Dari Kerajaan Hīrah ke Mekah Sebelum Quraisy

Pada tiga artikel sebelumnya, kita telah menjelajahi posisi strategis Jazirah Arab, mengenal tiga kelompok besar bangsa Arab, serta menelusuri jejak pemerintahan di Yaman dan Syām. Namun, sejarah kekuasaan di kawasan ini belum berakhir. Masih ada satu kerajaan penting yang belum kita bahas. Selain itu, kita juga akan menelusuri kepemimpinan di kalangan kabilah Arab yang turut membentuk dinamika sosial dan politik saat itu. Selamat menyimak!

Kerajaan Hīrah: Sekutu Persia di perbatasan jazirah Arab

Dari Kekaisaran Persia ke raja-raja kecil

Irak telah lama dikuasai oleh Persia semenjak disatukan oleh Koresh Agung (Cyrus the Great) pada tahun 557-529 SM. Kerajaan Persia terus berkuasa hingga datangnya Alexander Agung pada tahun 326 SM yang berhasil mengalahkan raja Persia saat itu, Darius III dan menceraiberaikan kekuasaannya. Persia terpecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil yang diperintah oleh raja-raja kecil yang terus memerintah sampai tahun 230 M. Di masa ini, orang-orang Qahthān bermigrasi dan menetap di beberapa pedesaan Irak. Lalu disusul oleh orang-orang ‘Adnān yang menyebabkan persaingan dengan orang-orang Qahthān. Akhirnya orang-orang ‘Adnān menetap di daerah al-Jazīrah al-Furātiyyah (Mesopotamia Hulu).

Kebangkitan kekaisaran Sasaniyah dan aliansi dengan Hīrah

Kerajaan Persia kembali menguat di masa Ardashir I, pendiri Kekaisaran Sasaniyah pada tahun 226 M. Ardashir I berhasil menyatukan Persia dan menguasai kabilah Arab yang tinggal di perbatasan kerajaannya. Akibatnya, penduduk Hīrah dan Anbār tunduk pada Persia dan kabilah Qudhā’ah berpindah ke Syām. Kala itu, wilayah Hīrah dikuasai oleh Judzaimah al-Wadhdhah (جذيمة الوضاح). Menyadari bahwa mustahil untuk langsung menaklukkan kabilah Arab secara langsung, akhirnya Ardashir I menjadikan Kerajaan Judzaimah sebagai sekutu. Keuntungan lainnya adalah menjadikan Kerajaan Hīrah sebagai garda terdepan dalam menghadapi bangsa Arab yang berada di bawah kendali Kekaisaran Romawi yang menjadi ancaman Persia. Untuk membantu menghadapi ancaman Romawi, Ardashir I menempatkan satu batalion pasukan Persia di Hīrah. Judzaimah meninggal pada tahun 268 M.

Setelah Judzaimah meninggal, kekuasaan Hīrah digantikan oleh ‘Amr bin Adi bin Lafr al-Lakhmi (عمرو بن عدي بن لفر اللخمي) yang menjadi raja pertama dari Bani Lakhm. Pergantian raja ini berlangsung pada masa pemerintahan Shapur I. Setelah itu, raja-raja dari Bani Lakhm bergantian memimpin Hīrah sampai masa pemerintahan Kavad I.

Ajaran Mazdak dan dampaknya terhadap kerajaan Hīrah

Di masa pemerintahan Kavad I, muncul seorang tokoh bernama Mazdak yang menyebarkan ajaran kehidupan bebas tanpa aturan moral. Kavad I mengikuti ajaran ini bersama dengan banyak rakyatnya. Kavad I mengirim utusan kepada Raja Hīrah saat itu, Mundzir bin Ma’ussama’ (المنذر بن ماء السماء) agar mengikuti ajaran ini. Mundzir menolaknya sehingga Kavad I menggantinya dengan Harits bin Amr bin Hajar al-Kindi (الحارث بن عمرو بن حجر الكندي) yang bersedia menerima ajaran tersebut.

Setelah Kavad I, kekuasaan digantikan oleh Khosrow I yang dijuluki Anushirvan. Anushirvan sangat membenci ajaran Mazdak, lalu membunuh Mazdak dan para pengikutnya. Ia juga mengembalikan Mundzir menjadi penguasa Hīrah dan memerintahkan Hārits bin ‘Amr ditangkap, tapi ia lari ke kabilah Kalb sampai meninggal.

Konflik Dinasti Lakhmiyah dengan Persia hingga penaklukan Islam

Kekuasaan Bani Lakhm terus berlanjut. Pada masa kekuasaan Nu’man bin Mundzir (النعمان بن المنذر), terjadi konflik dengan Khosrow II saat itu lantara fitnah Zaid bin Adi al-‘Abbadi (زيد بن عدي العبادي) yang membuat Khosrow II murka kepada Nu’man. Akhirnya Khosrow II mengirim utusan untuk memanggilnya ke istana. Nu’man diam-diam menitipkan keluarga dan hartanya kepada Hani’ bin Mas’ud (هانئ بن مسعود), seorang tokoh dari Bani Syaibān. Kemudian ia menghadap kepada Khosrow dan Nu’mān ditahan sampai meninggal.

Setelahnya, Hīrah digantikan oleh Iyas bin Qabishah ath-Tha-i (إياس بن قبيصة الطائي). Iyās mengutus utusan kepada Hāni’ bin Mas’ūd untuk menyerahkan barang-barang peninggalan Nu’mān. Hāni’ menolak dan mengumumkan perang dengan Persia.

