Apakah Sah Mabit di Muzdalifah Hanya Lewat Saja (Murur) Tanpa Turun?
Apakah Sah Mabit di Muzdalifah Hanya Lewat Saja (Murur) Tanpa Turun?
Ustadz, untuk mabit di Muzdalifah, travel kami hanya melakukan muru’ (melewati saja tanpa turun). Apakah itu sah? Atau harus turun walau sejenak? Lalu, batasan diperbolehkan meninggalkan Muzdalifah itu kapan?
Jawaban:
Secara umum, mabit di Muzdalifah adalah salah satu bagian penting dari manasik haji, bahkan menurut mayoritas ulama hukumnya wajib, bukan sekadar sunnah. Ini didasarkan pada perbuatan Nabi ﷺ yang bermalam di sana dan bersabda:
«خذوا عني مناسككم»
“Ambillah dariku manasik kalian.” (HR. Muslim)
Nabi ﷺ sendiri setelah wukuf di Arafah, menuju Muzdalifah, lalu beliau mengerjakan shalat Maghrib dan Isya secara jamak dan qashar, kemudian bermalam di sana hingga shalat Subuh, dan berzikir hingga waktu fajar mulai terang sebelum berangkat ke Mina.
- Apakah cukup hanya lewat saja (murur) tanpa turun?
Tidak cukup jika hanya melewati Muzdalifah tanpa turun sama sekali dan tidak bermalam, selama tidak ada uzur syar’i.
Mayoritas ulama menegaskan bahwa melewati Muzdalifah saja (tanpa turun walau sebentar) tidak memenuhi kewajiban mabit. Bahkan sebagian ulama mengatakan itu bukan mabit sama sekali.
Namun, jika jamaah sudah berusaha untuk bermalam, tapi tidak memungkinkan (misalnya karena kebijakan travel, kondisi jalan, atau kendaraan), maka insyaAllah tidak berdosa, karena termasuk dalam uzur yang dibenarkan syariat.
Sebagaimana difirmankan oleh Allah:
«لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا»
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)
«فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ»
“Bertakwalah kalian kepada Allah semampu kalian.” (QS. At-Taghabun: 16)
Jika memang benar-benar tidak memungkinkan untuk turun, maka tidak ada kewajiban fidyah, berdasarkan fatwa para ulama besar seperti Syaikh Ibnu Baz rahimahullah.
مروره بمزدلفة بعد نصف الليل وجمعه الصلاة فيها كل ذلك يحصل به الإجزاء والحمد لله؛ ولأنه معذور بسبب الحملات وعدم تمكنه من البقاء فلا حرج في ذلك، والمبيت في مزدلفة واجب على الصحيح
“Melintasi Muzdalifah setelah lewat tengah malam dan menjamak salat di sana, semua itu sudah dianggap sah; alhamdulillah. Sebab dia memiliki uzur, seperti karena ikut rombongan haji dan tidak memungkinkan untuk tinggal lebih lama, maka tidak ada masalah dalam hal ini. Adapun mabit (bermalam) di Muzdalifah, hukumnya tetap wajib menurut pendapat yang paling kuat.” (Majmū‘ Fatāwā Ibn Bāz)
- Kapan batasan diperbolehkan meninggalkan Muzdalifah?
Batas minimal mabit menurut pendapat yang kuat adalah berada di Muzdalifah setelah lewat tengah malam, meskipun hanya sebentar.
Jadi, bagi yang:
- Turun dan berada di Muzdalifah setelah tengah malam, lalu pergi sebelum Subuh: sah dan mencukupi.
- Tidak bisa turun karena uzur syar’i (misal: kendaraan macet, travel tidak mengizinkan, dll): tidak berdosa. Jika membayar fidyah dengan menyembelih kambing untun kaum fakir Makkah, maka itu lebih baik sebagai kehati-hatian.
- Memungkinkan untuk turun, lalu sengaja tidak turun tanpa uzur, maka wajib membayar fidyah dan bertaubat, dan hajinya sah.
Selain itu, jamaah yang lemah, seperti perempuan, lansia, anak-anak, dan yang mendampingi mereka, dibolehkan meninggalkan Muzdalifah setelah tengah malam, atau akan lebih utama setelah terbenamnya bulan, sebagaimana dilakukan oleh Asma’ binti Abu Bakar dan Ummu Salamah, atas izin Rasulullah ﷺ.
Saran:
Jika masih memungkinkan, usahakan untuk turun di Muzdalifah walau hanya sebentar setelah tengah malam agar aman dari khilaf dan lebih mendekati tuntunan Nabi ﷺ. Namun, jika benar-benar tidak memungkinkan, tetap tenang dan jangan panik; selama ada uzur, insyaAllah tidak berdosa dan hajinya tetap sah alhamdulillah.
Wallahu a’lam.
Dijawab Oleh: Ustadz Ahmad Anshori Lc,. M.Pd.