Tafsir Ayat “صراط الذين أنعمت عليهم غير المغضوب عليهم ولا الضالين” dari Surah Al-Fatihah

﴿صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمۡتَ عَلَيۡهِمۡ غَيۡرِ ٱلۡمَغۡضُوبِ عَلَيۡهِمۡ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ﴾.

“Yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat. Bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai, bukan pula jalan orang-orang yang sesat.”

قوله تعالى: ﴿صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمۡتَ عَلَيۡهِمۡ﴾ عطف بيان لقوله تعالى: ﴿ٱلصِّرَٰطَ ٱلۡمُسۡتَقِيمَ﴾؛ والذين أنعم الله عليهم هم المذكورون في قوله تعالى: ﴿وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ مَعَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِم مِّنَ ٱلنَّبِيِّـۧنَ وَٱلصِّدِّيقِينَ وَٱلشُّهَدَآءِ وَٱلصَّٰلِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُو۟لَٰٓئِكَ رَفِيقًا﴾ [النساء: ٦٩].

Firman Allah taala, “yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat” berkedudukan sebagai ‘athf bayan (penjelas) terhadap firman Allah taala, “jalan yang lurus.”

Orang-orang yang telah Engkau beri kenikmatan adalah orang-orang yang disebutkan dalam firman Allah taala, “Barang siapa yang menaati Allah dan Rasul, mereka akan bersama dengan orang yang telah Allah beri kenikmatan dari kalangan para nabi, shiddiqin (orang-orang yang membenarkan agama yang dibawa oleh Rasul secara sempurna), syuhada, dan orang-orang yang saleh. Mereka itulah sebaik-baik teman.” (QS An-Nisa’: 69).

قوله تعالى: ﴿غَيۡرِ ٱلۡمَغۡضُوبِ عَلَيۡهِمۡ﴾ هم اليهود، وكل من علم بالحق ولم يعمل به.

Firman Allah taala, “Bukan jalan orang-orang yang dimurkai”: mereka adalah orang-orang Yahudi dan setiap orang yang mengetahui kebenaran namun tidak mengamalkannya.

قوله تعالى: ﴿وَلَا ٱلضَّآلِّينَ﴾ هم النصارى قبل بعثة النبي ﷺ، وكل من عمل بغير الحق جاهلًا به.

Firman Allah taala, “Dan bukan jalan orang-orang yang sesat”:  mereka adalah orang-orang Nasrani sebelum diutusnya Nabi Muhammad—shallallahu ‘alaihi wa sallam—dan semua orang yang beramal di atas dasar kejahilan.

وفي قوله تعالى: ﴿عَلَيۡهِمۡ﴾ قراءتان سبعيتان: إحداهما ضم الهاء؛ والثانية كسرها.

Dalam firman Allah taala, “‘alaihim” ada dua cara baca qiraah sab’ah:

  1. Huruf ha diberi harakat damah
  2. Huruf ha diberi harakat kasrah

واعلم أن القراءة التي ليست في المصحف الذي بين أيدي الناس لا تنبغي القراءة بها عند العامة لوجوه ثلاثة:

Ketahuilah, bahwasanya membaca qiraah yang tidak terdapat dalam mushaf yang ada di tengah-tengah manusia pada umumnya, semestinya tidak dilakukan di hadapan awam karena tiga alasan:

الوجه الأول: أن العامة إذا رأوا هذا القرآن العظيم الذي قد ملأ قلوبهم تعظيمه واحترامه، إذا رأوه مرة كذا، ومرة كذا، تنزل منزلته عندهم؛ لأنهم عوام لا يُفرقون.

Alasan pertama: Sesungguhnya masyarakat umum yang hati mereka telah dipenuhi dengan rasa pengagungan dan penghormatan terhadap Al-Qur’an, ketika melihat Al-Qur’an satu kali dibaca begini, di waktu lain dibaca begitu, akan menurunkan kedudukan Al-Qur’an di mata mereka karena mereka masih awam yang tidak mengetahui perbedaan ini.

الوجه الثاني: أن القارئ يتهم بأنه لا يعرف؛ لأنه قرأ عند العامة بما لا يعرفونه؛ فيبقى هذا القارئ حديث العوام في مجالسهم.

Alasan kedua: Bisa jadi si qari dituduh sebagai orang yang tidak mengerti karena dia membaca di hadapan keumuman kaum muslimin dengan bacaan yang tidak mereka kenali. Akibatnya si qari jadi bahan perbincangan orang-orang awam di majelis mereka.

الوجه الثالث: أنه إذا أحسن العامي الظن بهذا القارئ، وأن عنده علمًا بما قرأ، فذهب يقلده، فربما يخطئ، ثم يقرأ القرآن لا على قراءة المصحف، ولا على قراءة التالي الذي قرأها، وهذه مفسدة.

Alasan ketiga: kalau orang awam berbaik sangka terhadap qari bahwasanya si qari mengetahui ilmu qiraah, lalu dia ikut-ikutan. Bisa jadi dia keliru (dalam meniru) lalu dia membaca Al-Qur’an tidak sesuai dengan kaidah qiraah mushaf, tidak pula sesuai dengan kaidah si qari. Ini adalah mafsadah.

