Empat Tingkatan Dzikir Dalam Islam
Empat Tingkatan Dzikir Dalam Islam
Bismillah…
Para ulama menafsiri ayat:
وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً
“Sebutlah Rabb-mu di dalam dirimu dengan penuh kerendahan dan rasa takut.” (QS. Al-A‘rāf: 205)
dengan dua kemungkinan:
- Dzikir qalbī (dengan hati saja) – tanpa gerakan lisan sama sekali.
- Dzikir sirr (lisan perlahan) – lisan bergerak, tetapi hanya sampai terdengar oleh diri sendiri.
Ibn Juzayy rahimahullah menegaskan dua makna ini dalam At-Tashīl (Tafsīr Ibn Juzayy).
Ibnul-Qayyim -rahimahullah- dalam Madarijus Sālikīn (2/430) juga menyebut:
وفيه قولان:
أحدهما: في سرك وقلبك.
والثاني: بلسانك بحيث تسمع نفسك.
“Ada yang menafsirkannya dengan dzikir hati, dan ada pula yang mengatakan: ‘dengan lisanmu hingga telinga-mu sendiri mendengarnya’.”
Empat tingkatan orang berdzikir
Syaikhul-Islām Ibnu Taimiyyah rahimahullah merangkum dalam Majmū‘ul Fatāwā (10/661
Tingkatan |
Model |
Keterangan |
1 | Dengan hati + Lisan | Paling utama dan paling besar pahalanya |
2 | Dengan hati saja | Diterima dan berpahala, tapi lebih rendah daripada yang pertama jika lisan mampu bergerak. |
3 | Dengan lisan saja | Tetap baik—Allah berfirman, “Aku bersama hamba-Ku selama ia menyebut-Ku dan kedua bibirnya bergerak karena-Ku.” |
4 | Tidak dengan hati dan lisan | Inilah golongan orang yang merugi. |
Catatan:
Bila lisan benar-benar tidak mampu (sakit, bisu, atau karena situasi), maka dzikir hati saja sudah memadai dan berpahala penuh sesuai niatnya.
Mana yang lebih utama?
- Menggabungkan hati dan lisan: sempurna karena hati menghadirkan makna, lisan menunaikan perintah syar‘i.
- Hati saja: sah; karena inti dzikir memang “ingat” (hadir) kepada Allah.
- Lisan saja: tetap berpahala namun rentan “kosong makna” jika hati lalai.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَثَلُ الَّذِي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِي لاَ يَذْكُرُهُ مَثَلُ الحَيِّ وَالمَيِّتِ
“Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Rabb-nya dengan yang tidak, layaknya orang hidup dan mati.” (HR. Bukhari)
Praktik sehari-hari
- Dzikir pagi-petang, tahlil, tasbih, istighfar; baca dengan suara yang dapat didengar diri sendiri, hadirkah hati.
- Saat di majelis ilmu atau tempat umum: apabila suara bisa mengganggu, lakukan sirran; lisan bergerak, suara lirih.
- Dalam kondisi tidak memungkinkan bicara (mis. di ruang operasi, transportasi padat, atau ketika sakit parah): gerakkan hati, perbanyak istighfar dan tahlil.
Kesimpulan:
- Terbaik: dzikir dengan hati & lisan sekaligus.
- Diperbolehkan: salah satunya saja bila ada hajat atau udzur.
- Jangan sampai kosong dari keduanya; sebab dzikrullāh adalah sumber ketenangan:
أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Ingatlah, dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra‘d: 28)
Wallāhu a‘lam bish-shawāb.
Ditulis Oleh: Ahmad Anshori, Lc., M.Pd.