Hukum Memanfaatkan Anjing & Najis Pada Bulunya

Hukum Memanfaatkan Anjing & Najis Pada Bulunya

2 hours yang lalu
Hukum Memanfaatkan Anjing & Najis Pada Bulunya

Hukum Memanfaatkan Anjing & Najis Pada Bulunya

Para ulama sepakat bahwa tidak boleh memanfaatkan anjing kecuali untuk maksud tertentu yang ada hajat di dalamnya seperti sebagai anjing buruan dan anjing penjaga serta maksud lainnya yang tidak dilarang oleh Islam.

Ulama Malikiyah berpendapat bahwa terlarang (makruh) memanfaatkan anjing selain untuk menjaga tanaman, hewan ternak atau sebagai anjing buruan. Sebagian ulama Malikiyah ada yang menilai bolehnya memelihara anjing untuk selain maksud tadi. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 25/124)

Mengenai larangan memelihara anjing terdapat dalam hadits dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,

مَنِ اتَّخَذَ كَلْبًا إِلاَّ كَلْبَ مَاشِيَةٍ أَوْ صَيْدٍ أَوْ زَرْعٍ انْتَقَصَ مِنْ أَجْرِهِ كُلَّ يَوْمٍ قِيرَاطٌ

Barangsiapa memanfaatkan anjing selain anjing untuk menjaga hewan ternak, anjing (pintar) untuk berburu, atau anjing yang disuruh menjaga tanaman, maka setiap hari pahalanya akan berkurang sebesar satu qiroth” (HR. Muslim no. 1575).

Kata Ath Thibiy, ukuran qiroth adalah semisal gunung Uhud (Fathul Bari, 3/149).

Dari Ibnu ‘Umar, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

مَنِ اقْتَنَى كَلْبًا لَيْسَ بِكَلْبِ مَاشِيَةٍ أَوْ ضَارِيَةٍ ، نَقَصَ كُلَّ يَوْمٍ مِنْ عَمَلِهِ قِيرَاطَانِ

Barangsiapa memanfaatkan anjing, bukan untuk maksud menjaga hewan ternak atau bukan maksud dilatih sebagai anjing untuk berburu, maka setiap hari pahala amalannya berkurang sebesar dua qiroth.” (HR. Bukhari no. 5480 dan Muslim no. 1574)

Adapun mengenai najis pada anjing terdapat tiga pendapat di kalangan para ulama :

Pertama, seluruh tubuhnya najis bahkan termasuk bulu (rambutnya). Ini adalah pendapat Imam Syafi’i dan salah satu dari dua riwayat (pendapat) Imam Ahmad.



Kedua, anjing itu suci termasuk pula air liurnya. Inilah pendapat yang masyhur dari Imam Malik.

Ketiga, air liurnya itu najis dan bulunya itu suci. Inilah pendapat Imam Abu Hanifah dan pendapat lain dari Imam Ahmad.

Apakah bulu hewan yang tumbuh pada hewan yang najis termasuk najis?

Sedangkan pendapat Imam Ahmad mengenai najisnya bulu hewan (rambutnya) yang tumbuh pada hewan yang najis ada tiga pendapat dari beliau:

Pertama, semua bulu hewan tersebut suci termasuk bulu anjing dan babi. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Abu Bakr Abdul ‘Aziz.

Kedua, semua bulu hewan tersebut najis. Pendapat Imam Ahmad yang kedua ini sama dengan pendapat Imam Syafi’i (yang menyatakan seluruh tubuh hewan yang najis, maka bulunya juga najis).

Ketiga, apabila bulu bangkai itu suci ketika dia hidup maka suci pula ketika dia menjadi bangkai seperti kambing dan tikus. Adapun bulu hewan yang najis ketika hidup seperti anjing dan babi, maka najis pula ketika jadi bangkai. Pendapat ketiga inilah yang banyak dikuatkan oleh para pengikut Imam Ahmad.

Pendapat yang cukup kuat (yang dipilih oleh Syaikhul Islam, pen) bahwa seluruh bulu hewan itu suci termasuk bulu anjing, babi dan lainnya, berbeda dengan air liur anjing.

Jika Bulu Anjing yang Basah Mengenai Pakaian

Berdasarkan penjelasan diatas, apabila bulu anjing yang basah dan mengenai pakaian seseorang, maka tidak ada kewajiban baginya untuk bersuci sebagaimana hal ini adalah pendapat mayoritas pakar fiqih yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan salah satu dari dua pendapat Imam Ahmad.

Dinyatakan demikian karena hukum asal segala sesuatu adalah suci. Tidak boleh seseorang menajiskan atau mengharamkan sesuatu kecuali jika terdapat dalil yang mendukungnya karena Allah Ta’ala berfirman,

وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ

Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya.” (QS. Al An’am [6] : 119)

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِلَّ قَوْمًا بَعْدَ إِذْ هَدَاهُمْ حَتَّى يُبَيِّنَ لَهُمْ مَا يَتَّقُونَ

Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka sehingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi.” (QS. At Taubah [9] : 115)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda dalam hadits yang shohih,

إِنَّ أَعْظَمَ الْمُسْلِمِينَ جُرْمًا مَنْ سَأَلَ عَنْ شَىْءٍ لَمْ يُحَرَّمْ ، فَحُرِّمَ مِنْ أَجْلِ مَسْأَلَتِهِ

Seorang muslim yang paling besar dosanya adalah orang yang ditanyakan tentang sesuatu yang tidak diharamkan (oleh syari’at) lalu dia mengharamkannya karena sebab ditanya.” (HR. Bukhari no. 6859)

Wallahu A’lam.

Ditulis oleh Ustadz Fadly Gugul S.Ag., M.A.

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Discover more from Al-Qur'an Application

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading