Menjalin Silaturahmi Dengan Kerabat  Yang Masih Berakhlak Buruk

Menjalin Silaturahmi Dengan Kerabat  Yang Masih Berakhlak Buruk

10 hours yang lalu
Menjalin Silaturahmi Dengan Kerabat  Yang Masih Berakhlak Buruk

Menjalin Silaturahmi Dengan Kerabat  Yang Masih Berakhlak Buruk

Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh

Setiap hubungan pasti pernah mengalami pasang surut dan pertengkaran. Dalam hubungan yang sehat, pertengkaran pasti menemukan jalan keluar dan mampu diselesaikan dengan cara yang baik. Hubungan yang sehat juga ditandai dengan pasangan yang saling mendiskusikan masalah secara terbuka, menikmati kebersamaan, dan mendukung keputusan satu sama lain.

Beberapa ahli mengatakan bahwa toxic adalah perilaku negatif yang sifatnya mengecewakan. Orang toxic biasanya berhadapan dengan trauma dan tingkat stres yang tinggi. Ketika terjadi perselisihan dan pertengkaran dalam sebuah hubungan, juga tidak menemukan titik terang dan rasa nyaman bahagia dengan orang di sekitar kita, misalkan pasangan, keluarga atau kerabat, maka kita perlu ekstra hati-hati, bisa jadi ini pertanda awal mula sebagai tanda masuk dalam hubungan yang beracun alias toxic relationship.

Lebih jauh lagi kaitannya dengan silaturahim ketika berhadapan dengan keluarga yang menurut anggapan kita, hubungan dengan mereka cenderung toxic.

Lantas bagaimana cara menyambung tali silaturahmi kepada kerabat yang punya akhlak dan pemikiran yang buruk, yang jika berinteraksi dengannya justru bisa memberi pengaruh buruk pada kita?

Bagaimana melaksanakan silaturahmi kepada kerabat yang hubungannya tidak enak karena masalah warisan, pernikahan, utang piutang, ada juga kerabat yang tipenya suka mengacau, mengganggu rumah tangga kita, menjelek-jelekkan pasangan kita bahkan berusaha menceraikan?

Ringkasnya, bagaimana cara menyambung silaturahmi kepada kerabat yang memiliki rasa canggung dengan kita, atau ketidak-enakan, atau ketegangan, atau suasana tidak sehat, atau konflik atau bahkan permusuhan?

Jawaban dari pertanyaan ini adalah sebagai berikut.

Silaturahim (baca silaturahmi) itu intinya adalah membaiki kerabat. Perbuatan baik tersebut secara alami akan menimbulkan cinta dan kasih sayang, lalu tersambung, bersatu dan kokoh bagaikan suatu bangunan yang kuat.

Oleh karena itu, silaturahmi itu ekspresinya dilakukan dengan segala perbuatan baik apapun yang intinya adalah membaiki kerabat. Dalam satu kondisi perbuatan baik itu kadang status hukumnya wajib. Dalam kondisi yang lain status perbuatan baik itu hukumnya sunah. Al-Nawawī mengutip al-Qāḍī ‘Īyāḍ berkata,

فمنها واجب ومنها مستحب

“Aksi silaturahmi itu ada yang wajib dan ada yang sunnah” (Syarḥu al-Nawawī ‘Alā Muslim, 16/113).

Contoh aksi silaturahmi yang sudah tergolong wajib adalah menjamin nafkah orang tua yang sudah tidak sanggup bekerja, atau masih muda tapi sakit-sakitan, atau cacat, atau gila. Termasuk menafkahi kakek, buyut, anak, cucu, saudara, paman, bibi yang punya sifat-sifat kelemahan (gila, idiot, cacat tubuh, sakit dan semisalnya).

Contoh lain aksi silaturahmi yang wajib adalah mendatangi undangan walimah. Memenuhi undangan walimah dari selain kerabat saja hukumnya wajib, maka mendatangi undangan walimah kerabat lebih wajib lagi karena haknya lebih kuat.

