Ramadan adalah bulan yang mulia, penuh dengan keberkahan, dan menjadi ladang amal bagi setiap hamba yang beriman. Di bulan ini, setiap amal kebaikan dilipatgandakan pahalanya, menjadikannya momen yang tepat untuk meningkatkan ketakwaan. Salah satu keistimewaan Ramadan yang tidak dimiliki bulan-bulan lainnya adalah hikmahnya menumbuhkan empati dalam hati seorang hamba. Sebagaimana disebutkan dalam hadis marfu’ yang diriwayatkan oleh Ibnu Rajab rahimahullah dari Salman al-Farisi radhiyallahu ‘anhu,
وشهرُ المُواساةِ
“Dia (Ramadan) adalah bulan empati” (HR. Ibnu Khuzaimah no. 1887, Al-Baihaqi no. 3336, dinilai dhaif jiddan oleh Al-Albani).
Meskipun hadis tersebut dinilai dha’if oleh jumhur ahli hadis, tetapi potongan hadis tersebut banyak didukung oleh hadis lain dan amalan para salaf. Ibnu Rajab rahimahullah dalam Lathaiful Maarif mendeskripsikan bagaimana Nabi ﷺ dan para salaf berlomba-lomba memaksimalkan amal personal dan sosial. Bulan Ramadan di masa para salaf menjadi arena berlomba-lomba melatih rasa empati di antara kaum muslimin.
Empati ini tumbuh ketika seorang mukmin merasakan langsung bagaimana beratnya menahan lapar dan dahaga, sehingga ia semakin memahami keadaan saudara-saudaranya yang kurang beruntung. Rasa lapar yang dirasakan selama puasa bukan sekadar ujian fisik, melainkan sarana untuk menumbuhkan kepedulian terhadap mereka yang kesehariannya merasakan kelaparan. Hal ini tentu saja didorong oleh ganjaran kebaikan yang berlipat ganda dari Allah ﷻ. Sebagaimana Ibnu Rajab rahimahullah menyimpulkan,
فمن جاد على عباد الله جاد الله عليه بالعطاء والفضل والجزاء من جنس العمل
“Barangsiapa yang gemar memberi kepada sesama hamba Allah ﷻ, maka Allah ﷻ pun akan banyak memberikan rahmat dan karunia kepadanya. Karena balasan sesuai dengan jenis amalnya.” (Lathaiful Maarif, hal. 167; via maktabah syamilah)
Menumbuhkan empati ala Nabi ﷺ ketika Ramadan
Nabi Muhammad ﷺ sendiri adalah orang yang paling dermawan, dan di bulan Ramadan, kedermawanannya semakin meningkat. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,
كان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّم أجودَ الناسِ بالخيرِ ، وكان أجودَ ما يكون في شهرِ رمضانَ حتى ينسلِخَ ، فيأتيه جبريلُ فيعرضُ عليه القرآنَ ، فإذا لقِيَه جبريلُ كان رسولُ اللهِ أجودَ بالخيرِ من الرِّيحِ الْمُرسَلَةِ
“Rasulullah ﷺ adalah manusia paling dermawan, beliau paling dermawan di bulan Ramadan hingga bulan tersebut berlalu. Kemudian, malaikat Jibril mendatangi beliau dan membacakan Al-Qur’an kepadanya. Ketika malaikat Jibril menemuinya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lebih dermawan dalam kebaikan daripada angin yang bertiup.” (Muttafaq ‘alaih, HR. Bukhari no. 6 dan Muslim no. 2308)
Nabi ﷺ begitu dermawan di bulan Ramadan sebab Al-Qur’an secara khusus diturunkan di dalamnya. Sementara akhlaknya Nabi ﷺ adalah akhlak Al-Qur’an, dan Allah ﷻ dalam Al-Qur’an memerintahkan untuk bersedekah dan bersifat dermawan. Dalam berbagai perintah sedekah ataupun hadiah, selalu diiringi dengan perintah memberikan yang terbaik serta berupaya menjaga perasaan si penerima. Hal ini tentu mengandung hikmah bahwa amalan sedekah adalah bentuk melatih empati. Sehingga pemberian tidak sekadar proses melepaskan sebagian harta, tetapi benar-benar upaya membahagiakan hati kaum muslimin dan mengangkat kesulitannya.
Ini tercerminkan dalam teladan Nabi ﷺ ketika bersedekah atau memberikan hadiah, maka Nabi ﷺ rela memberikan harta yang begitu banyak, termasuk pakaian kesukaannya yang baru digunakan. Semua tindakan Nabi ﷺ adalah cerminan akhlak mulia, sebagaimana testimoni Anas radhiyallahu ‘anhu,
كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَحْسَنَ النَّاسِ وَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَأَشْجَعَ النَّاسِ
“Nabi ﷺ adalah manusia paling baik, paling pemurah, lagi paling berani.” (HR. Bukhari no. 2820 dan Muslim no. 2307)
Oleh karena itu, umat Islam didorong untuk memperbanyak sedekah di bulan Ramadan. Meskipun beberapa hadis yang menyebutkan keutamaan khusus sedekah Ramadan memiliki derajat yang lemah, namun maknanya tetap sesuai dengan semangat bulan ini sebagai bulan kebaikan dan berbagi. Cukuplah hadis tentang kedermawanan Nabi ﷺ di bulan Ramadan menjadi pemacu untuk menaikkan level perhatian kita kepada kaum muslimin sebagai bagian dari meneladani Nabi ﷺ.
