Empat Tingkatan Dzikir Dalam Islam

Empat Tingkatan Dzikir Dalam Islam

10 hours yang lalu
Empat Tingkatan Dzikir Dalam Islam

Empat Tingkatan Dzikir Dalam Islam

Bismillah…

Para ulama menafsiri ayat:

 وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً

 “Sebutlah Rabb-mu di dalam dirimu dengan penuh kerendahan dan rasa takut.” (QS. Al-A‘rāf: 205)

dengan dua kemungkinan:

  1. Dzikir qalbī (dengan hati saja) – tanpa gerakan lisan sama sekali.
  2. Dzikir sirr (lisan perlahan) – lisan bergerak, tetapi hanya sampai terdengar oleh diri sendiri.

Ibn Juzayy rahimahullah menegaskan dua makna ini dalam At-Tashīl (Tafsīr Ibn Juzayy).

Ibnul-Qayyim -rahimahullah- dalam Madarijus Sālikīn (2/430) juga menyebut:

وفيه قولان:

أحدهما: في سرك وقلبك.

والثاني: بلسانك بحيث تسمع نفسك. 



“Ada yang menafsirkannya dengan dzikir hati, dan ada pula yang mengatakan: ‘dengan lisanmu hingga telinga-mu sendiri mendengarnya’.”

Empat tingkatan orang berdzikir

Syaikhul-Islām Ibnu Taimiyyah rahimahullah merangkum dalam Majmū‘ul Fatāwā (10/661

Tingkatan

Model

Keterangan

1 Dengan hati + Lisan Paling utama dan paling besar pahalanya
2 Dengan hati saja Diterima dan berpahala, tapi lebih rendah daripada yang pertama jika lisan mampu bergerak.
3 Dengan lisan saja Tetap baik—Allah berfirman, “Aku bersama hamba-Ku selama ia menyebut-Ku dan kedua bibirnya bergerak karena-Ku.”
4 Tidak dengan hati dan lisan Inilah golongan orang yang merugi.

Catatan:

Bila lisan benar-benar tidak mampu (sakit, bisu, atau karena situasi), maka dzikir hati saja sudah memadai dan berpahala penuh sesuai niatnya.

Mana yang lebih utama?

  1. Menggabungkan hati dan lisan: sempurna karena hati menghadirkan makna, lisan menunaikan perintah syar‘i.
  2. Hati saja: sah; karena inti dzikir memang “ingat” (hadir) kepada Allah.
  3. Lisan saja: tetap berpahala namun rentan “kosong makna” jika hati lalai.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَثَلُ الَّذِي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِي لاَ يَذْكُرُهُ مَثَلُ الحَيِّ وَالمَيِّتِ

“Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Rabb-nya dengan yang tidak, layaknya orang hidup dan mati.” (HR. Bukhari)

Praktik sehari-hari

  1. Dzikir pagi-petang, tahlil, tasbih,  istighfar; baca dengan suara yang dapat didengar diri sendiri, hadirkah hati.
  2. Saat di majelis ilmu atau tempat umum: apabila suara bisa mengganggu, lakukan sirran; lisan bergerak, suara lirih.
  3. Dalam kondisi tidak memungkinkan bicara (mis. di ruang operasi, transportasi padat, atau ketika sakit parah): gerakkan hati, perbanyak istighfar dan tahlil.

Kesimpulan:

  •     Terbaik: dzikir dengan hati & lisan sekaligus.
  •     Diperbolehkan: salah satunya saja bila ada hajat atau udzur.
  • Jangan sampai kosong dari keduanya; sebab dzikrullāh adalah sumber ketenangan:

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ingatlah, dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra‘d: 28)

Wallāhu a‘lam bish-shawāb.

Ditulis Oleh: Ahmad Anshori, Lc., M.Pd.

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Secret Link