Apakah Memakai Obat Kumur Membatalkan Puasa?

Puasa merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dijalankan oleh setiap muslim yang balig, berakal, dan mampu melaksanakannya. Selama berpuasa, seorang muslim diwajibkan menahan diri dari makan, minum, serta hal-hal yang membatalkan puasa dari terbit fajar hingga terbenam matahari.

Namun, dalam praktiknya, kadang seseorang perlu untuk memakai obat kumur di tenggorokan, baik untuk tujuan kebersihan, maupun untuk pengobatan. Dari hal tersebut, muncul pertanyaan, apakah obat kumur termasuk hal yang aman bagi orang yang berpuasa? Atau apakah itu termasuk perkara yang membatalkan puasa? Bagaimana pandangan para ulama mengenai hal ini?

Dalam artikel ini, kita akan mengupas lebih dalam tentang hukum penggunaan obat kumur ketika berpuasa dengan mengacu pada pendapat para ulama dan referensi dari berbagai kitab fikih.

Hukum memakai obat kumur ketika berpuasa

Berikut ini adalah pembahasan-pembahasan terkait dengan hukum memakai obat kumur ketika seseorang sedang berpuasa

Di antara pokok pembatal puasa adalah makan dan minum

Salah satu hal yang membatalkan puasa yang disepakati oleh para ulama adalah makan dan minum, yaitu memasukkan makanan atau minuman ke jauf (rongga tubuh, atau perut), baik melalui mulut maupun hidung, apa pun jenis makanan dan minumannya. [1]

Sebagaimana firman Allah,

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ

“Makan dan minumlah hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa hingga malam.” (QS. Al-Baqarah: 187)

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengizinkan makan dan minum hingga terbit fajar kedua, kemudian memerintahkan untuk menyempurnakan puasa hingga malam. Ini berarti, Allah memerintahkan untuk meninggalkan makan dan minum pada rentang waktu antara terbitnya fajar hingga malam.

Dan termasuk dalam hal ini adalah penggunaan obat yang disedot melalui hidung, begitu pula dengan memasukkan segala sesuatu yang berupa cairan atau padat melalui hidung, mata, atau telinga, asalkan sampai ke jauf (perut).

Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahulllah berkata dalam Majmu’ Fatawa [2],

… ومعلوم أن النص والإجماع أثبتا الفطر بالأكل والشرب والجماع والحيض …

“… Dan telah diketahui bahwa nash dan ijma’ (kesepakatan ulama) telah menetapkan bahwa puasa batal dengan makan, minum, hubungan suami istri, dan haid …”. [3]

Makna “jauf”

Batasan jauf (yang membatalkan puasa dengan masuknya sesuatu ke dalamnya) merupakan perkara yang diperselisihkan oleh para ulama. Sebagian mereka berpendapat bahwa al-halq (tenggorokan) termasuk dalam jauf. Kemudian, mereka berbeda pendapat mengenai batas tenggorokan yang dzahir (luar) dan bathin (dalam). [4]

Sebagian ulama berpendapat bahwa tenggorokan bukan bagian dari jauf. Dr. Ahmad bin Muhammad Al-Khalil mengatakan, “Pendapat yang lebih kuat adalah bahwa jauf itu hanya perut, yaitu yang membatalkan puasa adalah apa yang masuk ke dalam perut, bukan bagian tubuh lainnya.”

Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan,

وإن أوصل إلى جوفه شيئاً من أي موضع كان، أو إلى دماغه …  أفطر.

“Jika seseorang memasukkan sesuatu ke jauf-nya dari bagian tubuh mana pun, atau sampai ke otaknya … maka ia batal puasanya.” [5]

Maksudnya, para ulama madzhab Hambali menyebutkan bahwasanya dua jauf maksudnya adalah ma’idah (perut) dan otak. Wallaahu a’lam. [6]

Diharuskan adanya kesengajaan

Agar sesuatu yang masuk ke dalam tubuh dapat membatalkan puasa, harus memenuhi syarat adanya kesengajaan.

Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إنَّ اللهَ تعالى وضع عن أُمَّتي الخطأَ ، و النسيانَ ، و ما اسْتُكرِهوا عليه

Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menghapuskan (tidak menghukum) bagi umatku kesalahan, kelupaan, dan apa yang mereka dipaksa untuk melakukannya.‘ (HR. Ibnu Majah no. 2045 dan selainnya; disahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’, no. 1836). [7]

Hukum-hukum terkait berkumur saat berpuasa

Untuk memahami hukum memakai obat kumur ( ‌الغرغرة ) dengan baik, maka perlu kita ketahui terlebih dahulu hukum-hukum terkait dengan berkumur ( المَضْمَضَةِ ) saat berpuasa, khususnya dalam keadaan berlebihan padanya. Keduanya memang berbeda, namun memiliki beberapa sisi kesamaan. Berikut ini beberapa poin ringkas yang kami ambil dari kitab Al-Mughni karya Imam Ibnu Qudamah rahimahullah,

Jika seseorang berkumur dalam wudu, dan air tersebut masuk ke tenggorokannya tanpa sengaja dan tanpa berlebihan, maka tidak ada masalah baginya.

Adapun jika dia berlebihan (tanpa alasan), maka dia telah melakukan perbuatan yang dimakruhkan; karena dia berisiko membuat air masuk ke tenggorokan. Jika air sampai ke tenggorokan, maka menurut Imam Ahmad, dia harus mengulang puasanya.

Apakah hal ini membatalkan puasa? Ada dua pendapat. Salah satunya adalah bahwa puasa batal, dan yang lainnya mengatakan tidak batal, karena air itu masuk tanpa sengaja, mirip dengan debu halus yang tertelan saat seseorang menaburkannya.

Jika berkumur dilakukan karena suatu kebutuhan, seperti berkumur untuk membersihkan mulut saat diperlukan, maka hukumnya sama seperti berkumur (tanpa berlebihan) dalam wudu. Wallaahu a’lam. [8]

Baca juga: Hukum Berenang Bagi Orang yang Berpuasa di Bulan Ramadan

Apa itu obat kumur?

Obat kumur biasa disebut juga obat gargle ( دواء ‌الغرغرة ). Disebutkan dalam Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah,
“( الْغَرْغَرَةُ ) adalah seseorang yang menggerakkan air di tenggorokan tanpa menelannya, dan ( الْغَرُورُ ) adalah obat yang digunakan untuk berkumur.” [9]

Obat kumur merupakan metode yang umum digunakan untuk membersihkan tenggorokan, yaitu dengan meletakkan air atau obat cair khusus di dalam mulut pasien, sambil memiringkan kepalanya ke belakang dan mengeluarkan nafas dari paru-parunya untuk menggerakkan cairan tersebut dan memutarnya di sekitar mulut dan tenggorokan, sehingga orang yang berkumur dapat menghindari menelan cairan yang dikumur, kecuali jika ada sebagian cairan yang masuk ke jauf-nya. [10]

Hukum memakai obat kumur ketika berpuasa

Dari penjelasan-penjelasan di atas, maka diperbolehkan bagi orang yang membutuhkan pemakaian obat kumur, untuk memakainya dan ini tidak membatalkan puasanya. Bahkan, jika misalkan ada sedikit bagian dari obat tersebut yang tidak sengaja tertelan, hal ini juga tetap tidak membatalkan puasanya. Wallaahu a’lam.

Syekh Muhammad Ath-Thayyar mengatakan, tentang hukum pemakaian obat kumur,

استعمال الصائم لهذا الدواء في نهار رمضان لا يُبْطِلُ صومَه إذا لم يبتلعه، ولكن عليه ألا يتناوله إلا إذا دعت الحاجة إليه، ولا يفطر به إذا لم يدخل في جوفه شيء منه.

“Penggunaan obat kumur oleh orang yang berpuasa di siang hari selama bulan Ramadan tidak membatalkan puasa jika ia tidak menelannya, tetapi ia sebaiknya hanya menggunakannya jika memang diperlukan, dan tidak membatalkan puasa jika tidak ada yang masuk ke dalam jauf-nya dari obat tersebut.”