Baca juga: Hukum Berenang Bagi Orang yang Berpuasa di Bulan Ramadan
Strategi Ramadan para salaf: Menggabungkan tiga amal mulia
Teladan membangun empati juga didapatkan dari perbuatan para salaf terdahulu. Para salaf terdahulu termotivasi untuk semakin dermawan karena kombinasi amal tersebut dapat memasukkan ke dalam surga dan menjauhkan dari api neraka. Salat, puasa, dan sedekah adalah kombinasi amal yang dapat menjadi pengantar seorang hamba menuju surga. Sebagaimana perkataan sebagian salaf,
الصلاة توصل صاحبها إلى نصف الطريق والصيام يوصله إلى باب الملك والصدقة تأخذ بيده فتدخله على الملك
“Salat mengantarkan seorang hamba ke setengah perjalanan, puasa membawanya ke pintu kerajaan (Allah), dan sedekah menggandeng tangannya hingga memasukkannya ke hadapan Sang Raja.” (Lathaiful Maarif, hal. 167; via maktabah syamilah)
Menggabungkan ketiga amal tersebut adalah jalan para salaf termulia, di antaranya adalah yang terbaik di antara mereka, yakni Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu. Sebagaimana disebutkan dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
من أصبح منكم اليوم صائما؟ قال أبو بكر: أنا قال: من تبع منكم اليوم جنازة؟ قال أبو بكر: أنا قال: من تصدق بصدقة؟ قال أبو بكر: أنا قال: “فمن عاد منكم مريضا”؟ قال أبو بكر: أنا قال: “ما اجتمعن في امرىء إلا دخل الجنة“.
“Siapa di antara kalian yang pagi ini berpuasa?” Abu Bakar menjawab, “Saya.” Beliau bertanya lagi, “Siapa di antara kalian yang hari ini mengiringi jenazah?” Abu Bakar menjawab, “Saya.” Beliau bertanya lagi, “Siapa di antara kalian yang hari ini bersedekah?” Abu Bakar menjawab, “Saya.” Beliau bertanya lagi, “Siapa di antara kalian yang hari ini menjenguk orang sakit?” Abu Bakar menjawab, “Saya.” Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda, “Tidaklah semua hal ini berkumpul dalam diri seseorang kecuali ia akan masuk surga.” (HR. Muslim no. 1208)
Hal menakjubkan adalah ketiga jenis amalan tersebut terkumpul di bulan Ramadan. Betapa besarnya peluang meraih pahala melimpah di bulan ini. Maka wajarlah betapa riang-gembiranya Nabi ﷺ dan para salaf dalam menyambut Ramadan. Sebagaimana disebutkan dalam beberapa riwayat, Nabi ﷺ di akhir Sya’ban bersemangat menyiarkan kabar gembira datangnya Ramadan.
Kadar minimal kedermawanan Ramadan
Alasan selanjutnya yang sangat kuat menunjukkan Ramadan adalah arena melatih empati adalah kewajiban zakat fitri yang disyariatkan di akhir bulan Ramadan. Zakat fitri bertujuan untuk membersihkan jiwa orang yang berpuasa dari kesalahan, sehingga amal puasa yang kualitasnya compang-camping, dapat disempurnakan dengan zakat fitri. Kewajiban zakat fitri juga menjadi bentuk Allah ﷻ mewajibkan bagi seorang mukmin melatih kepedulian sosial, agar kaum fakir miskin juga dapat merasakan kebahagiaan di hari raya Idul Fitri.
Zakat fitri memiliki kedudukan yang sangat penting dalam Islam. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah ﷺ bersabda,
فَرَضَ رَسولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عليه وسلَّمَ زَكاةَ الفِطْرِ صاعًا مِن تَمْرٍ، أوْ صاعًا مِن شَعِيرٍ على العَبْدِ والحُرِّ، والذَّكَرِ والأُنْثى، والصَّغِيرِ والكَبِيرِ مِنَ المُسْلِمِينَ، وأَمَرَ بها أنْ تُؤَدّى قَبْلَ خُرُوجِ النّاسِ إلى الصَّلاةِ.
“Rasulullah ﷺ mewajibkan zakat fitri satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum atas setiap muslim, baik budak maupun merdeka, laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar. Beliau memerintahkannya untuk ditunaikan sebelum orang-orang keluar menuju shalat Id.” (HR. Bukhari no. 1503 dan Muslim no. 986)
Zakat fitri berfungsi sebagai penyucian jiwa bagi orang yang berpuasa dari berbagai kesalahan atau kekurangan dalam ibadah puasanya. Sebab, dalam menjalankan ibadah selama sebulan penuh, manusia tak lepas dari khilaf, seperti perkataan yang tidak bermanfaat, kurangnya ketulusan, atau kelalaian dalam menjaga lisan dan perbuatan. Dengan menunaikan zakat fitri, seorang muslim diharapkan mendapatkan penyucian spiritual dan memperbaiki hubungannya dengan Allah sebelum merayakan Idul Fitri.
Dengan demikian, Ramadan bukan hanya bulan ibadah personal, tetapi juga momentum untuk memperkuat ikatan sosial dan menumbuhkan empati terhadap sesama. Hendaknya setiap muslim menjadikan bulan ini sebagai kesempatan untuk melatih kepedulian, menebarkan kebaikan, dan meraih cinta Allah dengan membantu sesama. Wallahu a’lam.
Baca juga: Berat Beramal di Bulan Ramadan? Lihat Kondisi Hatimu!
***
Penulis: Glenshah Fauzi
Artikel Muslim.or.id
Referensi:
Lathaiful Maarif,
Tahqiq untuk riwayat hadis diambil dari Yasin Muhammad As-Sawas dalam terj. Lathaiful Maarif: Agenda Ibadah Muslim dalam Setahun cet. Al Qowam dan web: