Antara Ta’zhim & Ghuluw: Bagaimana Islam dalam Memuliakan Guru?
Antara Ta’zhim & Ghuluw: Bagaimana Islam dalam Memuliakan Guru?
Menjaga adab kepada guru adalah bagian penting dalam menuntut ilmu. Dalam tradisi para ulama salaf, adab kepada guru bahkan didahulukan sebelum ilmu. Dikatakan bahwa siapa yang baik adabnya, akan dimudahkan dalam mendapatkan ilmu. Hal ini menunjukkan bahwa menghormati guru adalah jalan memperoleh keberkahan ilmu.
Namun, di sisi lain, kita juga perlu berhati-hati agar sikap memuliakan guru tidak sampai melampaui batas hingga jatuh dalam sikap ghuluw (berlebihan). Karena sikap ghuluw ini bisa menyeret seseorang pada pengagungan yang tidak semestinya dan membuka pintu pada amalan-amalan yang tidak bersumber dari syariat.
Perbedaan Antara Menjaga Adab dan Sikap Ghuluw
Dengan memahami bentuk adab dan sikap ghuluw, tentu akan memudahkan kita membedakan antara keduanya
Berikut Adalah Bentuk-Bentuk Adab Aplikatif Penuntut Ilmu Kepada Guru Dan Ulama:
- Menghormati dan memuliakan guru
– Menyambut dengan wajah ramah dan sopan.
– Tidak memanggil nama guru langsung, tapi dengan gelar yang layak.
– Duduk dengan sopan saat di majelis ilmu.
- Tidak memotong pembicaraan guru
– Mendengarkan sampai selesai.
– Bertanya dengan izin dan tidak menyela.
- Tidak menyanggah atau membantah dengan nada merendahkan
– Jika berbeda pendapat, sampaikan dengan adab dan niat belajar.
- Tidak menjelekkan guru atau membicarakan kekurangannya
– Menjaga kehormatan guru meski tidak sepakat dalam sebagian hal.
- Berterima kasih dan mendoakan guru
– Doa dan penghargaan adalah bagian dari keberkahan ilmu.
- Tidak menyebarkan kesalahan guru tanpa adab ilmiah
– Jika ada kekeliruan, di klarifikasi dengan cara yang baik dan lewat jalur yang tepat.
- Mengamalkan ilmu yang diajarkan
– Ini bentuk penghormatan terbesar kepada guru.
- Tidak menuntut guru secara berlebihan
– Seperti menuntut selalu hadir atau menjawab semua pertanyaan di luar waktu belajar.
- Menjaga etika di luar majelis ilmu
– Termasuk di media sosial, tidak menyindir atau mencela guru secara terbuka.
- Menjaga hubungan meskipun sudah tidak belajar langsung
– Tetap silaturahmi dan menghargai jasa guru di masa lalu.
Adab-adab ini menjadi sebab turunnya keberkahan ilmu dan penjaga dari sikap ghuluw (berlebihan) maupun sikap meremehkan.
Berikut Adalah Bentuk-Bentuk Ghuluw (Berlebihan) Penuntut Ilmu Kepada Guru Dan Ulama Yang Sering Terjadi:
- Membela guru secara membabi buta
– Tidak mau menerima bahwa gurunya bisa salah, padahal setiap manusia bisa keliru.
- Menganggap guru tidak bisa dikritik sama sekali
– Menolak semua nasihat atau koreksi kepada gurunya walaupun dengan cara ilmiah dan beradab.
- Membenarkan semua pendapat guru meskipun jelas bertentangan dengan dalil atau pendapat ulama lain
– Seakan menjadikan guru sebagai standar kebenaran mutlak.
- Menganggap selain gurunya sesat atau salah
– Memvonis buruk terhadap ulama lain hanya karena berbeda pandangan dengan gurunya.
- Fanatik terhadap satu ustadz dan menutup diri dari kebaikan dari guru lain
– Tidak mau mengambil ilmu dari selain gurunya, meskipun yang lain juga ahlus sunnah dan berilmu.
- Menjadikan guru seperti “orang suci”
– Sampai membesar-besarkan keistimewaan guru di luar batas wajar.
- Mengikuti guru bukan karena kebenaran, tapi karena figur
– Sehingga jika guru tergelincir, dia ikut tergelincir tanpa menimbang dalil.
- Mencela siapa pun yang berbeda pandangan dengan guru
– Merendahkan sesama penuntut ilmu atau ulama lain yang tidak sejalan.
- Menganggap menasihati atau mengingatkan guru sebagai bentuk kurang adab atau dosa besar
– Padahal dalam Islam, nasihat itu berlaku untuk semua.
- Mengikuti guru karena popularitas, bukan karena ilmu dan ketakwaannya
– Akhirnya hubungan guru-murid lebih mirip pengagum dan tokoh idola.
Ghuluw ini bisa menjerumuskan ke dalam fanatisme buta dan bahkan menjauhkan dari kebenaran. Islam mengajarkan kita untuk adil, menghormati guru tanpa menempatkannya di atas kebenaran.
Bahaya Sikap Ghuluw
Sikap ghuluw telah diingatkan oleh Rasulullah ﷺ dalam sabdanya:
إياكم والغلوَّ في الدينِ فإنما أهلَك مَن كان قبلَكم الغلوُّ في الدينِ
“Waspadalah kalian terhadap sikap ghuluw (berlebihan) dalam beragama, karena yang membinasakan umat sebelum kalian adalah sikap ghuluw dalam beragama.” (HR. An-nasa’i)
Sikap ghuluw bisa membuat seseorang membela kesalahan guru, membuat amalan baru yang dinisbatkan kepadanya, bahkan menolak kebenaran karena bertentangan dengan pendapat sang guru.
Penutup
Menjaga adab kepada guru adalah keutamaan, namun harus diiringi dengan ilmu dan sikap tawasuth (pertengahan). Hormati guru, doakan kebaikannya, ambil ilmunya, tapi jangan menutup mata terhadap kebenaran yang berdasar dalil. Jika guru salah, maka tetap dihormati sebagai manusia, namun kebenaran tetap lebih kita cintai.
Sebagaimana perkataan yang disandarkan kepada Imam Malik rahimahullah:
كلٌّ يُؤخذ من قوله ويُترك، إلا صاحب هذا القبر
وأشار إلى قبر النبي صلى الله عليه وسلم.
“Setiap orang bisa diambil dan ditolak perkataannya, kecuali penghuni kubur ini,” sambil menunjuk ke makam Nabi ﷺ.
Wallahu a’lam.