Suatu hari Salman al-Farisiy radhiyallahu ‘anhu pernah diprovokasi oleh seorang Yahudi. Beliau bercerita,
قِيلَ لَهُ: قَدْ عَلَّمَكُمْ نَبِيُّكُمْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلَّ شَيْءٍ حَتَّى الْخِرَاءَةَ قَالَ: فَقَالَ: أَجَلْ «لَقَدْ نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ لِغَائِطٍ، أَوْ بَوْلٍ، أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِالْيَمِينِ.. ».
Ada orang yang berkata kepada beliau, “Nabi kalian mengajari kalian segala sesuatu. Bahkan hingga adab buang hajat pun diajarkannya!”. (Dengan percaya diri) beliau menjawab, “Tentu! Beliau melarang kami untuk menghadap kiblat saat buang air besar maupun kecil. Beliau juga melarang kami untuk cebok dengan tangan kanan…”. HR. Muslim (no. 262).
Di antara adab buang hajat yang diajarkan Islam adalah:
Pertama: Membaca doa sebelum masuk toilet
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda,
«سِتْرُ مَا بَيْنَ الْجِنِّ وَعَوْرَاتِ بَنِي آدَمَ إِذَا دَخَلَ الْكَنِيفَ أَنْ يَقُولَ بِسْمِ اللَّهِ»
“Penutup yang menghalangi pandangan jin dari aurat bani Adam adalah bacaan basmalah saat ia memasuki WC”. HR. Ibn Majah (no. 300) dari Ali radhiyallahu’anhu dan dinyatakan sahih lighairihi oleh al-Albani.
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu menuturkan,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الخَلَاءَ قَالَ: «اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ»
Bila Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam akan masuk tempat buang hajat, beliau membaca: “Allôhumma innî a’ûdzubika minal khubutsi wal khobâ’its” (Ya Allah, sungguh aku memohon perlindungan pada-Mu dari setan pria dan perempuan)”. HR. Bukhari (no. 142) dan Muslim (no. 829).
Kandungan doa di atas telah kita bahas di Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 207.
Kedua: Mendahulukan kaki kiri saat masuk toilet dan kaki kanan saat keluar
Para ulama empat mazhab—Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah—menganjurkan adab di atas. Bahkan Imam Nawawiy rahimahullah menukil kesepakatan para ulama terkait adab ini. Sebab salah satu kaidah syariat yang telah baku menyatakan: aktivitas yang mulia—seperti wudhu dan mandi—didahulukan anggota kanan. Sedangkan aktivitas sebaliknya—seperti masuk toilet—didahulukan anggota kiri.
Ketiga: Tidak menghadap kiblat atau membelakanginya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
«إِنَّمَا أَنَا لَكُمْ بِمَنْزِلَةِ الْوَالِدِ، أُعَلِّمُكُمْ فَإِذَا أَتَى أَحَدُكُمُ الْغَائِطَ فَلَا يَسْتَقْبِلِ الْقِبْلَةَ وَلَا يَسْتَدْبِرْهَا»
“Aku bagaikan ayah bagi kalian. Aku mengajari kalian: agar saat buang hajat, jangan kalian menghadap kiblat atau membelakanginya”. HR. Abu Dawud (no. 8) dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Hadits ini dinilai sahih oleh Ibn Hibban dan an-Nawawiy.
Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 19 Jumada Tsaniyah 1445 / 1 Januari 2024

