Penjelasan Kitab Ta’jilun Nada (Bag. 17): Isim Mutsanna

المُثَنّىَ كَالزَّيْدَانِ, فَيُرْفَعُ بِالْأَلِفِ, وَجَمْعُ الْمُذَكَّرِ السَّالِمِ كَالزَّيْدُوْنَ, فَيُرْفَعُ بِالْوَاوِ, وَيُجَرَّانِ وَيُنْصَبَانِ بِا لْيَاءِ

Contoh dari isim mutsanna adalah الزَّيْدَانِ. Kata tersebut marfu’ dengan tanda alif. Sementara itu, contoh dari isim jama’ mudzakar salim adalah الزَّيدُونَ, lafadz tersebut marfu’ dengan huruf waw. Adapun dalam keadaan majrur dan manshub, kata tersebut memiliki tanda i’rab berupa huruf yaa.

Pembahasan tentang isim mutsanna ini tidak termasuk dalam kategori isim yang dii’rab dengan i’rab pokok. Akan tetapi, isim mutsanna dii’rab dengan i’rab cabang.

Isim mutsanna adalah kata benda yang menunjukkan jumlah dua dengan penambahan huruf tertentu di akhir lafadz mufradnya. Huruf tambahan tersebut dapat dihapus atau dapat juga di’atofkan seperti lafadz mufrad kepada lafadz mufrad lainnya. Contohnya,

جَاءَ الطَّالِبَانِ

“Telah datang dua siswa.”

Dalam kalimat tersebut, kata الطَّالِبَانِ menunjukkan jumlah dua. Kata ini memiliki tambahan berupa huruf alif dan nun di akhir lafadznya. Huruf tambahan tersebut dapat dihapus, sehingga menjadi,

جَاءَ الطَّالِبٌ

“Telah datang seorang siswa.”

Selain itu, kata tersebut juga dapat di’atofkan kepada lafadz lain yang serupa. Contohnya,

جَاءَ الطَّالِبٌ وَ جَاءَ الطَّالِبٌ آخَرُ

“Telah datang seorang murid dan seorang murid lainnya.”

Adapun maksud dari maa dalla ‘ala itsnaini (menunjukkan atas jumlah dua) adalah definisi umum dari isim mutsanna. Namun, definisi ini masih kurang spesifik karena mencakup segala sesuatu yang berjumlah dua. Contohnya,

الرَّجُلَيْنِ

“Dua orang laki-laki”

شَفْعٌ

“Genap”

اثْنَيْنِ

“Dua”

اثْنَيْنَتَيْنِ

“Dua”

كِلَا

“Keduanya”

كِلْتَا

“Keduanya”

Kata-kata tersebut menunjukkan jumlah dua. Namun, hanya berdasarkan jumlahnya saja belum cukup untuk menentukan apakah suatu kata termasuk dalam kategori isim mutsanna atau tidak.

Maksud dari bii ziyaadatin fii aakhirihi” (dengan menambahkan huruf pada akhir lafadz tersebut) adalah kriteria utama yang menentukan apakah sebuah lafadz dapat dikategorikan sebagai isim mutsanna. Selain menunjukkan jumlah dua, lafadz tersebut juga harus memiliki huruf tambahan. Jika tidak, maka lafadz tersebut tidak termasuk dalam kategori isim mutsanna. Misalnya, kata شَفْعٌ (genap), meskipun menunjukkan jumlah dua, tetapi tidak memiliki tambahan huruf sehingga tidak termasuk isim mutsanna.

Adapun maksud dari shoolih litajridin (bisa dihapus) adalah syarat kedua dari isim mutsanna. Jika suatu lafadz menunjukkan jumlah dua, tetapi huruf tambahannya tidak dapat dihapus, maka lafadz tersebut bukan isim mutsanna. Contohnya adalah kata isnaani dalam kalimat,

جَاءَ اثْنَانِ

“Telah datang dua.”

Pada kata tersebut, huruf alif dan nun tidak dapat dihapus. Contohnya اُثْنٌ

Sementara itu, syarat ketiga dari isim mutsanna adalah adanya kemungkinan untuk meng’atofkan lafadz yang semisal kepada lafadz tersebut (atfun mislihi ‘alaihi). Jika suatu lafadz mirip dengan bentuk isim mutsanna, tetapi tidak dapat di’atofkan dengan lafadz yang serupa, maka lafadz tersebut tidak termasuk isim mutsanna.

Contohnya adalah القَمَرَيْنِ (bulan dan matahari). Lafadz ini tidak dapat diganti dengan قَمَرٌ قَمَرٌ (bulan dan bulan), karena jika dikembalikan ke bentuk mufrad dan di’atofkan, maknanya akan berubah.

Sebaliknya, contoh isim mutsanna yang dapat dikembalikan ke bentuk mufradnya dan di’atofkan adalah,

جَاءَ الطَّالِبٌ وَ جَاءَ الطَّالِبٌ آخَرُ

“Telah datang seorang murid tersebut dan murid yang lain.”

Isim mutsanna dii’rab sebagai marfu’ dengan tanda alif sebagai pengganti dhammah. Contohnya,

جَاءَ الطَّالِبَانِ

“Telah datang dua orang siswa.”

Dalam kalimat ini, kata الطَّالِبَانِ berkedudukan sebagai fa’il marfu’ dengan tanda alif sebagai pengganti dhammah, karena kata tersebut merupakan isim mutsanna.

Dalam keadaan manshub, isim mutsanna ditandai dengan huruf yaa sebagai pengganti fathah. Contohnya,

رَأَيْتُ الطَّالِبَيْنِ

“Aku telah melihat dua orang siswa.”

Kata الطَّالِبَيْنِ berfungsi sebagai maf’ul bih manshub dengan tanda yaa sebagai pengganti fathah, karena merupakan isim mutsanna.

Dalam keadaan majrur, isim mutsanna juga memiliki tanda i’rab berupa huruf yaa sebagai pengganti kasrah. Contohnya,

مَرَرْتُ بِاالطَّالِبَيْنِ

“Aku telah melewati dua orang siswa.”

Dalam kalimat ini, kata الطَّالِبَيْنِ berstatus sebagai isim majrur dengan tanda yaa sebagai pengganti kasrah.

[Bersambung]

Kembali ke bagian 16

***

Penulis: Rafi Nugraha

Artikel Muslim.or.id

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Discover more from Al-Qur'an Application

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading