kaum laki-laki, maka disini seharusnya kita diam; karena hal tersebut termasuk perkara ghaib dan tidak ada penjelasannya dari Allah ‘azza wajalla ataupun Rasul-Nya shallallahu ’alaihi wasallam, sedangkan konsekuensi iman terhadap perkara ghaib adalah diam dalam perkara tersebut sampai datang penjelasannya dari syari.
- Hendaknya kita fokus untuk beramal dan mengejar surga daripada membahas dan membicarakan perincian-perincian perkara gaib yang akal manusia terbatas dan tidak dapat menjangkaunya.
- Seperti yang telah dijelaskan di awal, bahwa di surga ada seluruh jenis kenikmatan, maka hendaknya itu cukup menjadi sebuah iming-iming untuk seorang muslim semangat dalam mengejar dan menggapainya.
- Di dalam QS. Adh-Dhuhaa, Allah ‘azza wajalla menjamin bahwa penduduk surga pasti akan ridha terhadap pemberian Allah. Allah ‘azza wajalla berfirman:
وَلَسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ فَتَرْضَى
Artinya: “Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas’’. (QS. Adh-Dhuhaa [5])
Demikian wallahu a’lam bishawab.