ولهذا قال عليٌّ: (حدثوا الناس بما يعرفون؛ أتحبون أن يكذب الله ورسوله)، وقال ابن مسعود رضي الله عنه: (إنك لا تحدث قومًا حديثًا لا تبلغه عقولهم إلا كان لبعضهم فتنة)، وعمر بن الخطاب رضي الله عنه لما سمع هشام بن حكيم يقرأ آية لم يسمعها عمر على الوجه الذي قرأها هشام خاصمه إلى النبي ﷺ، فقال النبي ﷺ لهشام: (اقرأ)، فلما قرأ قال النبي ﷺ: (هكذا أنزلت)، ثم قال النبي ﷺ لعمر: (اقرأ)، فلما قرأ قال النبي ﷺ: (هكذا أُنزلت)؛ لأن القرآن أنزل على سبعة أحرف، فكان الناس يقرؤون بها حتى جمعها عثمان رضي الله عنه على حرف واحد حين تنازع الناس في هذه الأحرف، فخاف رضي الله عنه أن يشتد الخلاف، فجمعها في حرف واحد -وهو حرف قريش-؛ لأن النبي ﷺ الذي نزل عليه القرآن بُعث منهم؛ ونُسيت الأحرف الأخرى؛ فإذا كان عمر رضي الله عنه فعل ما فعل بصحابي، فما بالك بعامي يسمعك تقرأ غير قراءة المصحف المعروف عنده!

Karena inilah, ‘Ali berkata, “Bicaralah kepada orang-orang dengan pembicaraan yang mereka mengerti! Apakah kalian suka kalau Allah dan Rasul-Nya didustakan?!”

Ibnu Mas’ud—radhiyallahu ‘anhu—berkata, “Sungguh, tidaklah engkau berbicara kepada suatu kaum dengan suatu pembicaraan yang tidak bisa dijangkau oleh akal mereka kecuali akan menjadi fitnah bagi sebagian mereka.”

Ketika ‘Umar bin Al-Khaththab—radhiyallahu ‘anhu—mendengar Hisyam bin Hakim membaca ayat dengan cara baca yang belum didengar oleh ‘Umar, ‘Umar mengadukan Hisyam kepada Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—.

Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—berkata kepada Hisyam, “Bacalah!”

Selesai Hisyam membaca, Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—berkata, “Beginilah ayat itu diturunkan.”

Kemudian Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—berkata kepada ‘Umar, “Bacalah!”

Selesai ‘Umar membaca, Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—berkata, “Demikianlah ayat itu diturunkan.”

Hal ini dikarenakan Al-Qur’an diturunkan dalam tujuh dialek.

Dahulu, manusia membaca dengan tujuh dialek itu sampai ‘Utsman—radhiyallahu ‘anhu—mengumpulkannya dalam satu dialek ketika manusia berselisih dalam dialek-dialek ini. ‘Utsman—radhiyallahu ‘anhu—khawatir perselisihan akan semakin meruncing, lalu beliau mengumpulkannya dalam satu dialek, yaitu dialek Quraisy karena Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—yang Al-Qur’an diturunkan kepadanya, diutus dari kabilah Quraisy. Dialek-dialek yang lain dihilangkan.

Apabila ‘Umar—radhiyallahu ‘anhu—saja melakukan apa yang beliau lakukan terhadap seorang sahabat Nabi, lalu bagaimana keadaan orang awam yang mendengarmu membaca dengan qiraah yang berbeda dengan mushaf yang sudah dikenalnya.

والحمد لله، مادام العلماء متفقين على أنه لا يجب أن يقرأ الإنسان بكل قراءة، وأنه لو اقتصر على واحدة من القراءات فلا بأس؛ فدع الفتنة، وأسبابها.

Alhamdulillah. Para ulama senantiasa bersepakat tidak ada kewajiban atas seseorang untuk membaca dengan semua qiraah dan andai dia mencukupkan dengan satu qiraah saja tidak mengapa. Maka, tinggalkanlah fitnah dan sebab-sebabnya!

الفوائد:

Faedah-faedah:

١ – من فوائد الايتين: ذكر التفصيل بعد الإجمال؛ لقوله تعالى: ﴿ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ﴾: وهذا مجمل؛ ﴿صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ﴾: وهذا مفصل؛ لأن الإجمال، ثم التفصيل فيه فائدة: فإن النفس إذا جاء المجمل تترقب، وتتشوف للتفصيل والبيان، فإذا جاء التفصيل ورد على نفس مستعدة لقبوله متشوفة إليه؛ ثم فيه فائدة ثانية هنا: وهي بيان أن الذين أنعم الله عليهم على الصراط المستقيم.

Di antara faedah dua ayat tersebut: penyebutan sesuatu yang rinci setelah yang global. Yaitu firman Allah taala,

ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ

“Tunjukilah kami jalan yang lurus.” Ini umum.

صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ

“Yaitu jalan orang-orang yang Engkau telah beri nikmat kepada mereka”, ini adalah yang rinci.

