HAKIKAT KEJUJURAN DALAM ISLAM – KAJIAN SUNNAH BANDUNG (KSB)


Bismillah,

HAKIKAT KEJUJURAN DALAM ISLAM

Imam Malik رحمه الله berkata:

“Kejujuran adalah tiang tegaknya agama. Siapa yang kehilangan kejujuran, hilanglah agamanya.” [Al-Muwaththa’ (riwayat dari Imam Malik, bagian Kitab al-Kalam)]

.

DALIL-DALIL TENTANG KEJUJURAN

Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang jujur.” [QS. At-Taubah: 119]

Tafsir salaf: Ibn Katsir رحمه الله menjelaskan: “Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya agar bertakwa dan senantiasa bersama orang-orang yang benar dalam ucapan, perbuatan, dan niat.” [Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim (4/184)]

Allah Ta’ala pun berfirman:

لِيَجْزِيَ اللَّهُ الصَّادِقِينَ بِصِدْقِهِمْ

“(Allah berbuat demikian) agar Dia memberi balasan kepada orang-orang yang jujur karena kejujuran mereka.” [QS. Al-Ahzab: 24]

Tafsir salaf:

Qatadah رحمه الله berkata: “Orang jujur akan selamat dengan kejujurannya, di dunia dan akhirat.” [Tafsir Ath-Thabari (20/278)]

.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيقًا، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ، فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ

“Berpeganglah kalian pada kejujuran, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa ke surga. Seseorang senantiasa jujur dan berusaha untuk jujur hingga dicatat di sisi Allah sebagai orang yang sangat jujur. Dan jauhilah dusta, karena dusta membawa kepada kefajiran, dan kefajiran membawa ke neraka…” [HR. Bukhari no. 6094, Muslim no. 2607]

Penjelasan ulama:

An-Nawawi رحمه الله berkata: “Hadits ini menunjukkan keutamaan jujur dan buruknya dusta, serta dorongan untuk menjaganya secara terus-menerus hingga menjadi sifat tetap.” [Syarh Shahih Muslim (16/158)]

Dalam hadits yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
«التَّاجِرُ الصَّدُوقُ الأَمِينُ مَعَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ»

“Pedagang yang jujur lagi amanah akan bersama para nabi, shiddiqin, dan syuhada.” [HR. Tirmidzi no. 1987, dinyatakan hasan shahih oleh Al-Albani]

Penjelasan ulama:

Al-Mubarakfuri رحمه الله berkata: “Kejujuran dalam muamalah adalah sebab ditinggikan derajat di akhirat, karena ia menampakkan kemurnian iman.” [Tuhfatul Ahwadzi (6/47)]

.

Abdullah bin Mas’ud رضي الله عنه berkata:

«عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّهُ مَعَ الْبِرِّ وَهُمَا فِي الْجَنَّةِ، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّهُ مَعَ الْفُجُورِ وَهُمَا فِي النَّارِ»

“Hendaklah kalian jujur, karena jujur itu bersama kebaikan, dan keduanya berada di surga. Jauhilah dusta, karena dusta itu bersama kefajiran, dan keduanya berada di neraka.” [Musannaf Ibn Abi Syaibah (no. 26147)]

.

PENJELASAN

1.Kejujuran adalah pondasi iman

Menurut Imam Malik, kejujuran adalah tiang agama. Tanpa jujur, agama seseorang akan runtuh, karena dusta adalah lawannya iman.

2.Jujur menyelamatkan di dunia dan akhirat

Allah memuji orang-orang yang jujur, bahkan menjanjikan balasan khusus bagi mereka (QS. Al-Ahzab: 24).

3.Dusta adalah jalan ke neraka

Nabi menegaskan bahwa dusta akan menjerumuskan ke dalam kefajiran dan akhirnya neraka.

4.Jujur dalam semua aspek

Para salaf menekankan jujur dalam:

 Ucapan (tidak berdusta)

 Perbuatan (tidak khianat)

 Niat (ikhlas karena Allah)

.

KESIMPULAN

 Kejujuran adalah sifat pokok yang menegakkan agama seorang muslim.

 Dalil Al-Qur’an dan Sunnah sangat menekankan agar seorang mukmin senantiasa bersama orang-orang yang jujur.

 Salaf shalih memperingatkan keras tentang bahaya dusta, karena dusta akan menyeret kepada kefajiran dan neraka.

 Seorang muslim dituntut jujur dalam niat, ucapan, dan perbuatan, agar dicatat sebagai ash-shiddiqin di sisi Allah.

.

REFERENSI

1.Imam Malik, Al-Muwaththa’,

2.Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, 4/184,

3.Ath-Thabari, Tafsir Jami’ul Bayan, 20/278,

4.Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, no. 6094,

5.Muslim, Shahih Muslim, no. 2607,

6.An-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, 16/158,

7.At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, no. 1987,

8.Al-Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadzi, 6/47,

9.Ibn Abi Syaibah, Al-Musannaf, no. 26147.

.

Dapatkan kebaikan dengan share artikel ini



Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Secret Link