Contoh lain aksi silaturahmi yang wajib adalah menjawab salam. Karena menjawab salam itu hukumnya fardu, apalagi yang mengucapkan salam adalah kerabat. Aspek kewajibannya lebih kuat karena hak kerabat lebih kuat.

Ada Pula aksi silaturahmi yang tergolong sunnah, seperti menjenguk kerabat yang sakit, merawat kerabat yang sakit, melunasi hutang kerabat, membayarkan biaya sekolah anak kerabat, membantu kerabat pindahan rumah, mengunjungi, mengucapkan salam, mencari tahu kabar berita, menanyakan kabar, bersikap lembut, menghormati yang berusia tua, menyayangi yang muda, menjamu, menyambut dengan ramah jika mereka bertamu, mengarahkan pendidikan, memenuhi undangan selain walimah, memberi selamat saat anak lahir, memberi selamat saat lulus sekolah, takziah, menghibur saat mereka curhat, ikut bergembira saat mereka gembira, ikut bersedih saat mereka sedih, memutihkan hati terhadap mereka (salāmatuṣ ṣadr), mengajak mereka ngaji, berwajah manis di depan mereka dan semua jenis kebaikan yang lain.

Ringkasnya, jika hendak dikatakan dalam satu kalimat, silaturahmi itu intinya mengantarkan kebaikan kepada kerabat (إيصال الخير) dan menghalau keburukan dari kerabat (دفع الشر).

Dalam Al-Qur’an, aksi silaturahmi itu intinya adalah dengan mengamalkan sebaik-baiknya kandungan ayat dalam Surah al-Naḥl: 90 berikut ini,

إِنَّ ‌اللَّهَ ‌يَأْمُرُ ‌بِالْعَدْلِ ‌وَالْإِحْسَانِ ‌وَإِيتَاءِ ‌ذِي ‌الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

“Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil, berbuat kebajikan, dan memberikan bantuan kepada kerabat. Dia (juga) melarang perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pelajaran kepadamu agar kamu selalu ingat.” (QS. al-Naḥl: 90)

Oleh karena itu, menghadapi keluarga yang cenderung toxic, bentuk silaturahminya bisa dengan cara yang lain. Misalnya dengan mengirim hadiah dari jauh, berkirim salam, mendoakan, mencari tahu kabar berita dari orang lain dan semisalnya. Bentuk minimal silaturahmi dalam situasi diuji berat dengan kerabat adalah dengan menahan diri supaya tidak menyakiti mereka (kafful ażā).

Jadi, jika mereka memfitnah maka kita balas dengan ucapan yang baik-baik. Jika mereka memaki, kita membalas dengan doa. Jika mereka mendekat untuk merecoki urusan pribadi kita, maka kita menjauh dengan baik seraya tetap mendoakan dari kejauhan.

Ringkasnya, bentuk silaturahmi apa yang paling cocok untuk kerabat adalah disesuaikan dengan kemampuan, kondisi dan kebutuhan. Sifatnya bertingkat-tingkat antara yang paling afdal dan yang paling minimalis. Al-Nawawī mengutip al-Qāḍī ‘Īyāḍ berkata,

وَلَكِنَّ الصِّلَةَ دَرَجَاتٌ بَعْضُهَا أَرْفَعُ مِنْ بَعْضٍ وَأَدْنَاهَا تَرْكُ الْمُهَاجَرَةِ وَصِلَتُهَا بِالْكَلَامِ وَلَوْ بِالسَّلَامِ وَيَخْتَلِفُ ذَلِكَ بِاخْتِلَافِ القدرة والحاجة

“Silaturahim itu bertingkat-tingkat. Sebagiannya lebih tinggi daripada sebagian yang lain. Yang paling rendah adalah tidak “nyatru” dan menyambung silaturahmi walaupun hanya dengan salam. Ekspresi silaturahmi bisa berbeda-beda sesuai perbedaan kemampuan (qudrah) dan kebutuhan/ḥājah” (lihat Syarḥu al-Nawawī ‘alā Muslim, 16 /113).

Wallahu A’lam.

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Secret Link