Penyebutan sesuatu yang umum kemudian yang rinci mengandung faedah. Karena jiwa ketika disebutkan perkara yang umum, akan muncul keingintahuannya dan menunggu-nunggu perincian dan penjelasan. Lalu ketika perincian disebutkan, maka hati sudah siap menerimanya dan menyambutnya.

Kemudian ada faedah kedua yaitu penjelasan bahwa orang-orang yang Allah beri kenikmatan kepada mereka itulah yang berada di atas jalan yang lurus.

٢ – ومنها: إسناد النعمة إلى الله تعالى وحده في هداية الذين أنعم عليهم؛ لأنها فضل محض من الله.

2. Di antara faedahnya: penyandaran kenikmatan hidayah kepada orang-orang yang telah Allah beri nikmat hanya kepada Allah taala karena hidayah itu murni karunia dari Allah.

٣ – ومنها: انقسام الناس إلى ثلاثة أقسام؛ قسم أنعم الله عليهم؛ وقسم مغضوب عليهم؛ وقسم ضالون؛ وقد سبق بيان هذه الأقسام.

3. Manusia terbagi menjadi tiga golongan. Pertama adalah manusia yang Allah beri nikmat kepada mereka. Kedua adalah orang-orang yang dimurkai oleh Allah. Ketiga adalah orang-orang yang sesat. Penjelasan ketiga golongan ini telah berlalu.

وأسباب الخروج عن الصراط المستقيم: إما الجهل؛ أو العناد؛ والذين سبب خروجهم العناد هم المغضوب عليهم، وعلى رأسهم اليهود؛ والآخرون الذين سبب خروجهم الجهل كل من لا يعلم الحق، وعلى رأسهم النصارى؛ وهذا بالنسبة لحالهم قبل البعثة -أعني النصارى- أما بعد البعثة فقد علموا الحق، وخالفوه؛ فصاروا هم واليهود سواءً، كلهم مغضوب عليهم.

Sebab-sebab keluar dari jalan yang lurus:

  1. Kebodohan
  2. Penentangan

Orang-orang yang keluar dari jalan yang lurus dengan sebab penentangan adalah orang-orang yang dimurkai. Yang menjadi pelopor kelompok ini adalah orang-orang Yahudi.

Golongan lain yang keluar dari jalan yang lurus dengan sebab kebodohan adalah setiap orang yang tidak mengetahui kebenaran. Pelopornya adalah orang-orang Nasrani. Ini dilihat dari keadaan mereka sebelum diutusnya Rasulullah. Adapun setelah Rasulullah diutus, maka mereka telah mengetahui kebenaran namun mereka menyelisihinya. Sehingga jadilah mereka sama dengan orang-orang Yahudi. Mereka semua dimurkai oleh Allah.

٤ – ومن فوائد الايتين: بلاغة القرآن، حيث جاء التعبير عن المغضوب عليهم باسم المفعول الدال على أن الغضب عليهم حاصل من الله تعالى، ومن أوليائه.

4. Di antara faedahnya adalah adanya keindahan bahasa Al-Qur’an yang mana pengungkapan al-maghdhub ‘alaihim menggunakan isim maf’ul. Ini menunjukkan kemurkaan yang menimpa mereka datang dari Allah taala dan wali-wali Allah.

٥ – ومنها: أنه يقدم الأشد، فالأشد؛ لأنه تعالى قدم المغضوب عليهم على الضالين؛ لأنهم أشد مخالفة للحق من الضالين؛ فإن المخالف عن علم يصعب رجوعه بخلاف المخالف عن جهل.

5. Di antara faedahnya: Allah menyebutkan sesuatu yang paling jelek kerusakannya baru berikutnya. Yaitu ketika Allah taala mendahulukan penyebutan orang-orang yang dimurkai baru kemudian orang-orang yang sesat. Penyelisihan orang-orang yang dimurkai terhadap kebenaran lebih parah daripada orang-orang yang sesat karena orang yang menyelisihi dalam keadaan dia berilmu lebih sulit rujuknya. Lain halnya dengan orang yang menyelisihi karena kebodohannya.

وعلى كل حال هذه السورة عظيمة، ولا يمكن لا لي ولا لغيري أن يحيط بمعانيها العظيمة؛ لكن هذا قطرة من بحر؛ ومن أراد التوسع في ذلك فعليه بكتاب (مدارج السالكين) لابن القيم رحمه الله.

Kesimpulannya, surah Al-Fatihah ini adalah surah yang sangat agung kedudukannya. Tidak mungkin bagi saya dan orang lain untuk merangkum seluruh makna-makna yang agung yang terkandung dalam surah Al-Fatihah. Namun ini hanyalah setetes dari samudra. Barang siapa ingin mendapatkan penjelasan yang lebih luas silakan merujuk kepada kitab Madarij As-Salikin karya Ibnu Al-Qayyim—rahimahullah.

Sumber: Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Juz ‘Amma, surah Al-Fatihah, karya Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin (wafat 1421 H) rahimahullah

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Secret Link