Kemudian, beliau melanjutkan, “Begitu juga dengan obat yang digunakan untuk gigi atau gusi, selama tidak masuk ke dalam tubuh (jauf), maka tidak masalah untuk menggunakannya di siang hari bulan Ramadan dan tidak membatalkan puasa. Yang dilarang adalah jika obat tersebut sampai ke tenggorokan (bagian dalam) dan jauf.” [11]

Fatwa ulama terkait pemakaian obat kumur ketika berpuasa

Di antara fatwa-fatwa para ulama tentang permasalah ini adalah:

Fatwa Syekh Ibnu ‘Utsaimin

Ditanyakan kepada Syekh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah, “Apakah puasa batal jika memakai obat kumur?”

Beliau menjawab,

لا يبطل الصوم إذا لم يبتلعه، ولكن لا تفعله إلا إذا دعت الحاجة ولا تفطر به إذا لم يدخل جوفك شيء منه.

“Puasa tidak batal jika tidak menelannya, namun sebaiknya dilakukan hanya jika benar-benar diperlukan; dan tidak membatalkan puasa jika tidak ada yang masuk ke dalam jauf-mu dari obat tersebut.” [12]

Fatwa Majma’ Fiqih Islamiy

Majelis Fiqih Islam Internasional dalam keputusan No. 93 (10/1) menyatakan bahwa penggunaan obat kumur tidak membatalkan puasa selama tidak menelan apa yang masuk ke tenggorokan.

Disebutkan dalam poin ketujuh dari perkara-perkara yang tidak dianggap sebagai pembatal puasa,

المضمضة، والغرغرة، وبخاخ العلاج الموضعي للفم إذ اجتنب ابتلاع ما نفذ إلى الحلق.

“Berkumur, berkumur dengan obat kumur, dan semprotan pengobatan lokal untuk mulut, selama tidak menelan apa yang masuk ke tenggorokan.” [13]

Demikian, semoga Allah memberikan taufik-Nya kepada kita semua, aaamiin.

Baca juga: Apakah Bekam Membatalkan Puasa?

***

Rumdin PPIA Sragen, 14 Ramadan 1446

Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab

Artikel: Muslim.or.id

 

Referensi Utama:

Ibnu Qudamah Al-Maqdisi. Al-Mughni. Cet. ke-3. Riyadh: Dar ‘Alam Al-Kutub, 1417 H/1997 M. Edisi digital diambil dari Maktabah Syamilah (21 Dzulhijjah 1441 H), sesuai nomor cetakan.

Ath-Thayyar, Abdullah bin Muhammad, Abdullah bin Muhammad Al-Mutlaq, dan Muhammad bin Ibrahim Al-Musa. Al-Fiqh al-Muyassar. Riyadh: Madar Al-Watan, Jilid 7, hal. 11-13; edisi pertama 1432 H/2011 M; edisi kedua untuk jilid lainnya 1433 H/2012 M. 13 jilid.

Al-Mawsūʿah al-Fiqhiyyah al-Kuwaytiyyah. Diterbitkan oleh Kementerian Awqaf dan Urusan Islam, Kuwait. Cet. 2 (jilid 1–23), Dar al-Safwah Press, Mesir; cet. 2 (jilid 39–45), Kuwait, 1404–1427 H. 45 jilid. Edisi digital diambil dari Maktabah Syamilah (8 Dzulhijjah 1431 H), sesuai nomor cetakan.

 

Catatan kaki:

[1] Fushul fi as-Shiyam wa at-Tarawih wa az-Zakah, hal. 8.

[2] Majmu’ Fatawa Syaikhul al-Islam Ibn Taimiyyah, 25: 244.

[3] Lihat al-Fiqh al-Muyassar, 3: 54.

[4] Lihat al-Ghurar al-Bahiyyah fi Sharh al-Bahjat al-Wardiyyah, 2: 212-213.

[5] al-Kafi fi Fiqh al-Imam Ahmad, 1: 440.

[6] Lihat

[7] Lihat penjelasan dari syarat ini dan syarat-syarat lainnya dalam Al-Mawsu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, 28: 29-31.

[8] Disarikan dari Al-Mughni, 4: 356-357.

[9] Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, 31: 179.

[10]

[11] Al-Fiqh al-Muyassar.

Lihat juga: dan

[12] Majmu’ Fatawa wa Rasail, 19: 290.

[13] Qararat wa Tawsiyat Majma’ al-Fiqh al-Islami al-Duwali, hal. 291-292.

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Discover more from Al-Qur'an Application

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading