Riyadhus Shalihin – ilmiyyah.com

Bab 1: Ikhlas dan Menghadirkan Niat Dalam Setiap Perbuatan dan Ucapan, Baik Yang Terang-Terangan Maupun Yang Sembunyi-Sembunyi

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين، والعاقبة للمتقين، ولا عدوان إلا على الظالمين، وأشهد أن لا إله إلا الله إله الأولين والآخرين وأشهد أن محمدا عبده ورسوله سيد الأنبياء والمرسلين وعلى آله وصحابته والتابع ومن تبعهم بأحسان الى يوم الدين، اما بعد

Anggota grup Whatsapp Dirosah Islamiyah rahimana wa rahimakumullah.

Kita kembali membahas hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam dari kitab Riyadush Shalihin masih berkaitan dengan permasalahan amal yang digantungkan pada niat seseorang. Ikhlas dalam beramal akan sangat menentukan diterimanya atau tidak sebuah amal di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Hadits kedua:

وَعَنْ أُمّ الْمُؤْمِنِينَ أُمِّ عَبْد الله عَائِشَةَ رضي الله عنها

Dari shahabiyah Ummi Al-Mukminin Ummu Abdillah Aisyah radhiyallahu ‘anha.

قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم :

Beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:

يَغْزُو جَيْشٌ الْكَعْبَةَ، فَإِذَا كَانُوا بِبَيْدَاءَ مِنَ الأَرْضِ يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ

“Ada sebuah pasukan yang akan menyerang Ka’bah ketika mereka sampai di baida’a (بَيْدَاءَ).

⇒Baida’a (بَيْدَاءَ) artinya adalah tempat yang lapang, kosong tidak ada tanaman tinggi maupun yang rendah seperti lembah.

Ketika mereka sampai di tempat yang luas tersebut maka tiba-tiba Allah jadikan mereka terbenam dimasukkan ke dalam tanah dari orang pertama sampai orang paling belakang.

قَالَتْ:

Maka Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,

قُلْتُ : يَا رَسُولَ الله ، كَيْفَ يُخْسَفُ بأوَّلِهِمْ وآخِرِهِمْ وَفِيهِمْ أَسْوَاقُهُمْ وَمَنْ لَيسَ مِنْهُمْ!؟

“Ya Rasul, bagaimana mereka akan ditenggelamkan semuanya, orang yang paling depan sampai orang yang paling belakang sementara di tengah-tengah mereka ada orang yang bukan dari golongan mereka, yaitu orang-orang yang di pasar, orang yang jual-beli, orang yang datang karena kebutuhan dan mereka tidak memiliki niat yang sama untuk memerangi Ka’bah?”

Bagaimana mereka ikut serta dalam musibah besar tersebut, ditenggelamkan di dalam tanah. Maka Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam menjawab,

يُخْسَفُ بِأوَلِهِمْ وَآخِرِهِمْ، ثُمَّ يُبْعَثُونَ عَلَىٰ نِيَّاتِهِمْ

“Semua sudah Allah tentukan akan ditenggelamkan semuanya ke dalam tanah, dari awal sampai akhir, dari paling depan sampai belakang.”

Nanti pada hari kiamat mereka akan dibangkitkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sesuai dengan niat yang tersembunyi di dalam hati mereka. Apakah mereka termasuk golongan orang yang akan menyerang Ka’bah atau orang yang memang tidak sengaja berada di tengah-tengah mereka.

Hadits ini muttafaqun ‘alaihi, disepakati keshahihannya dan lafadznya merupakan lafadz Al-Bukhari.

كما قال النووي رحمه الله

Imam An-Nawawi mengatakan lafadz yang dipilih adalah lafadz Imam Al-Bukhari, hadits ini disepakati oleh Imam Bukhari dan Muslim.

Aisyah radhiyallahu ‘anha إحدى أمهات المؤمنين (salah satu dari istri Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam yang menjadi ibunya orang-orang yang beriman). Maka ketika ada orang yang tidak mengakui salah satu dari istri Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam sebagai ibu orang beriman, maka dia tidak beriman.

Pernah suatu saat Aisyah radhiyallahu ‘anha diberitahu oleh seseorang bahwa ada yang tidak mengakui beliau sebagai ibunya, maka beliau mengatakan صدق iya jujur. “Aku adalah Ummul mukminin dan aku bukan Ummul munafikin, aku bukan ibunya orang-orang munafik.”

Aisyah radhiyallahu ‘anha salah satu istri Nabi yang paling cerdas, nasabnya bangsawan. Beliau orang yang paling dicintai oleh Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam. Satu-satunya istri yang dinikahi oleh Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam dalam keadaan belum pernah menikah sebelumnya.

Beliau tegas oleh Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam dinyatakan sebagai orang yang paling dicintai. Dalam shahih Bukhari dan Muslim sahabat Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya,

يا رسولَ اللَّهِ من النَّاسِ أحبُّ إليكَ

“Ya Rasulullah, siapa orang yang paling engkau cintai?”

Maka Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam menjawab, “Aisyah, dia adalah orang yang paling aku cintai.”

Maka Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

مِنَ الرِّجالِ

“Maksud ana dari orang laki-laki?”

Maka Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam spontan mengatakan,

أبوها

“Ayahnya.”

Ketika Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam akan meninggal maka beliau bertanya kepada istri-istrinya,

أيْن أنا غَدًا، أيْن أنا غَدًا

Maksudnya jatahku untuk beringgah dan bermalam di istri mana? Mengingat istri beliau banyak. Akan tetapi dalam pertanyaan ini menunjukkan ada sebuah isyarat bahwa beliau يُرِيدُ عَائِشَةَ beliau ingin segera sampai pada jatah giliran Aisyah radhiyallahu ‘anha.

Maka istri-istri Nabi pun paham (shallallahu ‘alayhi wa sallam) maka mereka,

فَأَذِنَ لَهُ أَزْوَاجُهُ يَكُونُ حَيْثُ شَاء

“Mereka mengizinkan Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam dirawat di manapun beliau suka.”

Maka Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam dirawat di rumah ‘Aisyah sampai Allah panggil beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Dan beliau ini merupakan orang yang telah Allah sucikan di dalam Al-Qur’an. Ini sebuah catatan penting bagi setiap orang yang beriman pernah di dalam sebuah riwayat yang shahih. Gembong munafikin di kota Madinah pada saat itu (Abdullah bin Ubay bin Salul) menuduh beliau berzina dengan salah seorang sahabat.

Dan fitnah itu menyebar sehingga sebagian kaum muslimin terfitnah dengan tuduhan itu, bahkan Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam sempat dirundung galau lama sekali. Ini menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam tidak tahu (berkata ghaib) perkara ghaib sehingga beliau shallallahu ‘alayhi wa sallam tidak tahu apakah istrinya betul-betul berzina atau tidak, sehingga beliau sempat dirundung gelisah yang luar biasa.

Bagaimana seorang tokoh terhormat, ternyata istrinya dituduh berzina oleh seseorang, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan Al-Qur’an sepuluh ayat tentang penyucian ‘Aisyah dari tuduhan tersebut.

Dan di situ dikatakan,

يَعِظُكُمُ ٱللَّهُ أَن تَعُودُواْ لِمِثۡلِهِۦٓ أَبَدًا إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ

“Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan atau memperingatkan nasihat kepada kalian, jangan sampai kembali terulang, kejadian ikut-ikutan untuk bersu’udzhan berprasangka buruk kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha.” (QS An-Nur: 17).

Dan beliau ketika sudah Allah tegaskan kesuciannya di dalam Al-Qur’an berarti tidak halal lagi bagi setiap orang yang beriman yang mengimani Al-Qur’an kemudian masih memiliki keyakinan bahwa Aisyah radhiyallahu ‘anha telah melakukan perbuatan tersebut.

Maka An-Nawawi rahimahullah dalam syarah shahih Muslim beliau mengatakan bahwa,

براءة عائشة رضي الله عنها من الإفك

Penyucian Aisyah radhiyallahu ‘anha dari tuduhan berzina.

هي براءة قطعية بنص القرآن العزيزف

Merupakan sebuah penyucian yang tegas sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an yang sangat mulia.

فإذ تشكك فيها إنسان

Apabila ada orang yang ragu, apakah betul Aisyah radhiyallahu ‘anha suci dari tuduhan itu atau tidak?

والعياذ بالله

Kata Imam An-Nawawi rahimahullah, beliau mengatakan naudzubillah kalau ada orang yang masih merasa keraguan, memilih keraguan dalam hatinya dari kesucian Aisyah radhiyallahu ‘anha

صار كافراً مرتداً بإجماع المسلمين

Maka dia bisa kufur, dia bisa murtad dari Islam dengan kesepakatan kaum muslimin.

Hal senada juga ditegaskan oleh Ibnu Katsir rahimahullah ketika beliau menafsiri surat An-Nur tentang penyucian Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan,

أجمع العلماء رحمهم الله قاطبة على أن من سبها بعد هذا ورماها به بعد هذا الذي ذكر في هذه الآية فإنه كافر لأنه معاند للقرآن

“Para ulama semuanya sepakat bahwa setelah datang firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, penyucian dari Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang Aisyah terlepas dari tuduhan itu.”

Kok ternyata masih ada yang menuduh Aisyah radhiyallahu ‘anha, masih ada yang menuduh dengan tuduhan perbuatan seperti ini setelah jelas ada firman Allah yang telah menegaskan kesucian Aisyah radhiyallahu ‘anha. Maka telah kafir karena dia telah membangkang dari penegasan Al-Qur’an.

Maka kaum muslimin rahimana wa rahimakumullah.

Sudah sepantasnya orang beriman merasa cemburu ketika keluarganya atau salah satu dari anggota terutama ibunya dijelekkan oleh orang yang tidak suka dengan kita. Terutama orang-orang yang tidak beriman atau merasa hasad dengan keimanan orang-orang beriman, lalu mereka berusaha untuk merobek kehormatan Nabi kita shallallahu ‘alayhi wa sallam. Maka sudah sepantasnya kita membencinya.

Dan sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an orang yang menuduh Aisyah radhiyallahu ‘anha berarti telah menyakiti Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam, sampai dalam shahih Bukhari beliau mengatakan di atas mimbar ketika sampai akhirnya beliau galau dan gelisah, sakit hati.

Akhirnya beliau mengatakan,

من يعذرني من رجل قد بلغ أذاه في أهل

“Siapa orang yang bisa mencarikan maaf untuk orang yang betul-betul menyakiti aku, karena dia telah menuduh keluargaku.”

Allah menyatakan,

إِنَّ ٱلَّذِينَ يُؤْذُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ لَعَنَهُمُ ٱللَّهُ فِى ٱلدُّنْيَا وَٱلْـَٔاخِرَةِ وَأَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًۭا مُّهِينًۭا

“Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan.” (QS Al-Ahzab: 57).

Orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya maka Allah akan laknat mereka di dunia dan di akhirat dan Allah telah sediakan bagi mereka adzab yang siksa yang sangat pedih.

Dan termasuk orang yang menuduh Aisyah radhiyallahu ‘anha berarti telah menuduh Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam. Dia telah tuduh Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam buruk, jelek akhlaknya, tidak terhormat kebiasaannya. Karena di dalam Al-Qur’an Allah Subhanahu wa Ta’ala menegaskan,

ٱلْخَبِيثَـٰتُ لِلْخَبِيثِينَ وَٱلْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَـٰتِ ۖ وَٱلطَّيِّبَـٰتُ لِلطَّيِّبِينَ وَٱلطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَـٰتِ

“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)……” (QS An-Nur: 26).

Perempuan yang buruk itu hanya pantas mendapatkan suami orang yang buruk pula, sebagaimana (orang yang) laki-laki yang buruk akan mendapatkan istri yang buruk. Sementara orang yang shalihah akan mendapatkan yang shalih dan (orang yang) laki-laki yang shalih akan mendapatkan istri yang shalihah.

Kata Ibnu Katsir rahimahullahu ta’ala,

ما كان الله ليجعل عائشة زوجة لرسول الله صلى الله عليه وسلم إلا وهي طيبة، لأنه أطيبة

“Tidak mungkin Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan Aisyah radhiyallahu ‘anha sebagai istri Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam kecuali karena Aisyah adalah orang yang baik.”

Kecuali karena beliau orang pilihan, orang yang terhormat, orang yang bersih

لأنه أطيب من كل طيب من البشر

Karena Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam adalah orang yang paling baik dari semua orang baik di dunia ini.

Maka tidak mungkin Allah pilihkan Aisyah radhiyallahu ‘anha sebagai istri Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam kecuali beliau adalah orang yang baik dan suci. Bahkan dalam shahih Bukhari dan Muslim disebutkan Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam menikah dengan Aisyah dengan wahyu.

Sebagaimana dalam shahih Bukhari dan Muslim Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam mengatakan,

أُرِيتُكِ في المَنَامِ مَرَّتَيْنِ

Dalam shahih Bukhari disebutkan, “Aku melihat engkau dalam mimpi dua kali.”

Dalam riwayat Muslim dikatakan,

أُرِيتُكِ فِي الْمَنَامِ ثَلَاثَ لَيَالٍ،

Tiga malam.

جَاءَنِي بِكِ الْمَلَكُ فِي سَرَقَةٍ مِنْ حَرِيرٍ

Seorang malaikat datang untuk membawamu tertutup dengan kain dari sutra.

فَيَقُولُ: هَذِهِ امْرَأَتُكَ

Maka dikatakan kepadaku, “Ini adalah istrimu. “

فَأَكْشِفُ عَنْ وَجْهِكِ فَإِذَا أَنْتِ هِيَ

Ketika aku sibakkan penutup muka ternyata engkau.

فَقُلت:

Maka aku mengatakan kata Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam,

إِنْ يَكُ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللهِ، يُمْضِهِ

“Kalau seandainya ini memang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, Allah akan menjadikan mimpi ini terealisasi.”

Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala jaidkan seperti itu.

Kata Ibnu Katsir rahimahullah, “Seandainya Aisyah radhiyallahu ‘anhu bukan orang yang suci, maka tidak mungkin beliau menjadi istri Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam.”

شرعا ولا قدرا.

Secara takdir tidak mungkin dan secara syari’ tidak mungkin juga, karena Allah sudah mengakui. Allah telah menegaskan kebaikannya, kesuciannya. Dan ini merupakan sebaik-baik petunjuk untuk orang yang mau menerima petunjuk.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa membimbing kita menjadi hamba-hamba Allah yang mukhlisin yang bisa memurnikan segala macam amal ibadah kita untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala.

وصلى الله وسلم وبارك على عبده ورسوله نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين، و الحمد لله رب العالمين

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Secret Link