Kaisar Persia segera mengerahkan pasukan di bawah komando Iyās. Terjadilah pertempuran yang mengerikan antara Bani Syaibān dengan pasukan Iyās di Dzī Qār. Bani Syaibān memenangkan pertempuran yang menjadi sejarah pertama kalinya bangsa Arab mengalahkan bangsa non-Arab. Pertempuran itu terjadi tidak lama setelah kelahiran Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam di mana beliau lahir delapan bulan setelah pemerintahan Iyās bin Qabishāh di Hīrah. Setelah kekalahan itu, Kaisar Persia mengangkat gubernur Persia untuk memerintah Hīrah menggantikan Iyās.

Pada tahun 632 M, kekuasaan kembali dipegang oleh Bani Lakhm dengan raja yang juga bernama Mundzir. Namun, kekuasaannya hanya bertahan selama delapan bulan lantaran kedatangan Khālid bin Walīd bersama pasukan kaum muslimin untuk menaklukkan wilayah tersebut.

Dengan berakhirnya pembahasan tentang kerajaan-kerajaan yang berada di sekitar Jazirah Arab, kita beralih pada bentuk kepemimpinan lain yang juga berperan besar dalam sejarah kawasan ini. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, di Jazirah Arab terdapat para pemimpin yang meskipun bukan raja secara formal, tetapi memiliki kekuasaan dan pengaruh yang bahkan bisa melampaui seorang raja. Kita akan memulai pembahasan ini dari Mekah, pusat peradaban yang semakin berkembang setelah dibangunnya Baitullah, Ka’bah.

Mekah sebelum Quraisy: Dinamika kepemimpinan dari Ismā’īl hingga Khuzā’ah

Mekah di bawah Ismā’īl dan Jurhum

Nabi Ismā’īl ‘alaihissalām memegang kepemimpinan di Mekah dan menjadi pengurus Ka’bah sepanjang hidupnya. Beliau wafat pada usia 137 tahun. Kemudian kepemimpinan diteruskan anak keturunannya, Nābat, kemudian Qaidār. Pendapat lain mengatakan bahwa urutan kepemimpinannya adalah kebalikannya. Setelah itu, kepemimpinan Mekah dipegang oleh kakek mereka, Mudhādh bin ‘Amr al-Jurhumi sehingga kekuasaan berpindah ke kabilah Jurhum. Keturunan Ismā’īl tetap memiliki kedudukan yang dihormati karena merupakan pendiri Ka’bah, meski tidak memiliki wewenang dalam pemerintahan.

Ketika terjadi serangan Nebukadnezar II kepada bangsa Arab pada tahun 587 SM, keturunan ‘Adnān berpencar ke Yaman. Ada seorang Nabi yang membawa Ma’ad -yang merupakan salah satu anak ‘Adnān- ke Syam. Setelah situasi perang mereda, Ma’ad kembali ke Mekah dan hanya mendapati Jursyum bin Jilhamah (جرشم بن جلهمة) dari kabilah Jurhum. Ma’ad kemudian menikahi putrinya yang kelak lahir anak yang bernama Nizar (نزار).

Seiring waktu, kabilah Jurhum mulai bertindak sewenang-wenang. Mereka menzalimi para pengunjung Mekah dan merampas harta benda yang diperuntukkan Ka’bah. Tindakan ini menimbulkan kemarahan kabilah ‘Adnān.  Melihat ketidakpuasan ini, kabilah Khuzā’ah yang saat itu tinggal di Mar azh-Zhahrān memanfaatkan kesempatan untuk mengajak Bani Bakr dari kabilah ‘Adnān agar bersama-sama mengusir Jurhum. Jurhum akhirnya berhasil diusir dan terpaksa meninggalkan Mekah menuju Yaman.

Mekah di bawah Khuzā’ah

Setelah pengusiran tersebut, kabilah Khuzā’ah mengambil alih kekuasaan di Mekah tanpa melibatkan Bani Bakr. Mereka menguasai Mekah sepenuhnya, sementara Bani ‘Adnān menyebar ke Najd, pinggiran Irak, Bahrain, dan pinggiran Mekah. Meskipun Khuzā’ah memegang kendali utama, beberapa tugas penting tetap dipercayakan kepada kabilah Mudhar. Mereka bertanggung jawab mengarahkan jemaah haji dari Arafah ke Muzdalifah dan dari Muzdalifah ke Mina, serta menetapkan kebijakan penundaan bulan haram. Kekuasaan kabilah Khuzā’ah di Mekah berlangsung selama 300 tahun, hingga akhirnya muncul seorang tokoh bernama Qushay bin Kilāb.

Kedatangan Qushay ke Mekah membawa banyak perubahan besar dalam kepemimpinan di kota suci ini. Bagaimana peran Qushay dalam mengatur ulang pemerintahan di Mekah? Insyaallah, semua itu akan dibahas dalam artikel selanjutnya.

[Bersambung]

Kembali ke bagian 3

***

Penulis: Fajar Rianto

Artikel Muslim.or.id

 

Referensi:

Disarikan dari Kitab Ar-Rahīq Al-Makhtūm karya Syekh Shafiyurrahmān Al-Mubārakfūri dengan beberapa tambahan informasi.

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Discover more from Al-Qur'an Application

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading